Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Shafa Putri Salsabilla

Menjelaskan & Menganalisis Fraud dalam Manejemen Perusahaan

Info Terkini | Sunday, 14 Nov 2021, 23:01 WIB

Bagaimana jika informasi Akuntansi yang dihasilkan tidak sesuai dengan prosedur akuntansi yang benar atau terkandung kecurangan. Kecurangan terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak didalam maupun luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang secara langsung merugikan orang lain. Secara umum fraud terdiri dari dua golongan, yaitu pengelapan aktiva (misapporopriation) dan kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting). Dalam tulisan ini akan dibahas khusus mengenai kecurangan dalam laporan keuangan (financial statement fraud).

Definisi Fraud

Joel G. Siegel dan Jae K. Shim menyatakan bahwa fraud (kecurangan) merupakan tindakan yang disengaja oleh perorangan atau kesatuan untuk menipu orang lain yang menyebabkan kerugian. Khususnya terjadi misrepresentation (penyajian yang keliru) untuk merusak, atau dengan maksud menahan data bahan yang diperlukan untuk pelaksanaan keputusan yang terdahulu.

Sedangkan oleh G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells (1993:3) menyatakan bahwa Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver ” Kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan denga maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial.

Fraud triangle adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Donald R. Cressey setelah melakukan penelitian untuk tesis doktor-nya pada tahun 1950. Cressey mengemukakan hipotesis mengenai fraud triangle untuk menjelaskan alasan mengapaorang melakukan fraud. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Cressey menemukan bahwa orang melakukan fraud ketika mereka memiliki masalah keuangan yang tidak bisadiselesaikan bersama, tahu dan yakin bahwa masalah tersebut bisa diselesaikan secara diam-diam dengan jabatan/pekerjaan yang mereka miliki dan mengubah pola pikir darikonsep mereka sebagai orang yang dipercayai memegang aset menjadi konsep mereka sebagai pengguna dari aset yang dipercayakan kepada mereka. Cressey juga menambahkan bahwa banyak dari pelanggar kepercayaan ini mengetahui bahwatindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang ilegal, tetapi mereka berusaha memunculkan pemikiran bahwa apa yang mereka lakukan merupakan tindakan yang wajar. Dari penjelasan di atas, Cressey mengungkapkan bahwa ada 3 faktor yang mendukung seseorang melakukan fraud, yaitu masalah keuangan yang harus dirahasiakan (pressure), kesempatan untuk melakukan fraud, dan rasionalisasi dari pelaku. Fraud triangle dapat diibaratkan sebagai fire triangle, dimana pressure dapat dianggap sebagai sumber panas yang dapat menyebabkan api. Akan tetapi, Lister(2007) mengungkapkan bahwa pressure sendiri tidak akan dapat membuat seseorang melakukan fraud, kecuali adanya faktor lainnya berupa opportunity atau peluang untuk melakukan fraud yang diumpamakan sebagai bahan bakar yang membuat api tetap menyala dan rasionalisasi dari tindakan pelanggaran yang dilakukan sebagai oksigennya.

1. Opportunity

Opportunity biasanya muncul sebagai akibat lemahnya pengendalian internal di organisasi tersebut. Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu atau kelompok yang sebelumnya tidak memiliki motif untuk melakukan fraud

2. Pressure

Pressure atau motivasi pada seseorang atau individu akan membuat mereka mencari kesempatan untuk melakukan Fraud, beberapa contoh pressure dapat timbul karena masalah keuangan pribadi, sifat-sifat buruk seperti munculnya sikap suka berfoya-foya dengan sering berbelanja barang-barang mewah, sering ke diskotik, berjudi, terlibat narkoba, dan faktor tidak nyaman dalam keluarga seperti merasa selalu ditekan.

3. Rationalization

Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktivitasnya yang mengandung fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu yang memang merupakan hak nya, bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.

