Laksamana Cheng Ho dan Bajak Laut Chen Zhuyi
Sejarah | 2021-11-10 00:47:55Pada tahun 1368-1644 merupakan awal dari Dinasti Ming. Pada saat itu, orang-orang Tionghoa telah merantau ke Palembang di antaranya bernama Liang Daoming yang asalnya dari Nan Hai (Guangzhou/Kanton), Provinsi Guangdong. Hayam Wuruk yang berasal dari Kerajaan Majapahit melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Sriwijaya pada tahun 1377. Sriwijaya hampir jatuh oleh Majapahit, Liang Daoming menguasai Palembang dengan dukungan rakyat yang merupakan keturunan Tionghoa. Dalam hal ini, pasukan dari Kerajaan Majapahit tidak menggangu mereka. Selain itu, terdapat orang perantauan Tionghoa yang bernama Chen Zhuyi (Tan Tjo Gi) yang berasal dari Chaozhou (Teochiu), Provinsi Guangdong. Ia melarikan diri dengan keluarganya dan merantau ke Palembang karena telah melakukan pelanggaran hukum di Tiongkok. Saat di Palembang, pada awalnya ia bekerja dengan Raja Sriwijaya. Setelah Raja Sriwijaya mangkat, Chen Zhuyi mengerahkan bajak laut setempat dan mengangkat dirinya sebagai jagoan dari bajak laut tersebut. Ia melakukan tindakan yang sewenang-wenang, seperti merompak kapal-kapal pedagang yang lewat.
Sanusi Pane dalam bukunya berjudul "Sejarah Indonesia I" (1950: 106), mengungkapkan bahwa sekitar tahun 1405 kota Palembang dan Jambi jatuh di tangan bajak laut Tiongkok. Selain merompak kapal-kapal pedagang, Chen Zhuyi dan anak buah kapalnya membunuh pedagang-pedagang di laut sehingga penduduk setempat serta pedagang dari luar sangat benci terhadap Chen Zhuyi dan anak buah kapalnya.
Pada masa Kaisar Yong Le ke-5 (1407), armada-armada Laksamana Cheng Ho tiba di Palembang saat perjalanan pulang ke Tiongkok. Chen Zhuyi mengambil kesempatan untuk merampas harta-harta dari armada Laksamana Cheng Ho dengan cara pura-pura menyerahkan diri kepada Laksamana Cheng Ho. Akan tetapi, niat buruknya dilaporkan oleh Shi Jinqing yang merupakan perantau Tionghoa di Palembang kepada Laksamana Cheng Ho. Laksamana Cheng Ho dengan kewaspadaan ditakutkan anak buah kapal Chen Zhuyi melalukan penyerangan secara mendadak, Laksamana Cheng Ho pun mengambil tindakan untuk membujuk Chen Zhuyi membaca titah Kaisar Ming agar bertobat dan tidak melakukan perompakan lagi.
Liu Ruzhong dalam bukunya berjudul "Cheng Ho Berlayar ke Samudera Barat" (1983: 15-16), mengungkapkan bahwa suatu hari Chen Zhuyi dan anak buah kapalnya menemui Laksamana Cheng Ho dengan sikap yang bersahabat. Di malam hari dengan suasana laut yang gelap gulita, Chen Zhuyi serta anak buah kapalnya menggunakan kapal cepat untuk mendekati kapal Laksamana Cheng Ho. Beberapa anak buah kapalnya merasakan Laksamana Cheng Ho telah memasang sebuah perangkap. Akan tetapi, Chen Zhuyi dengan keberaniannya mengatakan bahwa awak-awak kapal armada Laksamana Cheng Ho sedang tertidur dan melakukan perompakan. Tidak disangka, banyaknya peluru meriam yang ditembakan oleh pasukan awak kapal armada Laksamana Cheng Ho ke arah kapal-kapal bajak laut Chen Zhuyi yang mendekati kapal armada Laksamana Cheng Ho. Banyaknya bajak laut yang jatuh ke laut dan beberapa melarikan diri, tetapi terkepung oleh pasukan armada Laksamana Cheng Ho. Pada akhirnya mereka pun ditawan.
Berakhirnya bajak laut Chen Zhuyi penduduk setempat merasa senang sekali dan sangat berterima kasih kepada Laksamana Cheng Ho. Tak lama kemudian terpilihnya Shi Jinqing untuk menjadi pemimpin perantau Tionghoa setempat. Sejak saat itu hubungan antara perantau Tionghoa dengan kerajaan yang berada di Palembang menjadi semakin erat dan baik.
Menurut Ming Shi Lu (Catatan Sejarah Dinasti Ming) Vol. 71, bahwa Laksamana Cheng Ho dengan sikap siaga menghadapi bajak laut Chen Zhuyi. Pada pertempuran tersebut, Laksamana Cheng Ho membasmi lebih dari 5.000 orang, membakar 10 kapal hingga habis, dan menawan 7 kapal Chen Zhuyi. Selain itu, disitanya dua stempel milik Chen Zhuyi yang terbuat dari perunggu (merupakan simbol kekuasaan). Dengan Demikian, Chen Zhuyi dan dua sahabat penting diarahkan ke Tiongkok dan menjalani hukuman mati.
Sumber :
Kong, Y. (2015). Muslim Tionghoa Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Yayasan Obor Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.