Perubahan Iklim Menjadi Darurat Global di COP26
Info Terkini | 2021-11-15 21:11:28Perubahan Iklim Menjadi Darurat Global di COP26
Beberapa waktu lalu konferensi pemimpin dunia telah menyelenggarakan COP26 di Glasgow, Skotlandia. Perubahan iklim kembali diperbincangkan dan menjadi topik terhangat. Seolah menjadi bom waktu terjadinya kiamat ekologis. Alam yang kian tak ramah mengalami kerusakan yang signifikan dari waktu ke waktu.
Pasalnya pemanasan global efek rumah kaca yang diakibatkan produksi emisi CO2 jaman ini berlebihan. Berimbas pada perubahan iklim global yang mengkhawatirkan. Akan mendatangkan banyak bencana alam. Sehingga pada pertemuan COP26 menarik komitmen semua pihak dan negara dalam rangka menurunkan emisi karbon dan termasuk deforestasi.
1. Penyumbang Emisi Karbon Global
Ternyata penyumbang emisi karbon terbesar adalah pihak yang kaya. Pernyataan ini menurut Naftoke Dabi di Oxfam, dari Institut Lingkungan Stockholm dan Institut Kebijakan Lingkungan Eropa. Dia mengatakan, "Sekelompok kecil elit tampaknya memiliki izin bebas untuk melakukan pencemaran." (bbc.com)
Dilansir dari halaman Tempo, tercatat Negara Cina bertanggungjawab terhadap sepertiga emisi karbon global. Negara ini menghasilkan 9,9 miliar metrik ton emisi karbon dioksida. Di susul Amerika Serikat, India, Rusia, Jepang. Merupakan negara besar yang diisi oleh orang-orang kaya pemegang kekuasaan.
2. Hipokrisi Kapitalis
Pada pertemuan COP26 ini membentuk komitmen dan rencana untuk mengurangi emisi karbon global sehingga mencapai tingkat pemanasan sedekat mungkin dengan 1,50C. Namun beberapa peneliti memprediksi, meskipun dibuat komitmen baru dalam pertemuan ini kenaikan suhu global akan naik 2,7 derajat Celcius pada abad ini. (Kompas.com)
Dan menjadi ironi, banyak negara maju sebagai penggagas kesepakatan ini. Tetapi mereka juga yang menghasilkan banyak kerusakan lingkungan. Termasuk kebebasan di bidang industrinya. Dengan super power mereka mampu menyumbang dana untuk melanggar perjanjian tentang kelestarian lingkungan yang mereka gagas dan buat sendiri.
Sedangkan posisi negara berkembang turut dituntut menurunkan emisi karbon. Sekaligus menjadi korban dampak kerusakan lingkungan. Hanya saja negara berkembang tidak memiliki cukup dana mengikuti jejak negara maju yang bisa dengan mudah untuk menunda tenggat pencapaian emisi zero, menghalangi ekspansi industri negara lain, menawarkan teknologi hijau ataupun menolak penghapusan komitmen sebelumnya.
3. Solusi Penyelamatan Alam
Inilah fakta bahwa negara industri yang menggagas KTT ini adalah penghasil terbesar emisi, membiarkan kaum kaya melontarkan jutaan ton emisi karbon untuk memuaskan nafsu materialistik mereka.
Kehidupan yang dipimpin oleh sistem kapitalis. Segelintir pemilik modal besar dengan power materinya. Menempatkan kepentingan pribadi dengan mengorbankan banyak pihak dan rakyat kecil. Yang hanya mementingkan keuntungan semata.
Padahal mekanisme penyelamatan alam dalam konsep Islam itu menitik beratkan pada kelestarian lingkungan. Sangat berbanding terbalik dengan konsep ide kapitalis yang hanya berujung pada kepentingan segelintir pemilik kekuasaan.
Dalam ide Islam, segala hal yang manusia kerjakan adalah dalam rangka untuk meraih rida-Nya. Sehingga segala perintah dan larangan-Nya menjadi standart manusia membuat keputusan. Sebagai mana Allah mengajarkan kepada umatnya. âDan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanam-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan.â (TQS. Al-Baqarah : 205)
Jika penyebab perubahan iklim telah diketahui akar persoalannya. Sudah sepantasnya rezim mengatasi kerusakan lingkungan dengan tepat tanpa pengecualian. Dengan menjaga kebijakan negara tetap stabil sesuai tuntunan Al-Qurâan dan Sunnah. Tidak memandang siapa yang berkuasa. Namun tetap fokus pada penyelamatan alam. Agar stabilitas kehidupan tetap terjaga demi kesejahteraan bersama.
Wallahu aâlam bish-shawabi
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.