Hubungan Etika Bisnis dan Fraud

Ada hubungan yang erat antara etika bisnis dan fraud . Bahwa segala sesuatu tindakan yang bersifat fraud bisa dikategorikan sebagai pelanggaran etika. Dari definisi di atas dapat kita pahami bahwa fraud merupakan bentuk tindakan kejahatan yang bersifat disengaja, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Bentuk-Bentuk Fraud

Kecurangan pada prinsipnya mempunyai banyak sekali bentuknya. Perkembangan Fraud adalah sejalan dengan semakin banyaknya aktivitas kehidupan. Bahwa tindakan Fraud telah merasuki pada berbagai sektor baik private sector maupun dalam ruang lingkup aktivitas pemerintahan. Untuk mencegah timbulnya kecurangan maka jalan yang terbaik adalah dengan memahami apa dan bagaimana saja bentuk-bentuk kecurangan itu. Sukrisno Agoes mengatakan bahwa kekeliruan dan kecurangan bisa terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu:

1. Intentional error

Kekeliruan bisa disengaja dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri dalam bentuk window dressing (merekayasa laporan keuangan supaya terlihat lebih baik agar lebih mudah mendapat kredit dari bank) dan check kiting (saldo rekening bank ditampilkan lebih besar sehingga rasio lancar terlihat lebih baik).

2. Unintentional error

Kecurangan yang terjadi secara tidak disengaja (kesalahan manusiawi), misalnya salah menjumlah atau penerapan standar akuntansi yang salah karena ketaktahuan.

3. Collusion

Kecurangan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang dengan cara bekerjasama dengan tujuan untuk menguntungkan orang-orang tersebut, biasanya merugikan perusahaan atau pihak ketiga. Misalnya, di suatu perusahaan terjadi kolusi antara bagian pembelian, bagian gudang, bagian keuangan, dan pemasok dalam pembelian bahan atau barang. Kolusi merupakan bentuk kecurangan yang sulit dideteksi, walaupun pengendalian intern perusahaan cukup baik. Salah satu cara pencegahan yang banyak digunakan dilarangnya pegawai yang mempunyai hubungan keluarga (suami-istri, adik-kakak) untuk bekerja di perusahaan yang sama.

4. Intentional misrepresentation

Memberi saran bahwa sesuatu itu benar, padahal itu salah, oleh seseorang yang mengetahui bahwa itu salah.

5. Negligent misrepresentation

Pernyataan bahwa sesuatu itu salah oleh seseorang yang tidak mempunyai dasar yang kuat untuk menyatakan bahwa hal itu benar.

6. False promises

Sesuatu janji yang diberika tanpa keinginan untuk memenuhi janji tersebut.

7. Employe Fraud

Kecurangan yang dilakukan pegawai untuk menguntungkan dirinya sendiri. Hal ini banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari offie boy yang memainkan bon pembelian makanan sampai pegawai yang memasukkan pengeluaran pribadi untuk keluarganya sebagai biaya perusahaan.

8. Management Fraud

Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen sehingga merugikan pihak lain, termasuk pemerintah. Misalnya manipulasi pajak, manipulasi kredit bank, kontraktor yang menggunakan cost plus fee.

9. Organized crime

Kejahatan yang terorganisasi, misalnya pemalsuan kartu kredit, pengiriman barang melebihi atau kurang dari yang seharusnya di mana si pelaksana akan mendapat bagian 10%.

10. Computer crime

Kejahatan dengan memanfaatkan teknologi komputer, sehingga si pelaku bisa mentransfer dana dari rekening orang lain ke rekeningnya sendiri.

11. White collar crime

Kejahatan yang dilakukan orang-orang berdasi (kalangan atas), misalnya mafia tanah, paksaan secara halus untuk merger, dan lain-lain.

Bagi seorang auditor dalam melaksanaakan tugas yang dibebankan kepadanya maka tentunya ia akan mengikuti beberapa prosedur dan langkah-langkah yang dapat membuat kerjanya itu berlangsung secara sistematis. Lebih jauh Arens & Loebbecke menambahkan bahwa auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten.

