Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Belajar dari Eme dan Icih, Sungguh-Sungguh dan Fokus Merupakan Syarat Kesuksesan

Agama | Thursday, 04 Aug 2022, 08:15 WIB

Selalu ada kisah-kisah inspiratif dari para jamaah haji negara kita. Salah satu kisah inspiratif yang patut kita teladani adalah kisah ibadah hajinya Eme dan Icih.

Pasangan suami istri ini berhasil menunaikkan ibadah haji setelah menabung selama 22 tahun. Mereka berdua bukan pekerja kantoran atau pengusaha besar. Eme (65), sang suami, berprofesi tukang becak, sedangkan Icih (62), sang istri, berprofesi sebagai buruh tani lepas.

Seperti diberitakan republika.co.id , Kamis 09 Jun 2022 11:07 WIB, pasangan suami istri warga Dusun Jatiraga, Desa/Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka itu, berangkat menunaikan ibadah haji pada tahun 1443 H /2022 M. Keberhasilan mereka untuk dapat menginjakkan kaki di tanah suci bukanlah hal yang mudah. Betapa tidak, di tengah kesulitan hidup akibat penghasilan yang pas-pasan, mereka terus menabung sejak tahun 2000 lalu.

Setiap hari, Eme menarik becak di sekitar Pasar Kadipaten. Dengan bermodalkan tenaganya dari mengayuh becak, penghasilan yang diperolehnya tidaklah menentu. Tergantung banyak sedikitnya penumpang yang menaiki becaknya. Pernah pula dia tidak mendapat uang sepeser pun karena tak dapat penumpang.

Demikian pula dengan Icih, sang istri, bekerja sebagai buruh tani. Jika ada pemilik sawah yang membutuhkan tenaganya, dia bisa memperoleh upah Rp 60 ribu per hari. Namun, jika tidak ada panggilan kerja dari pemilik sawah, dia tidak memperoleh penghasilan sama sekali.

Kesungguh-sungguhannya dan fokus untuk dapat menunaikkan haji, dan bersabar menabung Rp 20 ribu sampai Rp 50 ribu setiap harinya selama 22 tahun, akhirnya ia mampu melunasi biaya untuk ibadah haji sebesar Rp. 50 juta. Kesungguh-sungguhannya mengantarkan mereka menjadi bagian dari tamu Allah.

Kisah Eme dan Icih yang sungguh-sungguh dan fokus untuk dapat menunaikkan ibadah haji layak menjadi renungan dan teladan. Kita harus semakin yakin akan janji Allah, barangsiapa yang sungguh-sungguh berjuang untuk menempuh jalan yang diridai-Nya, Ia akan memberikan jalan keluar agar dapat menempuh jalan tersebut.

Kita pun harus semakin yakin, siapapun yang sungguh-sungguh dan fokus dalam mengerjakan sesuatu, Allah akan memberikan derajat kehidupan yang lebih baik daripada orang-orang yang berjuang atau mengerjakan sesuatu tanpa dibarengi kesungguh-sungguhan. Kita pun harus meyakini, Allah sangat mencintai orang-orang yang sungguh-sungguh dan profesional dalam mengerjakan sesuatu.

Jalaluddin Rumi pernah mengatakan, “Apa yang sedang engkau cari sedang mencarimu”. Apapun yang kita cita-citakan untuk menggapainya, sebenarnya ia sama-sama sedang berjuang mencari kita. Pertemuan dengan suatu cita-cita yang kita dambakan akan terjadi manakala kita sungguh-sungguh berjuang untuk mencapainya.

Orang yang sungguh-sungguh berjuang, ia tak akan berjuang sendiri, namun ia pun akan memohon perlindungan kepada Zat yang telah memberinya jiwa dan raga, yakni Allah. Ia akan merasakan dirinya lemah tak berdaya tanpa pertolongan-Nya. Ia akan merasakan dirinya serba kekurangan, tanpa pemberian kekuatan dan rezeki dari-Nya.

Kesombongan, merasa diri kuat, serba bisa, serba ada, dan serba-serba yang lainnya hanyalah akan menjadikan diri seseorang semakin kecil dan tak berdaya. Karenanya, untuk memperoleh pertolongan-Nya ketika kita tengah sungguh-sungguh berjuang atau berikhtiar adalah memperkecil diri, merendahkan diri di hadapan-Nya.

“Perkecillah dirimu, maka kau akan tumbuh lebih besar dari dunia. Tiadakan dirimu, maka jati dirimu akan terungkap tanpa kata-kata.” Demikian kata Jalaluddin Rumi.

Selama tidak melanggar aturan agama dan norma-norma yang baik, orang yang sungguh-sungguh berjuang dalam menggapai cita-cita, ia akan memiliki sikap pantang menyerah. Jalan kehidupan yang berliku-liku, curam, terjal, penuh batu-batu tajam dan tanaman berduri, mendaki dan licin, tak akan menjadikannya surut, menghentikan perjuangannya. Sebaliknya berbagai rintangan dan tantangan dalam menggapai cita-cita dijadikan cemeti untuk mempercepat langkah.

Orang yang sungguh-sungguh berjuang dalam menggapai suatu cita-cita akan mengenyampingkan rasa malu, bahkan penderita pun ia nikmati dan dijadikannya sebagai bagian dari “bumbu penyedap” perjuangan. Pandangannya fokus kepada tercapainya cita-cita.

Cibiran dan kata-kata yang menyakitkan dari orang lain dijadikan cemeti tambahan yang dapat menjadikan laju langkahnya semakin cepat. Di dalam jiwanya sarat dengan gejolak kata-kata, “dengan pertolongan Allah dan ikhtiar yang sungguh-sungguh, aku akan memperlihatkan kepada setiap orang, bahwa aku bisa mencapai apa-apa yang aku cita-citakan.”

Dalam hal cibiran orang terhadap perjuangan kita dalam menggapai cita-cita, Jalaluddin Rumi kembali memberi nasihat, “bila kamu ingin mempelajari suatu rahasia, hatimu harus melupakan tentang rasa malu dan martabat. Kamu adalah orang yang dicintai Tuhan, namun kamu mengkhawatirkan apa yang orang katakan.”

Pak Eme dan Ibu Icih yang secara tradisi kini berhak menggunakan tambahan huruf H dan Hj di depan namanya telah memberikan pelajaran kepada kita, kesungguh-sungguhan dan fokus telah mengantarkannya kepada cita-citanya menjadi bagian dari tamu Allah.

Setiap orang sudah pasti memiliki keinginan yang didambakan untuk segera tercapai. Seperti kata Rumi sebelumnya, apa yang kita cita-citakan sedang mencari kita. Pertemuan kita dengannya hanya bisa didapatkan dengan kesungguh-sungguhan dalam perjuangan untuk mencapainya seraya tidak melupakan memohon pertolongan-Nya.

“Orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q. S. Al ‘Ankabut : 69).

ilustrasi : Eme dan Icih, pasangan suami istri, pengayuh becak dan buruh tani lepas yang mampu menunaikkan ibadah haji tahun 1443 H / 2022 H (sumber gambar : republika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image