Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dewi Alfi

Jadilah Lentera

Curhat | Friday, 22 Jul 2022, 15:27 WIB

Diceritakan pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita. Orang buta itu terbahak berkata, “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya. Saya bisa pulang kok”. Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.”

Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata!! Beri jalan buat orang buta dong..!!” tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.

Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu si buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat..!!” pejalan itu menukas, “Kamu yang buta!! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!!” si buta tertegun. Menyadari situasi tersebut, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa anda adalah orang buta”. Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maagkan saya juga atas kata-kata kasar saya”. Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.

Dalam perjalan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta itu. Kali ini si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?” penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama” keadaan menjadi hening sejenak. Secara bersaaam mereka bertanya, ‘Apakah anda orang buta?” secara serempak pun mereka menjawab, “Iya”. Sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.

Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menabrak kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka”.

Pembaca yang luar biasa. Pelita itu melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berate menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan).

Si buta pertama mewakili mereka yang terselubingi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk kea rah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk kea rah dirinya sendiri. Dalam perjalanan ‘pulang’, ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaanya dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kkurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk menjadi ‘buta’ walaupun mereka bisa melihat.

Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi melek, semakin bijaksana.

Sedangkan, orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.

Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita. Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan, “SEJUTA PELITA DAPAT DINYALAKAN DARI SEBUAH PELITA, DAN NYALA PELITA PERTAMA TIDAK AKAN MEREDUP. PELITA KEBIJAKSANAAN PUN, TAK KAN PERNAH HABIS TERBAGI”.

Dan ingatlah. Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Fikiran yang tanpa penghalang adalah kebijaksanaan.

Dikutip dari buku The Power Of Story –Imron Fauzi

#kebijaksanaan#perbaikidiri#muhasabahdiri#lentera

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image