Dakwah sebagai Rahmat Meneguhkan Moderasi di Tengah Keragaman
Agama | 2025-11-10 20:17:10Berita tentang kiprah penyuluh agama yang semakin aktif dalam menguatkan moderasi beragama menunjukkan bahwa dakwah hari ini dituntut untuk lebih relevan, menyejukkan, dan membangun harmoni di tengah masyarakat yang majemuk. Di tengah derasnya arus informasi digital, peran penyuluh agama bukan lagi sekadar menyampaikan ceramah rutin, tetapi juga hadir sebagai jembatan komunikasi yang mampu meredam potensi konflik sosial dan menyampaikan pesan agama dengan bahasa yang bijaksana, kontekstual, dan menyentuh realitas kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks ini, Islam mengajarkan prinsip keseimbangan atau wasathiyyah. Allah SWT berfirman, “Dan demikianlah Kami jadikan kamu umat yang moderat agar kamu menjadi saksi atas manusia ” (QS. Al-Baqarah: 143). Ayat ini menegaskan bahwa moderasi adalah identitas umat Islam—sikap yang menolak ekstremisme maupun kelonggaran berlebihan. Moderasi bukan berarti kompromi terhadap akidah, melainkan keseimbangan dalam cara berpikir, bersikap, dan bertindak. Prinsip ini relevan untuk menjawab berbagai tantangan kontemporer, mulai dari intoleransi, misinformasi, hingga polarisasi sosial yang kian mudah muncul di ruang publik.
Dakwah sejatinya harus menghadirkan rahmat, bukan kekerasan atau kebencian. Prinsip rahmatan lil ‘alamin tercermin dalam firman Allah SWT, “Dan Kami tidak mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107). Arah ini menuntun umat agar dakwah membawa manfaat, kasih sayang, dan kebaikan bagi semua, tanpa memandang latar belakang agama, suku, atau budaya. Dakwah yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dapat menjadi penyembuh bagi luka sosial dan perekat di tengah perbedaan.
Rasulullah SAW juga mengingatkan umat agar berhati-hati dari sikap berlebihan. Dalam hadisnya beliau bersabda, “Hindarilah oleh kalian sikap berlebihan dalam agama, karena sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah sikap berlebihan dalam agama.” (HR. Ahmad). Pesan ini penting mengingat tantangan sosial saat ini yang rentan memunculkan polarisasi dan sikap saling menyalahkan. Sikap berlebihan kerap menutup pintu dialog, memutus komunikasi, dan berpotensi memecah belah keluarga maupun komunitas.
Dengan pendekatan yang inklusif, toleran, dan berakar pada nilai-nilai luhur agama, penyuluh agama memiliki peran strategis dalam menjaga harmoni sosial dan memperkuat persatuan. Mereka bukan hanya pembawa pesan ilahi, tetapi juga pelaku sosial yang dapat menghubungkan kelompok masyarakat yang berbeda dalam suasana saling menghormati. Dakwah yang menyejukkan dan membangun rasa saling memahami akan memperkuat posisi agama sebagai sumber kedamaian, bukan pemicu perpecahan. Pada akhirnya, dakwah yang rahmatan lil ‘alamin bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga kebutuhan nyata untuk menjaga kerukunan, memperkuat persaudaraan, dan memelihara stabilitas di tengah keragaman bangsa Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