Suatu kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan dari hasil suatu proses akuntansi yaitu dilihat dari:

a. Pertama: peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif;

b. Kedua: anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen; dan

c. Ketiga: prinsip akuntansi yang diterima umum di Indonesia.

Secara umum dapat kita pahami bahwa suatu perusahaan mempunyai ciri berbeda dalam menerapkan setiap konsep manajemen yang ia miliki. Hal ini bisa terjadi karena faktor dimana setiap perusahaan memperkerjakan individu yang berlainan latar belakangnya, mulai dari latar belakang pendidikan (education), budaya (culture), agama (religion), sosial (social), paham politik (ism of politic), dan lain sebagainya.

Penyebab Terjadinya Kecurangan (Fraud)

Penyebab Terjadinya Kecurangan menurut J.S.R. Venables dan KW Impley mengemukakan kecurangan terjadi karena :

1. Penyebab Utama

a. Penyembunyian (concealment), kesempatan tidak terdeteksi. Pelaku perlu menilai kemungkinan dari deteksi dan hukuman sebagai akibatnya.

b. Kesempatan/Peluang (Opportunity), pelaku perlu berada pada tempat yang tpat, waktu yang tepat agar mendapatkan keuntungan atas kelemahan khusus dalam system dan juga menghindari deteksi.

c. Motivasi (Motivation), Pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas demikian, suatu kebutuhan pribadi seperti ketamakan/kerakusan dan motivator yang lain.

d. Daya tarik (Attraction), Sasaran dari kecurangan yang dipertimbangkan perlu menarik bagi pelaku.

e. Keberhasilan (Success), Pelaku perlu menilai peluang berhasil, yang dapat diukur baik menghindari penuntutan atau deteksi.

2. Penyebab Sekunder

a. Hubungan antar pemberi kerja/pekerja yang jelek, Yaitu saling kepercayaan dan penghargaan telah gagal. Pelaku dapat mengemukakan alasan bahwa kecurangan hanya menjadi kewajibannya.

b. Pembalasan dendam (Revenge), Ketidaksukaan yang hebat terhadap organisasi dapat mengakibatkan pelaku berusaha merugikan organisasi tersebut.

c. Tantangan (Challenge), Karyawan yang bosan dengan lingkungan kerja mereka dapat mencari stimulasi dengan berusaha untuk “memukul sistem”, sehingga mendapatkan suatu arti pencapaian (a sense of achievement), atau pembebasan frustasi (relief of frustation) 2.3 Tanda-Tanda Peringatan Untuk Kecurangan Meskipun pada suatu kesempatan pemeriksa intern melakukan penugaan langsung dalam penyelidikan kecurangan yang dicurigai atau aktual, bagian yang lebih besar dari usahanya yang berorientasi kecurangan merupakan suatu bagian yang integral dari penugasan audit yang lebih luas. Usaha yng berorientasi pada kecurangan ini dapat dalam bentuk prosedur khusus, termasuk dalam program audit yang lebih luas. Usaha yang berorientasi kecurangan tersebut dapat termasuk seluruh dari kesiapsiagaan umum dari pemeriksa intern ketika ia melaksanakan seluruh bagian dari penugasan audit ini. Kesiapsiagaan ini termasuk berbagai area, kondisi dan pengembangan yang memberikan tanda-tanda peringatan. 2.4 Area – Area yang Sensitif Pemeriksaan intern khususnya harus waspada terhadap area yang sensitive untuk penelaahan yang dalam.

Klasifikasi Kecurangan

Ditinjau dari sisi pelaku, kecurangan dapat dilakukan oleh orang dalam maupun luar organisasi. Pelaku kecurangan dalam organisasi dapat melibatkan manajemen, karyawan, atau dari pihak dalam yang bekerjasama dengan pihak luar organisasi.

