Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Slamet Samsoerizal

Dilarang Baper, Apalagi sampai Memblokir Pertemanan

Curhat | Friday, 22 Jul 2022, 13:46 WIB
Status Saya (foto: dokpri)

PERNAHKAH Anda mengunggah status di WhatsApp atau WA? Pernah pulakah Anda mengonfirmasi, kepada pembaca status yang kita unggah tersebut?

Apabila pernah mengonfirmasinya, tak perlu baper atau terbawa perasaan. Apalagi sampai galau dan depresi! Mengapa?

Sempat Berharap

Ini pengalaman saya. Sejak memiliki akun WA, saya tidak pernah mengunggah status sebagaimana teman-teman lain. Bagi saya walau status yang diunggah merupakan representasi diri kita, namun saya bukan tipe kebanyakan.

Apa pentingnya sih kalau urusan pribadi, cuma urusan perut diunggah? Misal,dengan menulis status: “Uh, udah tiga kali mencret. Rujak serut sialan!”

Atau mengunggah foto di sebuah restoran mewah dengan sejumlah hidangan yang tersaji. Dengan enteng dia menerakan foto dan teks “Menu hari ini. Adanya cuma begini

Hak asasi tiap pemilik dan pengguna akun mengunggah apa pun. Mau dia unggah status dalam sehari 100-an juga tak ada larangan secara hukum. Mau yang diunggah tentang kehebatan pribadinya. Apa pun, sesukamulah.

Namun, belajar berempati rasanya perlu dibiasakan. Dengan berempati, sebenarnya kita sedang bersyukur. Bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepada kita.

Kembali ke soal konfirmasi, suatu saat berdasarkan amatan saya, ada seseorang yg menurut saya selalu menunggu-nunggu status yang saya unggah. Oya, sekadar menginformasikan, bahwa status yang saya unggah di WA adalah semua artikel yang ditayang oleh media daring.

Saya mengucapkan terimakasih karena selalu mengikuti status WA saya. Penekanan lebih khususnya, dengan pede saya sampaikan”Apresiasi dan terima kasih patut saya ucapkan, karena Anda telah membacaartikel-artikel saya.”

Saya berharap dia akan merespon balik melalui japri WA dengan mengatakan, “Ya Pak, sama-sama. Saya suka sama artikel yang Bapaktulis.”

Jawaban yang saya terima malah mengejutkan. “Artikel Bapak di-share di grup apa ya Pak?” Saya pun langsung tepuk tangan,eh tepuk jidat. Ternyata oh ternyata ....

Ada lagi yg tidak mau baca artikel saya. Jangankan artikel, status di Facebook yang berisi cuma satu kalimat pun, seorang rekan tidak berani membacadan memahaminya. Takut salah. Apalagi kalau yang ditulis puisi distikhon, yang 2 larik cuma.

“Kita pun baku tembak

Kau tembak hatiku dan kutembak jantungmu!”

HIKMAHNYA, saya jadi semakin paham. Saya tidak akan mengambil simpulan secara cepat. Apalagi menggeneralisasikan semua kisah dan peristiwa, dengan berburuk sangka.

Lalu, nomornya saya blokir. Enggak lah!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image