Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Isu Kemanusiaan dalam Krisis Pangan dan Energi Global

Info Terkini | Wednesday, 22 Jun 2022, 20:49 WIB
Krisis pangan menjadi momok menakutkan bagi banyak negara, tidak terkecuali Indonesia. Kesetiakawanan sosial nasional bisa menjadi solusi. Foto: Republika.co.id

Pemerintah saat ini tengah menggalakkan ketersediaan pangan dalam negeri, menyusul kondisi global yang kian membara akibat eskalasi perang Rusia-Ukraina. Bahkan, Presiden Jokowi sudah mewanti-wanti seluruh masyarakat untuk mewaspadai krisis pangan. Beberapa komoditas sudah mengalami kenaikan harga seperti gandum. Selain pangan, krisis energi dan inflasi menjadi momok menakutkan semua negara, tidak terkecuali Indonesia.

Ada beberapa hal yang menyebabkan naiknya harga pangan. Pertama, ketergantungan Indonesia terhadap produk impor. Meski beras, sebagai pangan primer masyarakat Indonesia, sudah tidak impor selama tiga tahun belakangan, beberapa produk masih bergantung impor. Contohnya adalah pupuk yang banyak didatangkan dari Rusia.

Negara Putin itu merupakan pengekspor utama kalium, amonia, urea dan beberapa nutrisi tanah lainnya mengalami sanksi dari negara-negara Barat. Akibat sanksi tersebut membuat harga pupuk menjadi mahal. Hal ini yang kemudian menyebabkan Indonesia terancam pangan meski beras tidak impor.

Kedua, gangguan cuaca yang unpredictedable dalam beberapa waktu belakangan. Hujan di musim kemarau menjadi penyebab anjloknya produksi pangan. Stok petani menjadi terbatas. Di pasaran, sejumlah komoditas mengalami kenaikan harga karena stok yang jauh dari cukup.

Panen cabai nasional yang normalnya mencapai 1,1 juta ton, pada tahun ini turun hampir setengahnya. Akibatnya harga jual cabai pun naik. Para petani mengakui cuaca yang tidak menentu menjadi penyebab tanaman lemah dan mudah terserang penyakit. Musim panen yang buruk ini dialami banyak petani hampir di seluruh daerah di Indonesia.

Tidak hanya cabai, melainkan juga kentang, tomat, wortel dan sejumlah tanaman lain layu sebelum berkembang. Semua tanaman yang musim 3-4 bulan pasti terganggu. Termasuk buah-buahan juga harusnya berbuah di buan enam atau tujuh, bunganya langsung rontok karena perubahan cuaca.

Krisis energi pun membayang-bayangi Indonesia. Penyebabnya bukan lain karena ketergantungan terhadap impor. Produksi minyak mentah di dalam negeri terus mengalami penurunan, sehingga impor minyak mentah dan BBM jenis bensin meningkat. Gas LPG impor sebanyak US$3 miliar setiap tahun. Ini menjadi ironi padahal Indonesia adalah negara dengan cadangan gas melimpah.

Dengan berbagai problematika di atas, tentu yang harus dikedepankan adalah tenggang rasa antar sesama anak bangsa. Rasa kemanusiaan harus ditingkatkan. Indonesia mampu bertahan hingga saat ini karena diikat dengan rasa kemanusiaan yang terpatri dalam nilai-nilai Pancasila.

Untuk mengatasi krisis pangan, gerakan berbagi antar elemen masyarakat digiatkan. Dan, terbukti hal itu mampu menolong walau tidak secara struktur sosial. Dari sisi Pemerintah, upaya mengeluarkan Indonesia dari ancaman krisis adalah melakukan regenerasi petani.

LIPI pernah merilis jumlah petani pada 2025 nanti hanya berkisar 6 juta orang. Tentu, angka itu tidak akan membuat Indonesia menjadi negara yang kuat menghadapi ancaman krisis pangan. Apalagi, petani semakin jauh dari sejahtera lantaran tidak adanya sawah yang memadai.

Kemanusiaan harus menjadi sikap bersama yang dimiliki anak bangsa Indonesia tanpa melihat perbedaan ras, suku, agama dan golongan. Dia dapat melindungi dan memperlakukan manusia sesuai dengan hakikat kemanusiaannya itu sendiri. Apapun ancaman yang akan dihadapi bangsa dan negara ini, rasa kemanusiaan tidak boleh hilang. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image