Terlepas dari pelaku kecurangan, tindakan kecurangan secara umum mencakup berbagai tindakan dan perbuatan, antara lain :

1.Ketidakjujuran

2. Penyembunyian

3. Penggelapan

4. Penyalahgunaan wewenang dan jabatan

5. Penyelewengan

6. Pencurian

7. Perilaku yang tidak baik

1. Kecurangan Perusahaan (corporate fraud)

Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan secara umum berkaitan dengan kebijakan dan kinerja perusahaan. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan dapat berbentuk pemberian informasi yang tidak wajar baik itu pada laporan keuangan, produksi dan kondisi non produksi kepada kreditor, investor, petugas pajak, konsumen maupun akuntan publik.

Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan memiliki tujuan berbeda-beda, antara lain :

a. Pada umumnya kecurangan pada kreditor dan investor berkaitan dengan nilai laba yang dibuat tinggi dengan tujuan menunjukan prestasi atau bonus dari kinerja yang baik.

b. Kecurangan yang ditujukan pada petugas pajak bertujuan menunjukan ketidak mampuan atau penghindaran pajak.

c. Sedangkan kecurangan yang ditujukan pada akuntan publik bertujuan untuk mendapat opini yang baik atas laporan keuangan.

d. Tindakan curang perusahaan yang ditujukan pada konsumen dan masyarakat pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan penjualan, market share, brand image dimata masyarakat.

Kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan sering mengaitkan antara jabatan, pekerjaan dan organisasi, hal ini sering disebut“white collar crime”, karena tindakan kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan didukung oleh norma sosial yang ada dan pihak-pihak tertentu yang mendukung tindakan illegal perusahaan. Secara umum“white collar crime” akan menimbulkan kerusakan struktur susunan sosial dan kerugian ekonomis yang saling terkait.

2. Kecurangan Struktural

Kecurangan struktural ini merupakan tindakan curang yang dilakukan oleh pejabat- pejabat struktural yang ada dalam suatu organisasi perusahaan. Tindakan curang yang dilakukan oleh para pejabat struktural pada umumnya berbentuk :

a. Perintah yang tidak jelas.

b. Manipulasi anggaran seperti target pendapatan yang ditetapkan lebih rendah dari potensi dan target biaya yang terlalu tinggi dari semestinya.

c. Penyalahgunaan wewenang atas kekuasaan.

d. Mengubah laporan tanpa pertimbangan diskusi.

e. Memberikan laporan tanpa substansi yang jelas.

Tujuan dari tindakan curang yang dilakukan oleh pejabat struktural berbeda- beda antara lain :

a. Kecurangan dengan perintah tidak jelas bertujuan menghindar dari tanggungjawab yang sesungguhnya dan melimpahkannya pada pihak lain terutama bawahan.

b. Kecurangan melalui manipulasi anggaran bertujuan untuk mempertahankan posisi karena dianggap mampu mencapai target.

c. Kecurangan melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan bertujuan untuk memperkaya diri sendiri dan menutupi kelemahan atas kemampuan yang dimiliki.

d. Mengubah laporan dan laporan tanpa substansi memiliki tujuan yang sama dengan kecurangan anggaran, hal ini dilakukan untuk mempertahankan diri dan posisi supaya dianggap mampu.

3. Kecurangan Karyawan employement fraud)

Tindakan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan berupa ketidakjujuran, manipulasi, pencurian. Kecurangan itu pada umumnya melibatkan aktivitas perpindahan kekayaan seperti pengelapan atau pencurian, mark-up pembelian, mark-up biaya operasional, pengeluaran fiktif, penggelapan penerimaan, pencairan cek pembayaran ke pemasok yang dibawa, pemalsuan dokumen, penjualan yang tidak dicatat, pemakaian uang penjualan baik yang dibayarkan tunai maupun melalui cek (kitting).

