Memurnikan Kembali Kehidupan, Kunci Meraih Ketentraman Hidup
Agama | 2021-11-10 05:08:59Kemajuan teknologi membuat kehidupan kita bergulir serba cepat. Kehidupan yang kita jalani seolah-olah tak berjarak lagi. Komunikasi dan transportasi semakin mudah. Demikian pula dalam hal yang lainnya bisa diperoleh serba instan.
Makanan yang kita konsumsi dengan cepat dapat kita nikmati dengan beragam rasa dan olahan. Karenanya, pola hidup instan sebagai imbas dari kemajuan teknologi tak dapat lagi dipungkiri, termasuk dalam hal pola mengkonsumsi makanan. Sayangnya, kita sering tak sadar akan imbas dari pola hidup serba instan tersebut.
Seiring dengan bertambahnya usia dan beragam makanan instan yang kita konsumsi, tingkat kandungan racun dalam tubuh kita semakin bertambah. Beragam makanan yang kita konsumsi, selain memberikan kandungan gizi, juga menyisakan racun dalam tubuh, terlebih-lebih jika makanan yang kita konsumsi tersebut mengandung berbagai bahan pengawet dan perasa kimiawi.
Selain makanan, faktor lingkungan seperti kebersihan udara yang kita hirup pun telah memberikan sumbangan terhadap semakin menumpuknya racun dalam tubuh. Setiap hari, kita menghirup udara yang sudah tercemar dengan berbagai polusi, terutama polusi dari asap kendaraan dan mesin pabrik.
Air sebagai kebutuhan pokok pun tak terlepas dari campuran bahan kimia. Penjernih air kimiawi meskipun dinyatakan aman untuk kesehatan, lama kelamaan akan menimbulkan efek samping terhadap kesehatan tubuh. Demikian pula halnya dengan sisa-sisa pestisida yang menempel pada buah-buahan dan sayuran yang kita konsumsi, lama kelamaan akan mengotori sebagian anggota tubuh. Dampak utamanya, kesehatan tubuh menjadi terganggu.
Untuk menjadikan tubuh kita sehat, kita sangat dianjurkan untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Aktivitas olah raga yang menguras keringat, berjemur di pagi hari merupakan cara terbaik untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Proses pengeluaran racun dari dalam tubuh dikenal dengan istilah detoksifikasi.
Kini seiring dengan kesadaran masayarakat akan kesehatan, banyak program detoksifikasi yang digandrungi masyarakat seperti aerobik, bersepeda, fitness, yoga, program diet sehat, dan beragam program lainnya yang berhubungan pembersihan racun dari dalam tubuh. Melaksanakan puasa pun kini diakui sebagai aktivitas yang dapat menguras racun dari dalam tubuh. Meskipun konsep dan tujuannya berbeda dengan puasa dalam ajaran Islam, kini banyak nonmuslim yang rajin melaksanakan puasa demi kesehatan.
Dalam konsep Islam, puasa merupakan ibadah wajib jika dilaksanakan pada bulan Ramadhan atau karena memenuhi nazar. Sedangkan di luar bulan Ramadhan hukumnya sunat. Detoksifikasi, kesehatan tubuh, dan jiwa merupakan salah satu hikmah dari ibadah puasa yang kita laksanakan.
Sebenarnya, detoksifikasi yang harus kita lakukan bukan saja mengeluarkan racun yang mengotori anggota tubuh lahiriyah saja, tetapi kita pun harus melakukan pembersihan racun dari otak dan hati kita. Seiring dengan semakin bertambahnya pergaulan dan perkembangan teknologi, setiap hari otak dan hati kita diracuni berbagai informasi.
Informasi-informasi negatif seperti mendengarkan atau membaca postingan gujingan, gossip, ghibah baik yang dilakukan secara langsung maupun melalui media massa cetak dan elektronik hampir setiap saat meracuni otak dan hati. Siaran televisi nonstop dan kehadiran internet memudahkan kita untuk menkonsumsi informasi-informasi negatif disamping informasi positif.
Kehadiran media sosial menambah rentetan panjang terhadap tumpukan racun dalam otak. Bukti nyata yang terasa dari racun yang sering muncul dari media sosial adalah ujaran kebencian, menghina, dan berburuk sangka kepada orang lain. Depresi, tidak percaya diri, merasa kesepian jika tidak menggunakan atau melihat media sosial, merasa tidak gaul, dan merasa ketinggalan informasi merupakan gejala umum dari keracunan media sosial.
