Analisis Pemanfaatan UMKM Industri Fesyen Muslim Pasca-Pandemi Covid-
Politik | 2022-07-16 21:50:03Jika berefleksi pada krisis moneter Indonesia yang terjadi pada tahun 1998, maka terlihat bahwa banyak perubahan yang melanda pada kegiatan ekonomi Indonesia, bahkan ketidakstabilan pada sendi ekonomi pada masa itu sangat begitu terasa. Pada pendapatan nasional yang terjadi pada tahun 1998, bahwasanya pendapatan Indonesia pada tahun tersebut sangat terpuruk. Bagaimana tidak, krisis moneter yang melanda di Indonesia dan di beberapa negara Asia, telah menyebabkan laju dari pertumbuhan ekonomi nasional begitu turun dan merosot tajam. Pendapatan nasional terpuruk karena disebabkan oleh kegiatan ekonomi pada masa itu yang juga lumpuh.
Hal ini sendiri didukung dari data Bank Indonesia yang menyatakan bahwa ada nya krisis tersebut mengakibatkan terpuruknya pendapatan perkapita Indonesia yang pada tahun 1997 sebesar 980$ US, lalu menurun menjadi 500$ US di tahun 1999, untuk pertumbuhan ekonomi sendiri juga merosot yang pada tahun 1995 sebesar 8,2%, lalu menurun hingga -13,4% di tahun 1998. Merujuk dari data tersebut maka penulis beropini bahwa pendapatan nasional Indonesia pada masa itu begitu merosot tajam yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya kelumpuhan pada berbagai sektor. Adanya dampak tersebut pada akhirnya menyebabkan BI mengubah sistem kurs Indonesia menjadi kurs mengambang. Karena pada kasus itu, untuk nilai tukar sendiri, Indonesia terus mengalami tekanan, yang dimana hingga di tahun 1998 merosot mencapai Rp14.900.
Industri kreatif di Indonesia merupakan salah satu industri penyokong yang sudah dapat dikatakan telah terintegrasi dan bisa membantu mencegah adanya krisis moneter. Hal ini sendiri dapat terlihat dari bagaimana tekstil menjadi produk yang tidak sedikit diproduksi oleh para UKM atau Usaha Kecil Menengah yang ada di Indonesia. Bahkan hilirisasi dari produk akhir tekstil seperti misalnya dari mulai produksi benang atau serta, kemudian produksi kain, dan hingga ke produksi pakaian, telah menjadi bukti bagaimana terintegrasinya industri tekstil Indonesia.
Meskipun demikian, seperti yang kita ketahui bahwasanya Indonesia tidak hanya melakukan ekspor pakaian jadi, tetapi juga melakukan ekspor berupa produk tekstil seperti ekspor serat dan juga benang yang mana belum memiliki nilai tambah seperti pakaian jadi. Dikutip dari data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan bahwa 60% dari total ekspor tekstil yang dilakukan oleh Indonesia merupakan produk tekstil yang berupa barang jadi. Sedangkan untuk sisanya sekitar 35% melakukan ekspor berupa produk tekstil serat, lalu benang dan juga mengekspor kain. Dari data yang disajikan oleh BPS tersebut dapat menunjukan bagaimana industri pakaian jadi mampu menjadi komoditi ekspor yang penting bagi Indonesia. Bahkan juga menurut laporan dari BPS, untuk industri pakaian jadi, ekspornya lebih tinggi dibandingkan industri tekstil lainnya, yang mana tumbuhnya sebesar 29,19% per tahunnya.
Di sisi lain penulis melihat bahwa tingginya produksi dan ekspor pakaian jadi di Indonesia, dan ditambah dengan Indonesia sendiri seperti yang kita ketahui adalah mayoritas muslim terbesar, tentu dapat menjadi peluang bagi Indonesia dalam meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Peluang ini dapat dilihat dari pakaian jadi, khususnya fesyen (fashion) muslim yang dibuat oleh kalangan UKM di Indonesia agar bisa dimanfaatkan dan menjadi peluang untuk di ekspor ke pasar global. Melihat dari data dan pernyataan ini yang menjadi latar belakang penulis untuk menganalisis dan melihat bagaimana peluang dari industri kreatif fesyen muslim Indonesia melalui pendekatan SMEs participation in GVC sebagai upaya dalam pembangunan ekonomi.
