BERKAT BPKH, CALON JAMAAH HANYA MEMBAYAR BIAYA HAJI 50 PERSEN DARI YANG SEHARUSNYA
Lomba | 2021-10-28 14:40:21Seperti yang kita tahu, Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Jumlah umat Islam Indonesia yang mendaftar untuk melaksanakan ibadah haji terus mengalami peningkatan, sementara kuota haji yang tersedia terbatas. Berdasarkan data yang dilansir dari website https://haji.kemenag.go.id per Oktober 2021, rata-rata masa tunggu keberangkatan haji adalah 23 tahun, dengan rentang masa tunggu terlama 46 tahun dan tercepat 10 tahun sesuai kuota masing-masing wilayah. Akibatnya, terjadi peningkatan jumlah Jemaah Haji tunggu dalam jumlah besar. Yang berdampak pula pada penumpukan dana Jemaah Haji dalam jumlah yang tidak main-main. Dana Abadi Ummat.
Untuk menjamin terwujudnya pengelolaan keuangan haji yang aman dan ideal, dibentuklah BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) sebagai badan hukum publik yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. Dasar hukum yang melandasi pembentukan BPKH tertulis jelas dalam Undang-undang No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, Peraturan Presiden No.110 Tahun 2017 tentang Badan Pengelola Keuangan Haji, serta Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2018. BPKH bertugas mengelola Keuangan Haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban Keuangan Haji. BPKH juga berwenang menempatkan dan menginvestasikan Keuangan Haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, nilai manfaat, dan likuiditas. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut BPKH berkewajiban mengelola Keuangan Haji secara transparan dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kepentingan Jemaah Haji dan kemaslahatan umat Islam.
Sesuai dengan prinsip transparan dan akuntabel, masyarakat umum bisa melihat dengan jelas Laporan Keuangan pengelolaan keuangan haji dalam website https://bpkh.go.id. Menurut laporan keuangan BPKH, per Desember 2020, dana haji yang dikelola BPKH mencapai Rp144,91 triliun. Alokasi dana haji terkonsentrasi di BPS-BPIH sebesar Rp45,33 triliun (31,3%) dan Rp99,58 triliun (68,7%). Investasi terdistribusi dalam instrumen surat berharga Syariah Rp98,47 triliun, investasi lainnya dalam negeri Rp1,03 triliun, dan investasi luar negeri Rp74 miliar. Total nilai manfaat yang diperoleh pada tahun 2020 mencapai Rp7,43 triliun, yang terdiri atas nilai manfaat penempatan Rp2,08 triliun (27,99%) dan nilai manfaat dari investasi Rp5,35 triliun (72,01%).
Laporan keuangan BPKH sendiri memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 tahun berturut-turut (2018 hingga 2020) berdasarkan Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), setidaknya hal ini menunjukkan pengelolaan dana haji telah dikelola secara wajar dan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku.
Secara ringkas, sumber penerimaan dana antara lain berasal dari setoran awal maupun setoran pelunasan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji), Nilai Manfaat dari Penempatan dana, Nilai Manfaat dari Investasi dana, Dana Abadi Ummat (DAU), Nilai Manfaat dari Penempatan DAU, Nilai Manfaat dari Investasi DAU, serta sumber lain yang sah namun tidak mengikat. Penempatan dilakukan pada Lembaga Keuangan Syariah berupa Tabungan, Giro dan Deposito. Sedangkan investasi dilakukan melalui Surat Berharga Syariah Negara, Surat Berharga Syariah Bank Indonesia, Efek Syariah yang diawasi oleh OJK (Saham Syariah, Sukuk, Reksadana Syariah, Efek beragun asset Syariah, Dana investasi real estate Syariah, Efek Syariah lainnya) , Emas serta investasi lainnya.
Dari dana yang dikelola itulah BPKH berusaha mengoptimalkan agar diperoleh hasil nilai manfaat yang maksimal. Salah satu porsi terbesar penggunaan nilai manfaat adalah dialokasikan sebagai subsidi biaya penyelenggaraan haji. Pada tahun 2019, biaya haji per jamaah di Indonesia berkisar antara Rp 67 hingga 76 Juta. Namun dengan adanya pemberian nilai manfaat dari pengelolaan BPKH sebesar Rp 35 Juta per jamaah, maka masing-masing hanya diwajibkan membayar 50% saja yaitu sebesar Rp 8 hingga 15 Juta (setelah dikurangi setoran awaL Rp 25 Juta). Hal ini pula yang akhirnya menjadikan biaya haji di Indonesia adalah yang termurah di Asean.
Selain itu, nilai manfaat juga dialokasikan pada berbagai kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam antara lain kegiatan pelayanan ibadah haji,pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi umat, serta pembangunan sarana dan prasarana ibadah.
Kepala BPKH Anggito Abimanyu mengatakan, BPKH sangat berhati-hati dalam mengelola dana haji. Banyak investasi yang menawarkan imbal hasil yang tinggi tetapi kerap dibayangi dengan risiko besar pula.
"Kami mengelola dana dengan penuh hati-hati dan aman. Memang ada keinginan untuk mengejar return, tapi kalau return lebih tinggi pasti risiko lebih besar," kata Anggito dalam Webinar Pengelolaan Dana Haji, Jakarta, Senin (19/7/2021).
Adalah tantangan tersendiri bagi BPKH untuk terus mengkaji secara berkala instrument investasi yang pas mengingat pengelolaan dana akan terus menerus dilakukan dalam jangka panjang berpuluh-puluh tahun ke depan. Sebagai pengelola dana, tentu BPKH tidak ingin investasi yang dilakukan justru merugi dan menimbulkan masalah dikemudian hari. Jangan sampai ada dana haji yang hilang karena salah investasi.
Penulis : Era Prima Febrian
Instagram : eraprimafebrian
Email : [email protected]
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.