Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ruqyah Kuningan

Penyebab Malasnya Investor Berinvestasi di Indonesia

Bisnis | Wednesday, 17 Aug 2022, 18:54 WIB

Salah satu faktor penyebab tingginya angka kemiskinan di Indonesia adalah masih besarnya angka pengangguran. Pengangguran bisa terjadi akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan tidak ada, atau lebih sedikit dibandingkan pertumbuhan angkatan kerja baru, terjadi karena kecilnya angka investasi di sektor riil. Ledakan pertumbuhan penduduk yang tidak diikuti dengan pertambahan lapangan kerja yang cukup, membuat ramainya dunia Indonesia dengan ‘tokoh’ pengangguran, preman, pengemis dan gelandangan. Sebuah dunia yang tidaklah nyaman untuk dipandang, apalagi dihuni.

Baca Juga : Jasa Backlink PBN

Mengapa pelaku dunia usaha malas menanamkan modalnya di Indonesia?

Penyebabnya adalah :

1. Regulasi ekonomi yang sangat rumit, terlalu banyak, tumpang tindih secara vertikal mau pun horizontal dan tidak jelas. Sebagai contoh, kini ada setidaknya 13.520 peraturan daerah yang dianggap bermasalah karena memberatkan pengusaha dan masyarakat kita. Akibatnya, saat ini pengusaha hotel dan restauran, misalnya, terbebani 16 sampai dengan 21 jenis kutipan dari pusat dan daerah.

2. Sulit mengurus perizinan, lama selesainya dan sangat mahal akibat budaya korupsi.

Jika anda mengurus pendirian sebuah PT, yang surat izinnya paling tidak ada 13 macam, jangan harap bisa rampung dalam waktu enam bulan kalau anda tidak mau mengeluarkan biaya ekstra. Dan itu baru mendirikan perusahaan saja, kalau mau beroperasi, maka ada puluhan izin lagi yang harus di urus.

3.Infra struktur yang kurang memadai.

Banyak pengusaha manca negara, bahkan pengusaha pribumi sekali pun, yang malas berivestasi karena menilai sarana dan prasana yang mendukung dunia usaha di Indonesia, masih jauh dari cukup. Kapasitas dan mutu dari jalan raya, pelabuhan, armada angkut, air ledeng, area industri bebas banjir, dan lainnya, masih kalah jauh dibanding dengan yang disediakan negara tetangga.

4.Minimnya pasokan energi.

Kurang tersedianya pasokan listrik, BBM, gas dan rumitnya alur perdagangan batubara, membuat para pengusaha harus berpikir sebelas kali sebelum memutuskan untuk berinvestasi di negeri kaya raya penuh potensi ini.

5.Masalah perburuhan yang tak kunjung selesai.

Buruh yang tiap hari demo; menuntut uang pulsa dan dana wakuncar, jelas akan membuat calon investor balik kanan; untuk kemudian mendarat mulus di negeri yang jauh lebih kondusif, seperti di China dan Thailand.

6.Sumber daya manusiakita yang masih gagap teknologi.

Sulitnya mendapatkan pekerja yang punya kemampuan sesuai spesifikasi pekerjaan, membuat perusahaan asing terpaksa menggaji ekspatriat, yang nota bene harus dibayar lebih mahal.

Dunia pendidikan kita yang masih mengutamakan kuantitas dibanding kualitas, adalah salah satu penyebab tak tersedianya skilled labour.

6.Tehnologi yang tersedia masih mahal, jadul dan lambat beradaptasi. Sebagai contoh, biaya internet di Indonesia termasuk yang termahal di dunia bila disandingkan dengan pendapatan kotor perkapita masyarakat. Selain mahal, kualitas layanannya juga masih menyedihkan.

Itulah antara lain hal-hal yang menghambat pertumbuhan investasi di Indonesia, hambatan yang bukan perkara mudah untuk menyingkirkannya. Percuma saja kita mengirim duta ekonomi dan membujuk para pelaku bisnis antara bangsa untuk menanamkan modalnya di Indonesia, jika kita tak mampu menyediakan apa yang mereka harapkan, yaitu kemudahan berbisnis dan kejelasan dunia usaha.

Bila kita ingin mengenjot geliat investasi di negara kita ini, maka setidaknya kita harus mampu menyediakan iklim usaha yang baik, sehat dan menjanjikan. Setidaknya kita harus bisa menyamai apa yang disediakan oleh negara tetangga, sebagai kompetitor dalam menggaet investor. Kita harus berbenah, agar tidak terus terpuruk dalam daftar negara yang paling tidak layak untuk dijadikan tujuan investasi, terutama investasi di sektor riil.

Ini adalah tugas bersama; pemerintah pusat dan daerah, instansi terkait, buruh, pelaku dunia pendidikan, dan masyarakat umumnya. Jika tidak, maka janganlah bermimpi terlalu indah tentang sebuah dunia yang masyarakatnya bisa hidup sejahtera.

Referensi : Cara menghitung pajak penghasilan

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image