Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Indonesia Kiblat Ekonomi Syariah, Prestasi Atau Komersialisasi?

Bisnis | Thursday, 04 Nov 2021, 00:08 WIB

Oleh: Ninis Ummu Qonita (Aktivis Muslimah Balikpapan)

Dorongan untuk menjadikan Indonesia sebagai kiblat (pusat) makin menguat. Mengingat potensi Indonesia sebagai penduduk mayoritas muslim cukup besar. Yang diyakini akan berdampak pada perkembangan keuangan syariah, hal ini terbaca oleh Erick Tohir (Menteri BUMN). Ia mengatakan " proyeksi penduduk muslim dewasa Indonesia mencapai 184 juta pada tahun 2025. Ini merupakan potensi besar bagi institusi penyedia layanan syariah, mengingat industri halal terus berkembang dan menyesuaikan dengan masyarakat, terutama negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim." (Republika.co.idNinia

Ninis Ummu Qonita ( Aktivis Muslimah Balikpapan)

Setali tiga uang, presiden Jokowi juga mengatakan bahwa " Indonesia harus menjadi pusat gravitasi ekonomi syariah dunia." Kata Jokowi dalam acara Peringatan Hari Santri Nasional dan Peluncuran Logo Baru Masyarakat Ekonomi Syariah di Istana Negara, Jakarta, Jumat (22/10/2021). Jokowi juga mengatakan, perkembangan ekonomi syariah Indonesia cukup pesat. Menurut data The State of Global Islamic Economy Indicator Report, ekonomi syariah RI mengalami pertumbuhan signifikan dari tahun ke tahun. (Kompas com).

Klaim capaian memuaskan perkembangan keuangan syariah Indonesia tercermin dari pertumbuhan institusi keuangan syariah, produk dan layanannya, hingga berkembangnya infrastruktur pendukung keuangan syariah. Bahkan, di pasar global, Indonesia memiliki indeks keuangan syariah terbesar di dunia. Berdasarkan data OJK pada Juni 2019, aset keuangan syariah Indonesia, tidak termasuk saham syariah dan Baitul Malwat Tamwil (BMT), mencapai US$ 94,44 miliar dengan pangsa pasar 8,29 persen. Total aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp 500 triliun atau hampir 6 persen dari total pangsa pasar keuangan syariah. Hal ini menunjukkan pertumbuhan aset, pembiayaan, dan kekuatan deposito perbankan syariah yang menjadi motor penggerak utama keuangan syariah di Indonesia.(Tempo.co).

Lantas, benarkah geliat ekonomi syariah mucul dari kesadaran bahwa syariah Islam adalah solusi bagi problematika umat? Ataukah hanya memandang ini adalah peluang bisnis untuk dikomersialisasi?

Ekonomi Syariah Peluang Untuk Dikomersilkan

Mungkinkah Indonesia akan maju dengan menjadikannya sebagai kiblat ekonomi syariah tanpa penerapan syariah secara total? Sepertinya itu hal yang mustahil. Selain itu, Kapitalis memberikan "Lebel Syariah" pada industri dan layanannya untuk menggaet umat Islam, belum tentu itu semua benar-benar sesuai syariah Islam. Seperti asuransi syariah, saham syariah yang jelas bertentangan dengan syariah. Semua ini tak lain karena cara pandang sistem kapitalis, yang memandang ekonomi syariah sebagai ladang bisnis semata. Andai kata tidak ada potensi profit dalam ekonomi syariah, apa iya hal itu akan mereka ambil sebagai kebijakan negara? Keinginan besar pada ekonomi syariah tidak lahir dari kesadaran bahwa syariah adalah solusi bagi problematik kehidupan. Para kapitalis hanya melihat syariah sebagai peluang emas bagi perekonomian. Tatkala syariat mendatangkan "cuan", mereka mengambilnya. Namun, jika memunculkan "bahaya" bagi keberlangsungan sistem kapitalis, mereka mencampakkannya. Begitulah karakteristik kapitalisme.

Syariat hanya sebagai “pemanis” dalam memutar roda perekonomian kapitalis. Dalam kehidupan sekuler saat ini, Islam hanya dipandang setengah hati. Satu sisi, penguasa ingin mewujudkan masyarakat ekonomi syariah (MES). Namun, di sisi lainnya mereka justru terlihat "alergi" pada politik, hukum, dan sosial masyarakat yang berbasis syariat. Islam kerap kali menjadi bahan tudingan dan fitnah. Entah dengan isu intoleransi, antikebinekaan, radikalisme, atau politik identitas. Sejatinya, Islam bukanlah agama prasmanan, yakni syariat dipilah-pilih sesuai kepentingan. Jika suka diambil, jika benci dikriminalisasi. Jelaslah ekonomi syariah hanyalah dijadikan sebagai sarana untuk dikomersilkan. Jika memang ingin menerapkan ekonomi syariah mengapa tidak mengelola kepemilikan umum, negara sendiri dan sesuai syariah Islam? Justru dari situlah lebih besar hasilnya untuk kesejahteraan rakyat. Namun itu bertentangan dengan sistem kapitalis tentunya.

Syariah Islam Totalitas Datangkan Berkah

Sejatinya, yang menjadi panduan berislamnya seorang muslim sangat jelas yakni dengan totalitas dalam beragama. Sebagaimana dalam firman Allah; “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” QS. Al Baqarah: 208.

Dengan dorongan keimanan kepada Allah, baik negara, masyarakat dan individu mau mengimplementasikan syariah secara totalitas dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, Islam bukanlah agama prasmanan yang bisa dipilah-pilih sesuka hati. Keinginan pada Syariah Islam tidak hanya dibidang ekonomi semata namun di seluruh aspek kehidupan masyarakat yakni politik, pendidikan, sosial dan hukum. Geliat ekonomi syariah lahir dari kesadaran bahwa syariah adalah solusi bagi problematik kehidupan. Serta meyakini janji Allah, yang akan menurunkan keberkahan jika memakai syariah Islam secara keseluruhan.

" Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." QS. Al A'raaf: 96

Sudah selayaknya umat memahami bahwa hanya dengan penerapan syariat islam secara total dalam institusi Khilafah sajalah keberkahan dan kemaslahatan akan diraih. Dan janganlah kita menjadi orang yang ragu mengambil syariat Islam sebagai sistem yang telah terbukti selama 13 abad mampu memberikan kebaikan bagi umat manusia.

Wallahu A'lam Bi Showab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image