4. Kecurangan Pihak Luar (external fraud)

Hal ini merupakan kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak diluar perusahan namun memiliki kepentingan dengan pihak perusahaan, pihak-pihak tersebut antara lain supplier, debitur, kontraktor. Supplier kecurangan yang dilakukan berupa kecurangan pada saat pengiriman barang yang tidak sesuai dengan perjanjian jual-beli, seperti : kualitas barang berbeda, jumlah tidak sesuai, pengiriman tidak tepat waktu, penagihan berulang-ulang yang dilakukan pada transaksi sama. Sedangkan oleh debitur sebagai penerima piutang pada umumnya melakukan penggelapan barang, pembayaran piutang tidak sesuai perjanjian.

Kecurangan yang dilakukan oleh kontraktor pada umumnya dilakukan dalam bentuk pengurangan kualitas pekerjaan, wan-prestrasi kontrak, jangka waktu penyelesaian tidak sesuai perjanjian, denda tidak dibayar.

5. Kecurangan Kolusi Luar dan Dalam Organisiasi

Kecurangan dalam bentuk ini berawal dari persekongkolan atau kolusi negatif dari dua sisi, yaitu perusahaan dan pihak terkait dengan perusahaan, sebagai contoh perusahaan dengan bagian kredit perbankan, dimana keduanya saling menjanjikan, perusahaan menjanjikan imbalan sedangkan pihak kredit perbankan menetapkan imbalan untuk pencairan kredit karena kurangnya administrasi sehingga berakibat kredit macet.

Kecurangan kolusi dapat dikelompokan menjadi bonafide conspiracy dan pseudeo conspiracy. Bonafide conspiracy terjadi dimana kedua belah pihak sadar jika terjadi kecurangan, sedangkan pseudeo conspiracy ada pihak-pihak yang tidak tahu jika terjadi kecurangan.

Kecurangan jika dilihat dari sisi korban perlu dilihat tujuannya yaitu : apakah mengakibatkan kerugian organisasi, atau sebaliknya mengakibatkan kerugian pihak lain tapi mengguntungkan pihak organisasi.

6. Kecurangan Terhadap Organisasi

Kecurangan terhadap organisasi ini dapat dilakukan oleh pihak dari dalam maupun dari luar organisasi. Kecurangan yang sering dilakukan terhadap organisasi misalnya melakukan penambahan karyawan fiktif, sehingga mengakibatkan manipulasi upah, penagihan terhadap persediaan yang rusak dan usang, kecurangan oleh supplier, pabrik, kontraktor berupa pemberian barang pesanan tidak sesuai kualitas, jumlah sedikit, penggantian spesifikasi barang tidak sesuai dengan perjanjian, penagihan berulang-ulang.

7. Kecurangan untuk Kepentingan Organisasi

Kecurangan yang dilakukan oleh organisasi seperti perusahaan pada umumnya dilakukan terhadap investor, kreditor dan pemerintah. Pada sisi investor perusahaan cenderung melakukan manipulasi terhadap kinerja penjualan dengan cara meninggikan penjualan dan merendahkan biaya, sehingga dapat menciptakan keuntungan dengan tujuan bonus. Sedangkan pada sisi kreditor dapat menunjukan kemampuan perusahaan menyelesaikan segala kewajibannya.

Pada sisi pemerintah terutama fiskus, kecurangan yang dilakukan perusahaan cenderung pada tindakan merendahkan penjualan dan meninggikan biaya dengan tujuan rugi untuk penghindaran pajak. Perusahaan juga tidak jarang berbuat curang terhadap konsumen dengan cara mengganti bahan baku dengan kualitas yang lebih rendah dan juga dengan timbangan yang tidak wajar dan tidak standar.

Klasifikasi kecurangan yang lain bisa berupa kecurangan dari sisi akibat hukum yang ditimbulkan, dari sisi pencatatan, frekwensi, keunikan. Pada sisi hukum yang ditimbulkan kecurangan dapat berupa tindakan kriminal, melawan hukum dan pelanggaran hukum.

