Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Erik Kurniawan, S.Sos, M.Pd

Menjadi Pahlawan bagi Sesama

Guru Menulis | 2021-11-11 17:11:00

Pagi itu di Surabaya tepatnya tanggal 10 November 1945, tentara Sekutu yang diboncengi NICA melancarkan serangan besar-besaran dan sangat dahsyat. Pengerahan 30 ribu pasukan, 50 pesawat terbang dan sejumlah kapal perang digunakan untuk menggempur Surabaya dari darat, laut, dan udara.

Walaupun perjuangan melawan penjajah juga terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia, namun pertempuran di Surabaya memiliki nilai sejarah yang berbeda. Pertempuran 10 November di Surabaya merupakan pertempuran dengan skala besar, baik dari jumlah orang yang terlibat dalam pertempuran, jumlah korban yang meninggal, dan juga peralatan tempur khususnya yang digunakan oleh sekutu.

Dalam peristiwa tersebut muncul tokoh yang familier yaitu Bung Tomo. Namun dibalik itu selain Bung Tomo seyogyanya ada dua tokoh penting perang 10 November yaitu Gubernur Suryo dan Mayjen TNI (Purn) Prof. DR. Moestopo. Tanpa mengesampingkan pejuang yang lainnya, tiga tokoh ini memilik andil besar dalam peristiwa-peristiwa bersejarah di Surabaya dalam masa kemerdekaan. Mereka memiliki latar belakang dan keahlian yang berbeda namun satu sama lain saling melengkapi.

Suryo adalah gubernur pertama yang diangkat pada 18 Agustus 1945 lalu dilantik pada 5 September 1945 dan baru melaksanakan tugas sebagai gubernur tanggal 12 Oktober 1945. Beliau adalah birokrat yang ahli.

Sementara Mayjen TNI (Purn) Prof. DR. Moestopo merupakan dokter gigi yang menjadi ketua BKR (Badan Keamana Rakyat/cikal bakal TNI) Jawa Timur dan mengangkat dirinya sebagai Menteri Pertahanan ad intern (atas nama Pemerintah Jaksa Agung Mr. Gatot Mangkupraja mengakui Moestopo sebagai Menteri Pertahanan). Sedangkan Sutomo/Bung Tomo adalah pemuda yang aktif di dunia kewartawanan/jurnalistik serta pendiri sekaligus ketua BPRI (Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia) dan juga bagian dari BKR.

Tiga tokoh tersebut mewakili disiplin keahlian yang berbeda. Suryo yang ahli birokrasi, Moestopo sang dokter gigi dan militer, sedangkan Bung Tomo adalah wartawan yang menjadi orator ulung dan merupakan jebolan kepanduan/pramuka. Keahlian dan kemampuan berbeda yang dimilikinya merupakan sumber potensi kekuatan dalam mempertahankan kemerdekaan. Ketiga tokoh tersebut sekarang sudah menjadi pahlawan nasional tidak salahnya kalau kita meneladani nilai-nilai perjuangan ke tiga tokoh tersebut.

Sebagai generasi penerus bangsa, kita memiliki kewajiban untuk mengisi kemerdekaan. Nilai perjuangan ke tiga tokoh tersebut di atas mengilhami kita bahwa apapun kemampuan yang kita miliki apabila digunakan seraca maksimal dan terarah sesungguhnya akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa.

Dalam proses pembelajaran kepada peserta didik mengenai Citizenship Transmission Tradition, Woolover dan Scott (1988) menjelaskan bahwa nilai-nilai tertentu yang dipandang sebagai â nilai-nilai yang baikâ ditanamkan dalam upaya untuk mengajari siswa menjadi warga negara yang baik. Penanaman nilai tersebut biasanya menggunakan pendekatan indoktrinasi atau inkulkasi.

Namun hal yang membuat miris adalah keteladan para pejuang dikalahkan dengan public figure zaman sekarang. Nilai perjuangan melalui proses jerih payah dan rentan waktu lama sering kali tergerus dengan virus-virus acara televisi, chanel Youtube dan media sosial yang memiliki acara tak mendidik. Generasi muda disuguhi tonton tanpa tuntunan. Beberapa acara televisi, chanel Youtube dan media sosial sering menggiring opini kepada generasi muda dimana kesuksesan dan keberhasilan dilakukan dengan cara instan tanpa jerih payah perjuangan.

Penanaman nilai perjuangan kepada generasi penerus merupakan tugas semua pihak. Semua pranata sosial baiknya memiliki rasa ikut serta dalam sosialisasi nilai-nilai kepahlawanan. Selain itu, penanaman nilai perjuangan hendaknya dilakukan kepada semua lapisan masyarakat tidak memandang profesi, umur, latar belakang dan lainnya. Baik itu pendidik maupun peserta didik, pemimpin maupun yang dipimpin, baik rakyat maupun wakil rakyat.

Potensi yang dimiliki seseorang apabila dioptimalkan dengan dibarengi semangat menggelora sehingga menghasilkan manfaat besar untuk masyarakat, dimana melebihi tugas yang diembannya merupakan nilai-nilai pahlawan. Sehingga setiap orang memiliki potensi untuk menjadi pahlawan bagi sesamanya. Guru akan menjadi pahlawan bagi murid-muridnya. Dokter akan menjadi pahlawan bagi pasiennya. Pejabat akan menjadi pahlawan bagi rakyatnya apabila mampu menghadirkan kesejahteraan. Ayah menjadi pahlawan bagi istri dan anak.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image