Sebuah studi yang dilakukan para ahli di American Academy of Ophthalmology menunjukkan orang yang membatasi penggunaan media sosial hingga setengah jam dalam sehari memiliki gejala depresi dan kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukan pembatasan. Demikian pula, hasil penelitian yang dilakukan University of Pensylvania mengungkapkan, ketika mahasiswa mengurangi penggunaan media sosial di bawah 30 menit sehari, mereka mengalami peningkatan yang signifikan dalam kebahagiaan hidup.
Mary Belknap (2019, hal. 6) dalam karyanya, Homo Deva, Tahap Lanjut Evolusi Umat Manusia untuk Memenangkan Masa Depan berpendapat, manusia sebagai spesies kuat, selama 40.000 tahun telah mengembangkan berbagai cara untuk mengekspresikan kepedulian, inovasi, dan kreativitas. Namun kualitas-kualitas tersebut sering kali tenggelam di bawah kebrutalan peperangan, pengabaian, dan persaingan memperebutkan sumber daya.
Lebih lanjut Belknap menyebutkan, penyebab timbulnya kebrutalan, peperangan, pengabaian, dan persaingan memperebutkan sumber daya adalah karena adanya berbagai aktivitas yang meracuni jiwa. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah ketakutan; kecemburuan; keserakahan; kesombongan; egoisme; kebencian; iri hati; amarah; balas dendam; sinisme; dan penghinaan. Untuk ketentraman kehidupan kolektif manusia, setiap insan harus berupaya keras membersihkan setiap aktivitas yang meracuni jiwa.
Sayangnya, kita sering abai dan tidak merasakan bahwa aktivitas negatif yang kita lakukan tersebut meracuni jiwa. Kalaupun sudah sadar akan aktivitas negatif tersebut, kita malas bahkan enggan untuk melakukan pembersihannya. Kita sering begitu malas dan memiliki tekad yang lemah untuk meninggalkan aktivitas negatif tersebut.
Secara umum, dosa yang kita lakukan merupakan perbuatan yang benar-benar mengotori hati dan berpengaruh terhadap kualitas kehidupan. Setiap kita berbuat satu dosa, kita tengah menodai hati dengan satu titik hitam. Jika dilakukan terus menerus tanpa bertaubat, titik hitam tersebut akan terus bertambah, dan akhirnya hati kita akan berwarna hitam pekat. Kondisi ini dapat membinasakan kehidupan kita baik di dunia, terlebih-lebih kelak di akhirat.
Taubat merupakan upaya untuk membersihkan hati dari noda-noda dosa yang meracuni jiwa. Karenanya, setiap selesai melaksanakan ibadah shalat, kita dianjurkan membaca istighfar, memohon ampun dari perbuatan dosa, agar setelah melaksanakan ibadah shalat, hati dan pikiran kita kembali jernih. Sementara berakhlak baik, menolak setiap perbuatan negatif atau akhlak yang jelek merupakan perwujudan dari telah bersihnya hati dan pikiran kita dari berbagai racun yang ada dalam hati dan pikiran.
Jika kita telusuri lebih dalam, ibadah-ibadah yang dianjurkan dalam ajaran Islam, pada intinya merupakan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya agar hati dan pikirannya terbebas dari racun-racun kehidupan. Kebersihan jasadiyah dan ruhaniyah selalu mewarnai setiap ibadah dalam ajaran Islam.
Menggunakan pakaian yang bersih sebelum melaksanakan ibadah shalat merupakan upaya pembersihan tubuh jasadi, sementara melaksanakan berwudhu dan lurusnya niat lillahi taâala, berzikir dengan membaca berbagai doâa sesuai ketentuan disertai kekhusyukan ketika melaksanakannya merupakan upaya pengusiran berbagai racun yang ada dalam jiwa.
Tak akan ada seorang pun manusia selain Nabi dan Rasul yang jiwanya suci dari racun aktivitas yang dilakukannya. Sebagai manusia biasa, kita pasti suatu saat terjerumus kepada perbuatan yang dapat meracuni hati dan pikiran. Namun demikian, manusia terbaik bukanlah manusia yang tak pernah berbuat dosa dan kesalahan, namun manusia terbaik adalah manusia yang menyadari telah berbuat dosa dan kesalahan, kemudian ia menyesali akan perbuatannya, bertaubat, dan bertekad tidak akan mengulanginya.
Dalam khazanah keilmuan akhlak Islami, upaya membersihkan hati dari berbagai aktivitas yang dapat meracuni jiwa disebut tazkiyat al nafsi (pemurnian jiwa). Inti utama dari ajaran Islam setelah tauhid adalah memurnikan jiwa dari berbagai akhlak yang jelek. Racun utama yang mengotori jiwa dan kehidupan adalah akhlak yang jelek (degradasi moral).
âSesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan atau memurnikan jiwanya itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya.â (Q. S. Asy-Syams : 9 -10).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.