Moderasi Islam (Wasathiyyah) di Tengah Pluralisme Agama Indonesia
Agama | 2022-08-24 21:49:44Oleh : Nadia Putri
Mahasiswa Administrasi Publik, FISIP UMJ
Moderasi Islam (wasathiyyah) pada saat ini tengah menjadi arus utama dalam ke- Islaman di Indonesia. Pasalnya Presiden Jokowi mendukung akan kebijakan mengenai Islam nusantara tersebut. Walaupun Presiden Gusdur atau Abdurrahman Wahid sebelumnya pernah memberikan konsep serupa yaitu pribumisasi Islam sekitar 2008 lalu. Moderasi Islam ini dapat menjawab berbagai problematika dalam keagamaan dan peradaban global. Yang tidak kalah penting bahwa muslim moderat mampu menjawab dengan lantang disertai dengan tindakan damai dengan kelompok berbasis radikal, ekstrimis dan puritan yang melakukan segala halnya dengan tindakan kekerasan. Tindakan berbasis radikal, ekstrimis dan puritan salah satu penyebabnya keberagaman dalam beragama (Pluralis Beragama).
Pluralis beragama ini merupakan pemikiran atau pemahaman tentang keyakinan yang dianut oleh masyarakat di salah satu tempat yang cendrung berbeda-beda. Salah satu negara yang memiliki keberagaman dalam beragama adalah Indonesia yang mempunyai beberapa agama yang diakui. Di samping beragamnya agama, dalam satu agama pun terdapat keragaman yang terealisasi pada berbagai bidang keilmuan dalam agama itu. Misalnya berbeda di dalam fiqih dan dalam pemahaman ketauhidan (ilmu kalam).
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam suku, agama dan budaya, atau sering dikenal oleh banyak orang sebagai negara yang majemuk. Kemajemukan ini timbul di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang bersifat heterogen ini. Hal ini dapat menimbulkan paham pluralism (pluralisme) yang terealisasi dalam masyarakat dan salah satu bentuk dari pluralisme ini adalah Bhineka Tunggal Ika. Akan tetapi, pluralisme ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan sering dipandang sebelah mata. Jika ditelaah dari pengertian pluralisme itu sendiri berasal dari bahasa Inggris: pluralism terdiri dari dua kata, plural berarti beragam dan isme berarti paham yang apabila digabungkan memiliki arti beragam pemahaman, atau bermacam-macam paham. Sebutan pluralisme adalah termasuk kata yang ambigu dan memiliki banyak pengertian oleh para ahli.
Franzz Magnis-Suseno menganggap pluralisme sebagai penjelasan keadaan sosial, tetapi menolak kalau pluralisme dijadikan sebagai sikap teologis. Hal ini hampir serupa dengan pandangan Moh. Shofan yang menyatakan bahwa pluralisme itu adalah upaya untuk membangun kesadaran sosial dan tidak hanya tentang teologis saja. Adapun maksud pluralisme itu sendiri secara istilah umum adalah pandangan, pikiran, sikap dan pendirian yang dipunyai seseorang terhadap berbagai realita dan fakta dari perbedaan tersebut.
Pluralisme menghendaki sebuah tatanan yang baik dalam bermasyarakat, sebagaimana disebutkan oleh Abdul Aziz Sachedina dalam buku Pluralisme Perspektif Agama-Agama, bahwa istilah pluralisme merupakan salah satu kata yang paling ringkas untuk menyebut suatu tatanan dunia baru di mana perbedaan budaya, sistem kepercayaan, dan nilai-nilai perlu disadari agar warga negara terpanggil untuk hidup berdamai dalam perbedaan dan keragaman. Pada hakikatnya pluralisme itu tidak selalu hanya berhubungan dengan agama akan tetapi dapat pula sebagai suatu pandangan yang menyatakan keberagaman atau kemajemukan dalam suatu masyarakat baik itu adat, suku dan budaya.
Di Indonesia sendiri pluralisme agama menuai kontroversi yang hangat diperbincangkan. Ada kelompok yang menyatakan pro dengan pluralisme agama dan ada juga yang kontra dengan pluralisme agama. Pasalnya bagi orang yang kontra dengan pluralisme agama mereka beranggapan bahwa pluralisme agama ini cendrung liberalis dan sekularistik, dikarenakan pluralisme ini lahir dari dua paham tersebut. Kemudian kelompok yang kontra juga beranggapan bahwa pluralisme dapat mengakibatkan bercampur baurnya satu agama dengan agama yang lain. Dan bagi kelompok yang pro dengan pluralisme agama ini beranggapan bahwa pluralisme agama ditujukan untuk kerukunan antar umat dalam bernegara.
Islam merupakan agama yang paling diridhoi oleh Allah swt. dan agama yang rahmathan lil alamin (rahmat buat semesta alam) yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Sesuai dengan Q.S Al Anbiya ayat 107; “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu (muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Tafsir Ibnul-Qoyyim al-Jauziyah menerangkan bahwa semesta raya mendapat manfaatnya dengan diutusnya Muhammad Saw, dan orang-orang yang mengikuti beliau dapat meraih kemuliaan dunia akhirat. Oleh karena itu, orang-orang munafik dan non muslim pun mendapat manfaat berupa terjaga darahnya, hartanya, keluarga dan kehormatannya, serta memperoleh perlakuan sama dengan kaum muslimin.
