Artificial Intelligence, Teknologi Mumpuni untuk Manajemen Risiko Kredit Perbankan Syariah Masa Kini
Teknologi | 2022-08-02 12:53:06Dalam ketentuan Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/2/DPNP/2003 disebutkan bahwa setiap bank wajib membuat strategi dan melakukan manajemen risiko. Hal tersebut tentunya bukan tanpa alasan. Manajemen risiko merupakan suatu kebutuhan bagi dunia perbankan dalam meningkatkan kinerja usahanya. Dalam proses penerapan manajemen risiko perbankan di Indonesia, seperti pengelolaan profil risiko tentu tidak mudah untuk dilakukan. Tiap bank harus mampu untuk mengelola manajemen risiko agar fungsi intermediari perbankan tetap terpadu dan konsisten. Ditegaskan pula pada Bank for International Settlement tahun 2005 dalam Standar Basel II, bahwasannya lebih memfokuskan peningkatan kualitas manajemen risiko di setiap profil risiko merupakan hal yang baik bagi pengendalian risiko perbankan.
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan manajemen risiko pada perbankan ialah dengan teknologi. Di era revolusi industri 4.0 yang penuh dengan disrupsi ini, teknologi semakin berkembang pesat. Masyarakat maupun industri sudah digempuri dan mulai merasakan manfaat dari adanya berbagai macam teknologi, seperti Internet of Things, Big Data, Artificial Intelligence, Cloud Computing, hingga Additive Manufacturing. Industri perbankan sendiri sudah mulai menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI)/Machine Learning (ML) untuk melakukan keputusan kompleks dan perlu melibatkan faktor manusia pula, seperti dalam bentuk automatic chatbot, mengukur resiko kredit, serta memberikan unsecured loan kepada nasabah.
Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasaran buatan merupakan kecerdasan manusia yang diimplementasikan ke dalam teknologi atau mesin. Sebuah mesin dikatakan memiliki AI jika mampu menunjukkan kecerdasannya dalam meniru fungsi kognitif manusia tanpa intervensi dari manusia. Sementara itu, Machine learning (ML) merupakan sebuah terminologi yang tidak bisa dilepaskan dari AI, mengingat ML adalah bentuk aplikasi AI berupa mesin yang mampu mempelajari data dengan menggunakan metode statistik lalu melakukan sebuah pekerjaan tanpa diprogram terlebih dahulu.
Dalam perbankan syariah, seringkali kesulitan mengukur risiko membuat penggunaan akad bagi hasil yang lebih fair kurang berkembang. Melalui digitalisasi atau penggunaan artificial intelligence, bank sesungguhnya dapat memperoleh kualitas data yang lebih baik serta penguatan dalam analisis kredit. Namun di sisi lain, penerapan AI dalam industry perbankan sendiri belum mendapatkan respon sebesar penerapan AI pada suatu bisnis. Menurut Königstorfer & Thalmann (2020), hal tersebut disebabkan karena penerapan AI di lembaga keuangan khususnya perbankan komersial dirasa masih sangat sederhana. Meskipun demikian, penerapan AI di lembaga keuangan, khususnya perbankan syariah tidak dapat disepelekan. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Kaya (2019), AI dinyatakan mampu memiliki pengaruh yang positif untuk mendatangkan Return of Asset (ROA), seperti ketika diimplementasikan pada bank-bank di Eropa.
AI pada suatu perbankan tidak hanya digunakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan terkait pelanggan, baik dalam hal menjawab atau melayani permasalahan yang dialami oleh pelanggan, menjaga hubungan pelanggan dengan penyedia layanan, mengurangi antrian panjang sebagai upaya penghematan biaya tenaga kerja, serta meminimalisir kesalahan dalam pengambilan keputusan dan pengamanan perlindungan data umum, namun juga dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan manajemen risiko, khususnya risiko kredit yang ada dalam perbankan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Dicuonzo (2019), hal tersebut disebabkan pihak manajemen perusahaan perlu menerapan kebijakan dan program manajemen risiko yang memadai untuk menetapkan prinsip-prinsip penting dalam menjaga kelangsungan bisnis serta aspek tanggung jawab sosial.
Di Indonesia sendiri, sudah mulai ada bank yang menerapkan sistem AI dalam pengambilan keputusan, seperti ketika menentukan kredit nasabah. Sistem tersebut diterapkan oleh Bank BRI untuk menjadi alternatif yang dapat membantu manajemen memutuskan target nasabah yang berhak menerima kredit. Dengan menggunakan AI, dinyatakan bahwa terdapat peningkatan nilai akurasi dari sebelumnya ketika memprediksi nasabah bank yang menggunakan kartu kredit. Namun, untuk keputusan akhir pemberian kreditnya tetap harus dilakukan oleh manajer, karena AI hanya berperan sebagai media pembantu saja. Dari hal tersebut, masyarakat ataupun pihak bank seharusnya tidak perlu takut untuk mengaplikasikan teknologi seperti AI, khususnya pada manajemen risiko kredit, karena AI/ML pada prinsipnya tidak akan menggantikan pekerjaan seluruh manusia. Bank tetap mampu memberdayakan masyarakat sebagai SDM pendukung dan masyarakat akan mendapatkan kemudahan yang lebih ketika hendak mengajukan kredit kepada bank.
Dari berbagai penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwasannya Artificial Intelligence memiliki prospek dan peran yang bagus dalam mengoptimalkan manajemen risiko pada bank. Hal tersebut disebabkan karena AI dapat mengurangi adanya kerugian dalam pemberian kredit kepada nasabah, meningkatkan keamanan pemrosesan pembayaran, mengoptimalkan kepatuhan terhadap regulasi, serta meningkatkan target pelanggan sesuai dengan produk - produk perbankan. Perbankan syariah harus mulai berani dalam melakukan transformasi digital yang lebih besar untuk perkembangannya. Tentunya, pemerintah, DSN MUI, serta stakeholder lainnya juga harus turut andil dalam mendorong hal tersebut, seperti dengan membuat regulasi yang memudahkan, fatwa yang mendukung, dan memberikan suntikan dana agar industri perbankan mampu memberikan layanan yang lebih baik pula kepada masyarakat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.