Sedangkan pada sisi pencatatan umumnya kecurangan dilakukan dalam bentuk pencurian aset yang tampak melalui duplikasi pembukuan (fraud open on the books), pencurian aset tak terlihat dengan cara menyembunyikan diantara catatan akuntansi yang baik (fraud hidden on the books), pencurian piutang dagang yang telah dihapuskan (fraud off-books).

Pada sisi frekwensi, kecurangan dikelompokan menjadi kecurangan berulang (repeating fraud) dan tidak berulang (non-repeating fraud ). Kecurangan berulang merupakan yang terjadi mengikuti transaksi-transaksi yang berulang secara otomatis, dan akan berhenti jika ada perintah penghentian transaksi. Sedangkan kecurangan tidak berulang merupakan kecurangan bersifat tunggal dan dilakukan oleh orang yang berbeda.

Dari sisi keunikan, kecurangan dapat dikelompokan dalam kecurangan umum (garden varieties of fraud) dan kecurangan khusus specialized fraud). Kecurangan umum dapat dilakukan oleh setiap orang dengan tujuan dan kepentingan berbeda-beda namun bersifat umum dalam kegiatan bisnis, seperti : harga yang tidak sesuai, barang yang dikirim tidak sesuai perjanjian, pembayaran kontak yang diminta berulang-ulang. Sedangkan kecurangan khusus hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang bekerja pada perusahaan jenis tertentu, seperti : bank, asuransi, pialang.

Kasus Kecurangan (Fraud)

1. WorldCom

Perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Amerika Serikat, mengakui telah Melakukan skandal akuntansi yang menyebabkan perdagangan sahamnya di bursa NASDAQ terhenti. Beberapa minggu kemudian, WorldCom menyatakan diri bangkrut. Perusahaan telah memberi gambaran yang salah tentang kinerja perusahaan dengan cara memalsukan milyaran bisnis rutin sebagai belanja modal, sehingga labanya overstated sebesar $11 milyar pada awal 2002. Perusahaan juga meminjamkan uang lebih dari $400 juta kepada Chief Executive Officer (CEO)-nya waktu, Bernard Ebbers, untuk menutupi kerugian perdagangan pribadinya. Ironisnya meski di dakwa telah melakukan pemalsuan, konspirasi dan laporan keuangan yang salah, mantan CEO WorldCom tersebut mengaku tidak bersalah (Mehta, 2003; Klayman, 2004; Reuters, 2004).

2. Enron Corp

Perusahaan terbesar ke tujuh di AS yang bergerak di bidang industri energi, para manajernya memanipulasi angka yang menjadi dasar untuk memperoleh kompensasi moneter yang besar. Praktik kecurangan yang dilakukan antara lain yaitu di Divisi Pelayanan Energi, para eksekutif melebih-lebihkan nilai kontrak yang dihasilkan dari estimasi internal. Pada proyek perdagangan luar negerinya misal di India dan Brasil, para eksekutif membukukan laba yang mencurigakan. Strategi yang salah, investasi yang buruk dan pengendalian keuangan yang lemah menimbulkan ketimpangan neraca yang sangat besar dan harga saham yang dilebih-lebihkan. Akibatnya ribuan orang kehilangan pekerjaan dan kerugian pasar milyaran dollar pada nilai pasar (Schwartz, 2001; Mclean, 2001). Kasus ini diperparah dengan praktik akuntansi yang meragukan dan tidak independennya audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen terhadap Enron. Arthur Anderson, yang sebelumnya merupakan salah satu “The big six” tidak hanya melakukan memanipulasi laporan keuangan Enron tetapi juga telah melakukan tindakan yang tidak etis dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Independensi sebagai auditor terpengaruh dengan banyaknya mantan pejabat dan senior KAP Arthur Andersen yang bekerja dalam department akuntansi Enron Corp. Baik Enron maupun Anderson, dua raksasa industri di bidangnya, sama-sama kolaps dan menorehkan sejarah kelam dalam praktik akuntansi.

