Inilah 30 Kisah Teladan yang Tak Lekang Zaman
Sastra | 2022-07-03 00:03:16Bila ada buku kumpulan kisah sarat hikmah yang tak lekang waktu, boleh kiranya menunjuk buku karangan Abdurrahman Arroisi bertajuk 30 Kisah Teladan. Tidak saja termaktub dalam satu buku, melainkan terbabar menjadi 12 buku. Walhasil, ada 360 kisah yang diwedar; sungguh wedaran yang amat banyak tetapi ditulis bernas, sederhana, dan tipis-tipis.
Sebagian pembaca telah mafhum nama besar Abdurrahman Arroisi (AA) lewat buku tersebut pada tahun 1989. Ya, seri buku ini adalah terbitan ulang dengan ilustrasi perwajahan elegan-kekinian. Sementara bagi pembaca baru, barangkali menganggap buku ini tertuju untuk usia bocah layaknya hikayat dongeng; dan praduga ini tidaklah tepat.
Kover buku tidak tertampil wajah anak atau ilustrasi bergambar. Kandungan semiotika ini menghasilkan maksud bahwa buku ini tidak ditujukan untuk anak-anak saja. Melainkan kepada semua kalangan; lebih-lebih orang dewasa. Poin ini menjadi semacam pertaruhan tujuan buku bertema nasihat/petuah. Selama ini, kebanyakan buku berlabel kisah teladan memang untuk kalangan anak.
Lain halnya bila kisah-kisah teladan dialamatkan kalangan dewasa. AA sememangnya mengambil langkah tepat. 360 kisah yang diuraikan, kesemuanya merupakan kisah nyata. Hal ini membedai kisah teladan untuk anak yang berbau imajinasi dan kerap di luar nalar. Lantas, apakah AA akan menghindari sama sekali hal tersebut di bukunya ini karena tak sedikit menceritakan pula kisah-kisah yang teranggap ganjil dan musykil inderawi?
Misalnya kisah nomor 29 halaman 99 berjudul Kisah Pohon Mangga. Kisah bertebal hanya dua lembar ini, berisi percakapan Imam Syibli dengan pohon mangga. Bagaimana memaknai cerita tersebut? Apakah sama sifatnya dengan kisah-kisah fantasi yang memang digemari kalangan bocah? Setidaknya ada empat hal penyikapan pembacaan atas hal ini.
Pertama, kesemua kisah yang diceritakan, tercatat dalam literatur klasik. AA tidak membuat dongengan dengan ragam imbuhan. Dengan kata lain, Imam Syibli merupakan sosok nyata; seorang ulama besar. Adapun Imam Syibli benar-benar bisa berdialog dengan pohon mangga atau tidak, hal itu di luar domain AA selaku pengisah yang tidak dituntut pula validitas cerita.
Kedua, boleh jadi AA berangkat dari teks asli yang memang tersaji apa adanya lalu digubahnya menyesuaikan bentuk bahasa dan strategi pengisahan. Karena itu, kisah pohon mangga tersebut bisa jadi hanyalah sebuah hasil renungan kontemplasi Imam Syibli yang teruraikan dengan pendekatan metafora.
Ketiga, narasi cerita. Pohon mangga bilang, saat manusia melemparinya dengan batu, dirinya tetap memberikannya buah. Ujar pohon mangga: Jadilah manusia sepertiku. Imam Syibli menukas: Bukankah kamu gampang tumbang oleh angin besar. Bukankah lebih baik jadi pohon cemara yang bisa berlenggak-lenggok mengikuti arah angin dan karenanya sulit tumbang.
Keempat, AA menyodorkan pesan moral berupa dua tipikal manusia: munafik dan sejati. Uraiannya: Lebih baik mati terhormat daripada menjual harga diri dengan sikap munafik yang bersedia mengikuti arus ke manapun angin bertiup. Kalimat yang menjadi penutup kisah tersebut menjadi satu rangkaian dalam satu teks keseluruhan kisah; tidak lantas berdiri sendiri sebagai bab pesan moral lazimnya pada buku kisah teladan lainnya. Dengan jalan ini, AA tidak tampak sedang menasihati pembaca.
Walhasil, apa yang baru dari kisah-kisah teladan dalam buku cetakan ulang ini? Kiranya pembaca bisa menafsir ulang atas segala polah manusia era lampau sebagai pijakan hidup untuk melangkah lebih baik dan menghindar dari yang buruk. Tamsilnya: pembaca bisa menganalogikan pohon cemara pada kisah di atas dengan munculnya kini para pendengung di jagat maya alias para buzzer yang hidup mengikut berdasar siapa yang membayar guna menyebar konten-konten provokasi.
Data buku:
Judul: 30 Kisah Teladan seri 1
Penulis: K.H. Abdurrahman Arroisi
Penerbit: Rosda, Bandung
Cetakan: Desember, 2021
Tebal: 104 halaman
ISBN: 978-602-446-606-0
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.