Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image saman saefudin

Sudahkah Kau Ucapkan Terima Kasih untuk Istrimu Hari Ini?

Curhat | Sunday, 31 Oct 2021, 00:52 WIB
Gambar diambil dari https://1.bp.blogspot.com/-xpWLDQGXaBY/XuMhq5Huy7I/AAAAAAAAG68/urVygtM-76MsvLZO4CY1XWp7tuyui9FewCLcBGAsYHQ/w1200-h630-p-k-no-nu/multitasking-umi.jpg

Siang tadi aku nyaris marah ke istriku. Sudah jam satu siang, meja makan masih kosong. Padahal sejak jam 10 an tadi istriku sudah sibuk di dapur, tetapi alih-alih menyiapkan menu makan siang, dia ternyata masih fokus menyelesaikan pembuatan Cake Potong Lotus Biscoff. Khusyuk bukan main, sampai-sampai suaminya berdiri di belakangnya pun dicuekin.

Aku mengurungkan marahku. Mungkin dia sedang kejar orderan, pikirku. Ketimbang menunggu tak jelas, aku memilih membeli dua karton tepung untuk stok baking istri. Kurang lebih satu jam baru kembali, tapi makan siang belum juga tersaji. Sudah 60 menit kutinggal, istriku masih saja belum beranjak dari Lotus Biscoff di hadapannya. Tinggal finishing, tapi entah butuh berapa lama lagi sampai benar-benar tuntas.

Aku masih bisa menahan lapar sebetulnya, menahan dengan sedikit emosi tentunya. Tetapi mendadak anak lanang merengek minta makan. Sementara istriku masih bergeming dengan kue kotak berwarna coklat. Aku punya lebih dari cukup alasan untuk meluapkan marah, tapi kutimang lagi, itu tak menyelesaikan masalah. Ya, anakku tetap lapar. Sejurus kemudian aku memasak nasi, dilanjut membeli lauk di warung. Akhirnya aku dan anakku bisa makan. Tetapi tidak dengan istriku, ternyata ia belum juga rampung mengotak atik kue yang fresh from the oven dalam artian sebenarnya.

Selesai makan emosiku mulai mereda. Bukan lantaran makannya, tetapi menyaksikan istriku masih berkutat di dapur. Sampai setengah tiga belum juga mengeluh lapar. Dia baru sempat makan menjelang pukul tiga. Sementara aku memilih menyelesaikan tulisan. Selepas makan, pun istriku tak istirahat, dia ke ruang depan menata dan merapikan barang dagangan. Menjelang jam empat sore, dia mandi dan sholat, lalu pamit menunaikan rutinitasnya mengajar di Rumah Quran kelurahan sebelah.

Menjelang maghrib, istriku baru kembali ke rumah. Selepas isoma, dia kembali sibuk di dapur, menyelesaikan kue pesanan dan baru selesai sekitar pukul sebelas. Dan malam-malam biasanya, dia minum segelas coklat hangat sebelum shalat dan tidur. Bagaimana denganku? Aku masih di depan komputer, menyelesaikan tulisan pendek yang mulai kubuat sejak sore tadi. Itupun sambil ngopi, ngemil, dan menikmati musik. Santai sekali bukan?

Mendadak aku mempertanyakan ulang niatan marah yang kupendam sejak siang. Apakah aku layak marah? Sementara aku yang tanpa sadar mengamati aktivitas istriku lebih detail, justru heran dengan ketangguhan istriku. Sejak pukul 10 pagi tenaga dan pikirannya tersita di dapur, sesekali sambil meladeni putri bungsu kami yang rewel. Dan baru pukul 11 malam dia benar-benar free. Selepasnya dia mungkin langsung tertidur karena lelah, tetapi tetap saja harus siaga dengan si kecil yang sewaktu-waktu bangun dan menangis. Kenapa dia tak mengeluh capek atau lapar?

Sebagai suami, meski selama ini terbiasa membantu pekerjaan rumah, tetap saja itu semua tak sebanding dengan banyaknya pekerjaan domestik yang ditanggungbebankan pada istri.

Dalam kamus dunia patriarkhi, perempuan mungkin saja dianggap lemah, minimal fisiknya. Tetapi di tengah keterbatasan kekuatan fisiknya itu, jiwa perempuan lebih tahan dan tangguh, melebihi pertahanan seorang suami. Saat buah hati kita rewel karena sakit misalnya, seorang ayah mungkin hanya kuat menggendong dan me-lelo lelo tak lebih dari satu jam. Tangannya sudah pegal dan kebas. Tetapi para ibu, istri kita, sanggup menggendongnya lebih dari tiga jam. Pun dengan fisik yang mungkin telah payah sejak pagi. Ingat, para istri kita memiliki bakat multitasking yang luar biasa. Sambil menggendong anak, istri kita mampu menyelesaikan pekerjaan memasak dan mencuci baju.

Agh, terlalu banyak cerita soal ketangguhan para istri, para ibu. Kalau masih ragu, coba amatilah aktivitas istrimu dalam satu hari lebih detail, sejak bangun tidur sampai menjelang tidur. Kalau sudah begini, rasanya kita tidak pantas marah untuk kesalahan-kesalahan kecil yang mungkin diperbuat istri kita. Maka malam nanti, menjelang tidur, bisikanlah ke telinga istri kita: “Terima kasih untuk hari ini, istriku”. []

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image