3. Indonesia

Kasus skandal akuntansi bukanlah hal yang baru. Salah satu kasus yang ramai diberitakan adalah keterlibatan 10 KAP di Indonesia dalam praktik kecurangan Keuangan. KAP-KAP tersebut ditunjuk untuk mengaudit 37 bank sebelum terjadinya krisis keuangan pada tahun 1997. Hasil audit mengungkapkan bahwa laporan Keuangan bank-bank tersebut sehat. Saat krisis menerpa Indonesia, bank-bank tersebut kolaps karena kinerja keuangannya sangat buruk. Ternyata baru terungkap dalam investigasi yang dilakukan pemerintah bahwa KAP-KAP tersebut terlibat dalam praktik kecurangan akuntansi. 10 KAP yang dituduh melakukan praktik kecurangan akuntansi adalah Hans Tuanakotta and Mustofa (Deloitte Touche Tohmatsu's affiliate), Johan Malonda and Partners (NEXIA International's affiliate), Hendrawinata and Partners (Grant Thornton International's affiliate), Prasetyo Utomo and Partners (Arthur Andersen's affiliate), RB Tanubrata and Partners, Salaki and Salaki, Andi Iskandar and Partners, Hadi Sutanto (menyatakan tidak bersalah), S. Darmawan and Partners, Robert Yogi and Partners. Pemerintah pada waktu itu hanya melakukan teguran tetapi tidak ada sanksi. Satu-satunya badan yang berhak untuk menjatuhkan sanksi adalah BP2AP (Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik) yaitu lembaga non pemerintah yang dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesa (IAI). Setelah melalui investigasi BP2AP menjatuhkan sanksi terhadap KAP-KAP tersebut, akan tetapi sanksi yang dijatuhkan terlalu ringan yaitu BP2AP hanya melarang 3 KAP melakukan audit terhadap klien dari bank-bank sementara 7 KAP yang lainnya bebas (Suryana, 2002).

Kesimpulan

Secara umum, fraud adalah sebuah istilah umum dan luas, serta mencakup semua bentuk kelicikan/tipu daya manusia, yang dipaksakan oleh satu orang untuk mendapatkan keuntungan lebih dari yang lain dengan memberikan keterangan-keterangan palsu dan telah dimanipulasi. Tidak ada ketentuan dan keharusan untuk menyeragamkan definisi dari Fraud itu sendiri. Fraud juga mengandung pengertian sebagai kejutan, tipuan, kelicikan, dan cara-cara yang tidak sah terhadap pihak yang ditipu. Batasan pendefinisian Fraud adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ketidakjujuran manusia.

Mengendalikan suasana kerja yang baik adalah merupakan tanggung jawab pimpinan disertai kerjasama dengan anggota organisasi tersebut, lingkungan pengendalian merupakan salah satu unsur yang harus diciptakan dan dipelihara agar timbul perilaku positif dan kondusif untuk penerapan sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerja, melalui beberapa cara yaitu penegakan integritas dan etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat, penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif dan hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.

Bagaimana cara mengatasi Fraud adalah tugas bersama dari suatu organisasi pemerintahan dan sistem pengawasan internalnya. Pengenalan akan kecurangan dan dampaknya menjadi hal yang penting untuk diketahui seluruh staf pegawai hingga manajemen puncak.

Saran

Alangkah baiknya manusia dapat mengontrol diri dan mempunyai bekal keimanan yang kuat sehingga tindakan pelanggaran atau Fraud yang dapat menimbulkan kerugian bagi suatu organisasi/perusahaan tidak terjadi. Selain itu pihak perusahaan juga sebaiknya memberikan kesejahteraan yang cukup kepada para karyawan, menerapkan peraturan-peraturan yang disepakati oleh para anggota sehingga tindakan para anggota organisasi/perusahaan dapat terarah dengan baik, serta pihak perusahaan tidak memberikan peluang kepada para anggota untuk melakukan tindakan pelanggaran/ Fraud serta pihak organisasi/perusahaan untuk berlaku tegas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image