Singa VS Kijang: Dalam Perspektif Pendidikan
Eduaksi | 2021-11-11 21:37:36"Kalau disuruh memilih, Anda memilih jadi singa atau kijang?" tanya seorang narasumber pada sebuah forum diskusi.
Para audien tentu saja memilih dengan berbagai alasan mereka masing-masing. Aku pribadi memilih singa.
Tanya alasannya kenapa?
Karena singa adalah raja hutan identik dengan keberanian dan kekuatan, singa itu pemimpin, terlihat berwibawa dan disegani.
Kijang sangat identik dengan hewan yang cerdik, lincah, dan otot kaki yang kuat untuk berlari, hewan yang sangat cantik.
Singa dan Kijang sama-sama hidup di alam liar. Mereka juga sama-sama bangun pagi-pagi sekali. Namun dengan alasan yang berbeda. Singa bangun pagi hari untuk mencari mangsa yang bisa dimakan. Sementara kijang harus bangun pagi-pagi sekali agar tak jadi santapan singa. Kijang harus memulai berlari lebih dulu, karena kecepatan lari kijang tak secepat lari singa sang raja hutan.
Ternyata dalam dunia pendidikan kita tidak bisa memilih salah satu saja. Misalnya, jika kita hanya memilih menjadi singa yang identik dengan penguasa yang memaksakan kehendak. Itu sama halnya dengan kita memaksakan kehendak kepada siswa. Di mana kita ketahui tentu saja kita tidak bisa memaksakan kehendak kepada siswa yang notabene merupakan individu yang berbeda. Sementara itu, jika kita hanya memilih menjadi kijang saja, maka akan terkesan lembek dan akan kurang dihargai. Jadi dapat disimpulkan bahwa antara singa dan kijang harus dikombinasikan agar tujuan pendidikan tercapai.
Itulah sekilas hasil diskusi dengan narasumber yang sayang sekali hanya berbicara selama sekitar 20 menit saja. Padahal jika narasumber tersebut berbicara selama dua jam, saya pasti tidak akan mengantuk karena pembawaan dan penyampaiannya yang menyenangkan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.