Jadi, Islam merupakan rahmat untuk semua, namun untuk orang beriman, akan mendapat manfaat dunia dan akhirat. Sedangkan dalam Fathul Qadir, Muhammad bin Ali as-Syaukany menafsirkan bahwa satu-satunya alasan Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW adalah sebagai rahmat yang luas, karena Allah mengutusnya dengan membawa sesuatu yang menjadi sebab kebahagiaan dunia-akhirat.
Agama Islam hadir sebagai rahmatan lil alamin ini pastinya membawa perubahan yang sangat besar ke atas bumi ini, contohnya saja pada saat Islam mulai berkembang di bumi nusantara ini. Pada dahulunya Indonesia merupakan negara yang mayoritas beragama Hindu dan Budha karena pada masa itu kerajaan-kerajaan hindu menguasai satu persatu wilayah di Indonesia. Salah satu diantarannya kerajaan Majapahit yang hampir menguasai daratan nusantara pada masa itu. Kerajaan yang dipimpin oleh Hayam Wuruk ini, dengan Mahapatih Gajah Mada yang menjadi simbol dari peradaban lahirnya nusantara ini.
Pluralisme tidak dapat dikaitkan dengan adat, budaya, dan suku yang ada dimasing-masing daerah di Indonesia. Tidak mungkin adat yang ada disuatu daerah semisal yang berada di Sumatera Barat sama dengan adat yang berada didaerah Jawa tengah. Akan tetapi istilah pluralisme hanya cocok jika dikaitkan dengan agama, karena sesuai dengan konsep diatas bahwa agama itu memiliki beberapa kesamaan baik itu dari ontologi maupun epistimologi sesuai dengan pendapat yang diajukan oleh Syamsuddin Arif.
Adapun beberapa kesamaan yang dimiliki oleh agama-agama yang berada di Indonesia antara lain yang pertama, bahwa semua agama memiliki tuhan. Setiap agama percaya bahwa ada sesuatu zat yang menciptakan dunia ini, dan ada sesuatu yang harus disembah. Kemudian persamaan kedua yaitu sama-sama memiliki kitab suci dan tempat ibadah. Tujuan dari adanya kitab suci bagi setiap umat beragama yaitu sebagai pedoman dalam mengatur jalannya kehidupan manusia yang terkadang menyimpang dari yang sudah dimaktubkan dalam kitab mereka masing-masing.
Selain itu agama juga memiliki tempat ibadah, yang tentunya membantu mereka dalam menjalankan ibadah-ibadahnya, seperti agama Islam dalam menjalankan ibadah sholat berjamaah, mereka membutuhkan masjid atau musholla dalam menjalankan ibadah tersebut. Pandangan yang dikemukan oleh Nurcholis Madjid dan Djohan mengenai pluralisme agama ini sepertinya selaras dengan Islam, karena Islam menganggap bahwa agama itu adalah sunatullah dan bersifat mutlak. Islam merupakan agama yang membawa keberkahan serta agama yang menjunjung tinggi kedamaian diatas muka bumi ini. Sebagai agama yang memiliki status mayoritas di Indonesia, pastinya Islam membawa berkah pula terhadap agama yang minoritas.
Buktinya hal tersebut dapat terlihat dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Islam selalu toleransi terhadap kaum minoritas yang melakukan ibadahnya masing-masing, seperti perayaan Natal, perayaan hari raya waisak dan lain sebagainya. Dibalik toleransi yang disuguhkan oleh agama Islam dalam kehidupan ini, Islam juga tidak pernah memaksa orang-orang untuk memeluk agama Islam itu sendiri, karena sesuai dengan firman allah Q.S Al Baqarah ayat 256.
Islam tidak menganggap semua agama itu sama tapi memperlakukan semua agama itu sama, dan ini sesuai dengan konsep-konsep dari Islam wasattiyah itu sendiri yaitu konsep egaliter atau tidak mendiskriminasi agama yang lain. Adapun cara-cara moderat yang dimaksudkan itu adalah konsep yang pertama yaitu konsep tasamuh (toleransi), sesuai dengan ciri-ciri moderasi Islam di atas dapat dipastikan jika antar umat beragama di Indonesia sudah hidup berdampingan dan saling toleransi, akan menjaga kestabilitasan antar umat beragama dan menjaga kerukunan antar umat beragama.
Konsep kedua yang ditawarkan oleh Islam terhadap kehidupan pluralisme agama ini yaitu konsep Syura (musyawarah), ketika terjadi sesuatu persengketaan atau perselisihan antar umat beragama, akan lebih baik diselesaikan dengan cara musyawarah tanpa adanya perkelahian. Konsep syura ini juga digunakan dalam kehidupan pluralis ini akan dapat menyelesaikan semua masalah yang ada nantinya. Kemudian konsep terakhir yang diberikan oleh Islam yaitu musawah (egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang. Dengan konsep-konsep yang ada ini pastinya dapat mempererat hubungan silaturahmi antar umat beragama, sekalipun berbeda dalam keyakinan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.