Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Rekonsiliasi Komunikasi Politik Pemilu 2024

Politik | Wednesday, 06 Jul 2022, 16:33 WIB
Kandidat peserta Pemilu 2024 harus mampu menjaga konstituennya untuk menyejukkan suhu politik nasional. Salah satu usaha yang bisa dilakukan adalah rekonsiliasi komunikasi politik.

Masyarakat sudah harus mengakhiri polarisasi kubu para pendukung kontestan politik. Jelang Pemilu 2024, polarisasi antara kubu pendukung harus menemukan titik temu. Kapolri Jenderal Polisi Listyi Sigit pun sudah menegaskan bahwa polarisasi pada Pemilu 2024 harus selesai. Jajarannya pun memiliki tugas untuk mengawasi potensi konflik, khususnya di media sosial.

Ancaman nyata polarisasi itu dapat ditemukan dengan mudah di media sosial. Akun-akun anonim dengan tanpa bertanggungjawab membuat tagar provokatif dan fitnah. Untuk melawan akun-akun tersebut, masyarakat telah membentuk akun-akun tandingan.

Polri pun berkolaborasi dengan media mainstream untuk menyejukkan suhu politik nasional yang memanas. Komunikasi politik dibangun melalui media massa sebagai upaya konkret. Media massa sebagai sarana komunikasi politik memiliki peranan strategis dan sangat penting. Tujuan media dalam berkomunikasi politik adalah agar publik memahami agenda-agenda politik nasional. Tentunya, hal itu sebagai pemenuhan hak-hak demokratis masyarakat sipil yang telah dijamin undang-undang.

Di tengah dominasi media sosial, tentunya ini menjadi tantangan bagi media arus utama. Media massa sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan positif kepada publik, terutama mengenai politik. Problemnya adalah pesan seperti apa yang akan disampaikan ke publik. Tentunya, kita semua berharap pesan yang berkembang adalah yang menyejukkan, menginspirasi, memberi ketenangan dan mendamaikan.

Harapan tentunya tidak selalu berbanding lurus dengan kenyataan. Tantangan yang dihadapi jelang Pemilu 2024, masih kita dapati hoaks, hate speech, adu domba hingga black campaign. Ini tentu menjadi tantangan bagi kita semua, khususnya kepolisian dan media massa, untuk bahu membahu membangun rekonsiliasi komunikasi politik dari berbagai macam elemen pendukung capres-cawapres.

Apa yang bisa dilakukan Polri untuk rekonsiliasi? Pertama, memberikan pelayanan umum (services) yang bersifat rutin kepada masyarakat, pemeliharaan dan pengawasan aktivitas media sosial, perlindungan dan penyediaan jaminan keamanan bagi masyarakat. Kedua, berkoordinasi dengan pihak terkait untuk melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat untuk mencapai kemajuan dalam kehidupan yang lebih baik di media sosial. Ketiga, melakukan kampanye positif dan edukasi publik agar masyarakat tidak mudah terhasut, terprovokasi dan dipengaruhi oleh elemen-lemen jahat yang memang sengaja menebar fitnah, hoaks dan sejenisnya.

Media massa pun diharapkan turut andil dalam menyelenggarakan komunikasi yang positif. Ada beberapa yang bisa dilakukan. Pertama, tidak menjadikan tokoh-tokoh kontroversial sebagai narasumber. Statement atau pernyataan narasumber yang menyulut kontroversi hanya memperkeruh suasana. Kedua, melakukan edukasi kepada publik tentang bahaya polarisasi jelang Pemilu 2024. Ketiga, mereduksi wacana-wacana negatif di media sosial yang memecah belah.

Rekonsiliasi komunikasi politik ini menjadi penting untuk dilakukan. Hal paling berbahaya jelang Pemilu 2024 adalah maraknya politik identitas. Gerakan yang memainkan politik di mana entitas keagamaan, etnisitas dan kesukuan digunakan sebagai tema dan narasi politik untuk memobilisasi gerakan dan merebut kekuasaan.

Gerakan berbasis identitas ini membawa konsekuensi lahirnya bentuk-bentuk kekerasan dan konflik komunal. Tentunya, menguatnya politik identitas ini, secara tidak langsung menjadi penghambat bagi proses konsolidasi demokrasi Indonesia. Kita tentunya bersepakat bahwa Pemilu adalah pesta demokrasi yang harus ditempuh melalui cara-cara demokratis juga. Kita berharap polarisasi jelang Pemilu berakhir, dan saat ini mulai dibangun rekonsiliasi dari berbagai kelompok demi terwujudkan demokrasi Indonesia yang berkualitas. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image