Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hamdani

Rentenir Masih Menghantui Pedagang Ikan Skala Kecil di Pasar Al-Mahira

Bisnis | 2021-11-12 15:11:11
Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali menyampaikan sambutannya pada Sidang Paripurna-VI Tahun 2021. (Foto Ist)

Banda Aceh - Puluhan pedagang ikan skala kecil di pasar Al-Mahira ditengarai terjerat dengan aksi rentenir yang "membantu" modal usaha. Padahal industri keuangan modern sudah berkembang pesat, namun praktik pinjaman ala feodalisme masih "membudaya" di tengah-tengah masyarakat kelas bawah tanpa mampu mereka melawannya.

Beberapa hari lalu, saat saya melakukan pendataan usaha perdagangan ikan di pasar Al-Mahira Lamdingin Banda Aceh, para pedagang yang tergolong pedagang kecil mengeluhkan sulitnya mendapatkan modal usaha lunak seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sehingga mereka mengaku terpaksa menerima "bantuan" dari rentenir.

Para pedagang kecil yang berjumlah sekitar 50-an lapak itupun mengisahkan bagaimana akhir dari meminjam uang dari lintah darat, kebanyakan diantara mereka terpaksa berhenti berdagang gegara tagihan tidak cukup untuk menutupi hutang yang setiap hari didatangi oleh rentenir pemberi utang.

Dari mereka saya mendapatkan informasi, rentenir yang bermain di pasar ikan itu berasal dari Medan Sumatera Utara. Rentenir perempuan yang mereka sebut bank inang-inang, menawarkan jasa dengan proses mudah dan cepat.Sistem operasi mereka dengan mendekati pedagang secara person to person.

Dengan sedikit layanan yang memudahkan, si pedagang pun termakan dengan rayuan rentenir. Apalagi jika si peminjam pun dalam keadaan terdesak butuh uang cepat. Transaksi pun bisa berlangsung dalam hitungan jam.

Informan saya juga memberitahukan besaran rata-rata jumlah yang dipinjamkan. Paling sedikit, katanya, Rp500 ribu hingga paling tinggi Rp2 juta, dan dari jumlah tersebut, peminjman tinggal mencicil pokok plus bunga yang tidak jelas besarannya setiap hari.

Menurut hemat rekan-rekan sesama pedagang ikan yang ada di pasar semi modern tersebut, saat meminjam memang sangat mudah dan cepat, berbeda dengan prosedur kalau meminjam dari bank (menurut mereka bank berbelit-belit).

Baca Juga Artikel Menarik Lainnya : Mencermati Situasi Aceh, 400 Ulama Bertemu dan Hasilkan Sepuluh Rekomendasi

Akan tetapi lama-kelamaan setelah berjalan, pedagang pun mulai merasakan tidak enaknya terjerat rentenir.

Seorang pedagang ikan bermodal kecil yang hijrah dari kampung halaman untuk merubah nasib, dan merantau ke kota, ia idak mau disebutkan namanya menceritakan pahitnya berurusan dengan rentenir yang tidak ambil peduli, meski penjualan sedang seret.

Kata sang Narasumber, ia terpaksa menjual semua perabotan rumahnya demi untuk bisa mencicil utang ke sang rentenir yang datang menagih setiap hari.Hingga semua barang miliknya tidak tersisa dirumahnya, sampai rumah tangganya pun hancur akibat tidak sepaham dengan istri.

Tidak cukup sampai disitu, lalu usaha yang sudah lama digelutinya pun harus rela ditinggalkan karena malu ditagih utang oleh rentenir.

Ini adalah contoh kasus buruknya nasib usaha akibat terlibat pinjaman dari rentenir. Bukannya berkembang malah ambruk, hancur lebur tanpa bekas.

Lantas jika hal ini sudah terjadi, maka yang tersisa hanyalah penyesalan yang tiada arti.

Baca Juga Artikel Lainnya : Rezeki Jangan Hanya Buru Banyaknya, tapi Juga Berkahnya

Itulah sebabnya, ketika Tenaga Pendamping Usaha (TPU) Kementerian Kelautan dan Perikanan datang mendata mereka dan mensosialisasikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bagi hasil yang lebih menguntungkan, mereka seperti mendapatkan sebuah harapan baru.

Pedagang ikan skala kecil di pasar Al-Mahira tersebut menyambut positif, bahkan diantaranya langsung ingin menyiapkan berkas untuk mengurus Kredit usaha. Mereka meminta TPU untuk membantu memfasilitasi kebutuhan modal kerja usaha ke bank agar proses administrasi ada yang membantu.

Begitulah penga, saya di hari ini, semoga siapapun yang membaca, terutama pihak berkompeten dapat merespon kondisi ini dengan program dan kebijakan yang tepat sasaran.

Mereka menanti uluran tangan pemerintah lokal agar mendapatkan pemberdayaan usaha.

Selama ini mereka tidak pernah menerima bantuan apapun, padahal telinga mereka setiap hari mendengar ada ratusan milyar dana bantuan yang dikucurkan oleh pemerintah. Namun hingga detik ini tidak satu rupiah pun mengalir ke mereka.

Saya ikut miris mendengar cerita yang seperti ini. Seakan Pemerintah tidak hadir dengan wajah keadilan.

Tapi sekali lagi, buat mereka yang terpenting masih bisa berdagang setiap hari untuk mencari nafkah, itu sudah lebih dari cukup. Itulah kesyukuran pedagang ikan kecil di Pasar Al-Mahira. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image