Namun sebelum itu, perlu diketahui bahwa GVC atau dikenal dengan Rantai Nilai Global merupakan sebuah rantai nilai yang sifatnya adalah menghubungkan antara produsen lokal hingga ke tingkat ke pasar global. Pengertian mengenai GVC ini juga disampaikan oleh Kaplinsky & Morris yang mengatakan bahwa GVC merupakan rantai nilai yang dapat menggambarkan mengenai fase dari produksi, pengiriman, hingga kepada tahap akhir ke tangan konsumen. Melalui GVC sendiri dilihat bagaimana adanya peran dari UMKM dalam meningkatkan dan membawa pembangunan ekonomi, di sini dapat menunjukan bahwa pentingnya keselarasan antara UMKM dan bagaimana GVC bisa menjadi sebuah konsep yang dapat membantu UMKM meningkatkan usaha mereka hingga ke tingkat global
Di sinilah melihat bagaimana UKM industri pakaian jadi penting untuk terus digalakan dan ditingkatkan melalui partisipasi Indonesia di GVC. Terkhusus lagi mengenai industri kreatif fesyen muslim yang mana mana fesyen muslim sendiri hingga detik ini semakin di lirik oleh pasar global. Bagaimana besarnya peluang industri kreatif fesyen muslim ini di Indonesia tentu tidak lain karena pentingnya peran dari UKM yang mulai berpartisipasi di GVC. Adapun untuk melihat bagaimana partisipasi dan peluang UKM ini di GVC terhadap industri fesyen dapat dianalisis dengan pendekatan 4 model pilar SMEs participation in GVC. Adapun 4 model SMEs tersebut antara lain access to market, lalu ada juga collaboration and coordination, selain itu juga ada yang namanya access to training, dan terakhir ada yang disebut dengan access to finance.
Jika dilihat dari 4 model pilar di atas, penulis mengamati bahwa UKM industri fesyen muslim di Indonesia sudah cukup mampu memenuhi keempat tersebut. Misalnya dari akses ke pasar, fesyen muslim Indonesia telah memiliki standarisasi dan bahkan dari pemerintah sendiri terus gencar mendorong UKM industri fesyen agar dapat meningkatkan dan menumbuhkan market share Indonesia di pasar global. Bahkan Indonesia juga menyediakan berupa bantuan keuangan dan pelatihan soft skills bagi para pelaku UKM di bidang ini. Adanya bentuk pelatihan maupun akses pasar dan bantuan dana ini menjadi pendukung bagi para pelaku UKM untuk meningkatkan kualitas produk fesyen muslim mereka hingga ke pasar global yang dimana ini juga berpeluang dan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi negara Indonesia itu sendiri nantinya Apalagi mengingat bahwa ekspor industri fesyen nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor tekstil berupa barang setengah jadi seperti kain.
Dikutip dari Kemenperin sendiri mengatakan bahwa dari ekspor industri fesyen khususnya fesyen muslim ini telah membawa pertumbuhan yang positif bagi Indonesia. Hal ini terlihat pada tahun 2018 yang mana Indonesia mengalami peningkatan sebesar 5,4% dari tahun 2018 yaitu totalnya mencapai US$ 13,27 milyar. Apalagi mengingat juga untuk konsumsi fesyen muslim di dunia cukup tinggi yaitu sebesar USD 270 M. Adanya hal ini dapat menjadi peluang dan kesempatan bagi Indonesia untuk menggenjot partisipasi UKM industri kreatif di GVC agar dapat menjadi salah satu negara yang mengekspor fesyen muslim terbesar, sehingga nantinya dapat menjadi penunjang pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia.
Dari inilah terlihat bagaimana partisipasi UKM di dalam GVC melalui industri fesyen muslim ini mempunyai peranan dan peluang dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia bahkan bisa mencegah adanya krisis moneter. Hal ini dibuktikan dengan besarnya pendapatan yang didapat oleh indonesia melalui industri ini. Maka dari itu dari sini dapat terlihat bahwa adanya peranan dari UKM dan GVC ini dapat mendukung argumen bahwa adanya partisipasi di GVC akan mampu menciptakan dan menumbuhkan ekonomi yang baik , tidak terkecuali bagi negara berkembang seperti Indonesia, dan secara tidak langsung maka ini bisa juga meningkatkan ekonomi pembangunan serta mencegah adanya krisis moneter di Indonesia, khususnya pasca pandemic ini.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.