Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Zakia Habsari

Jalan Ataturk, Apa Mathuk?

Politik | Sunday, 24 Oct 2021, 08:39 WIB
Foto: Wikipedia

Oleh: Zakia Habsari, S.Pd. (Mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia)

Wacana pemberian nama jalan di Jakarta dengan nama founding father Turki, Mustafa Kemal Ataturk, mengundang berbagai respons di kalangan masyarakat, terutama umat muslim. Anwar Abbas, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), menolak usulan tersebut karena pemikirannya yang sesat menyesatkan dan membuat keresahan bagi mayoritas umat muslim. Beliau menilai banyak perbuatan Ataturk yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah (Cnnindonesia, 2021). Sejalan dengan Anwar Abbas, sejarawan Islam Universitas Indonesia Dr. Tiar Anwar Bachtiar menyebut Mustafa adalah tokoh yang menghancurkan dinasti Ottoman (Republika, 2021). Selain itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid juga merespons ketidaksetujuannya terhadap wacana tersebut karena (Kompastv, 2021). Lain halnya dengan Mukti Ali Qusyairi, Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nadhatul Ulama DKI Jakarta, yang menganggap penolakan nama jalan Ataturk adalah suatu hal yang perlu dilihat secara objektif. Beliau menganggap pemberian nama itu adalah bentuk kerjasama antara kedua negara dan bagaimanapun juga Ataturk adalah sosok negarawan dan presiden Turki yang pertama (Kompastv, 2021).

Usulan kontroversial ini berawal dari pernyataan Duta Besar Republik Indonesia di Ankara, Muhammad Iqbal, yang berencana mengganti nama salah satu jalan di Jakarta dengan nama Mustafa Kemal Ataturk atas dasar etika diplomatik. Muhammad menilai hal tersebut sebagai simbol kedekatan kedua negara dan penguat hubungan Indonesia dengan Turki. Sebagai bentuk kerjasama antara kedua negara tersebut, pemerintah Turki juga memberikan nama jalan presiden pertama Ir. Soekarno di depan KBRI Ankara atas dasar kesamaan sebagai pendiri bangsa. Terlebih pemberian nama ini juga bukan pemerintah Indonesia atau Pemda DKI yang menentukan, melainkan pemerintah Turki.

Melihat adanya pro-kontra yang terjadi di masyarakat, sudah seharusnya masyarakat memahami pentingnya melihat sejarah secara utuh. Bagi kalangan sekuler, Mustafa Kemal bak sosok pahlawan bapak pembaharu Turki. Tokoh yang dianggap revolusioner ini lahir pada tahun 1881 di daerah Thessaloniki, Yunani. Penyakit liver mengantarkannya pada kematian di usia 57 tahun pada tahun 1938. Dikenal sebagai peletak dasar sekulerisme di Turki, Ataturk menganggap Islam sebagai penghalang kemajuan negara. Pelarangan azan di masjid, pelarangan penggunaan hijab, pelarangan ibadah haji atau umrah, pelarangan penggunaan bahasa Arab di sekolah, pengahpusan huruf Arab dari bahasa, penghapusan perayaan Idulfitri dan Iduladha, hingga penghapusan syariat Islam dalam institusi negara pada tanggal 3 Maret 1924 adalah beberapa strategi yang dilakukan untuk menghapus syariat Islam secara keseluruhan. Dengan menengok rekam jejaknya, layakkah sosok Ataturk terabadikan sebagai nama jalan di negeri mayoritas muslim? Padahal, banyak pemimpin Turki yang lebih layak dijadikan nama jalan seperti Muhammad Al-Fatih atau Sultan Abdul Hamid II.

Berbagai penolakan terhadap wacana tersebut sejatinya bukan hanya sekedar soal nama, tetapi melihat sejarahnya yang kelam dengan umat Islam. Kontroversi di tengah-tengah masyarakat Indonesia terjadi akibat adanya upaya menguburkan dan mengaburkan sejarah umat Islam, termasuk hubungan Ataturk dengan umat Islam serta hubungan nusantara dengan kekhilafahan Turki Utsmani yang Ataturk runtuhkan. Beberapa wilayah Indonesia seperti Aceh pernah mengikatkan diri dengan kekhilafahan Islam Turki Utsmani. Adanya sebuah arsip Utsmani berisi petisi Sultan Alaiddin Riayat Syah kepada Sultan Sulayman Al-Qanuni yang dibawa Huseyn Effendi membuktikan Aceh mengakui penguasa Utsmani di Turki sebagai kekhalifahan Islam (Muslimahnews, 2020).

Selain itu, munculnya pluralisme, liberalisme, dan sekulerime agama juga diakibatkan kurangnya memahami dan mengambil pelajaran dari sejarah. Meskipun MUI telah menetapkan paham sipilis sebagai paham yang bertentangan dengan ajaran Islam pada tahun 2005, tetapi masih banyak umat muslim hari ini yang mempraktikkan paham tersebut. Pernyataan tentang semua agama sama serta percampuran keyakinan dalam Islam dengan keyakinan agama lain atas nama toleransi makin digalakkan oleh petinggi negeri. Atas nama kebebasan berpendapat, sikap tegas dari petinggi negeri belum nampak terhadap kelompok LGBT yang perilakunya jelas bertentangan dengan agama. Peredaran minuman keras yang merusak akalpun legal diperjualbelikan atas nama investasi meskipun terbatas menurut aturan. Padahal, Islam tegas melarang miras baik yang membuat, mengedarkan, menjual, dan meminumnya. Runtuhnya kekuasaan Islam menjadikan paham sipilis ini semakin mudah masuk ke pemikiran umat muslim.

Mempelajari sejarah adalah hal penting agar manusia dapat mengambil langkah untuk menjadikan peradaban yang maju. Sejarah bukan dijadikan sebagai dongeng pengantar tidur, tetapimembuat manusia menuju peradaban yang lebih baik. Dibalik kisah masa lampau, terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir. Sebagaimana yang dikabarkan Allah dalam QS. Yusuf: 111, “Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” Sudah saatnya umat muslim belajar dari sejarah dan meneruskan perjuangan ulama-ulama dan pemimpin Islam terdahulu yang berjuang menerapkan dan mempertahankan syariat Islam guna membangun generasi emas pengubah peradaban.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image