Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image vina fitrotun nisa

Pilih Sekolah, Karena Edukasi Atau Gengsi?

Eduaksi | Monday, 20 Jun 2022, 09:07 WIB
Sumber Foto: https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-01325009/mutu-sekolah-negeri-lebih-baik-dibanding-swasta-semestinya-terbalik

Bulan Juni adalah waktunya para peserta didik bersiap masuk ke sekolah baru. Ada peserta didik yang bersiap masuk TK, masuk SD, masuk SMP, masuk SMA hingga perguruan tinggi. Salah satu hal umum yang sering dijumpai di Indonesia dalam waktu ini adalah kebimbangan orangtua memasukan anaknya ke sekolah mana.

Seluruh orangtua pasti mengidamkan dan berharap anaknya masuk ke sekolah yang paling bagus. Mengapa demikian? Bagi orang yang tinggal di negara yang pendidikannya sudah maju, dimana seluruh sekolah memiliki kualitas yang sama baik mungkin pilihan ini tidak terlalu dilematis.

Di Indonesia, kita harus menerima kenyataan dimana seluruh sekolah belum memiliki kualitas yang sama rata. Disamping itu, target dan keunggulan antara satu sekolah dan sekolah lainnya pun berbeda-beda.

Berdasarkan kewilayahan misalnya, sekolah-sekolah negeri yang ada di Jakarta seringkali dinilai sebagai sekolah yang memiliki kualitas lebih baik dibanding sekolah negeri yang ada di wilayah lainnya. Kemudian dari sisi keunggulan sekolah, sekolah dengan embel-embel Islam biasanya dinilai sebagai sekolah yang mengedepankan karakter dan nilai-nilai agama. Sementara itu, sekolah swasta yang memiliki embel-embel internasional dan sekolah alam umumnya dinilai sebagai sekolah elit yang memakan biaya fantastis.

Bagaimana tidak, biaya masuk di beberapa sekolah berlabel alam dan internasional yang ada di wilayah Jabodetabek bisa setara dengan biaya masuk kuliah kedokteran. Hal yang sama terjadi pada sekolah elit yang bermbel-embel islam. Ada sebagian sekolah dengan label islam yang mematok harga masuk hingga puluhan juta rupiah.

Sementara itu di wilayah lainnya di Indonesia kita masih bisa menyaksikan anak-anak yang akan sekolah SD kesulitan mendapatkan akses pendidikan karena jauhnya jarak sekolah, karena kemiskinan, karena akses jalan yang tidak ada, karena bangunan sekolah yang masih terbatas dan karena alasan lainnya.

Tetapi, inilah fakta yang harus kita terima. Bahwa kualitas sekolah di Indonesia masih belum merata. Berbeda halnya dengan Belanda dan Australia misalnya yang sudah memiliki kesetaraan dalam kualitas sekolah.

Berbicara tentang kesetaraan dalam mendapatkan akses sekolah? Sebenarnya apa pertimbangan seorang orangtua menyekolahkan anaknya ke sekolah elit dan mahal itu? mengapa bagi orangtua yang sudah dikatakan sejahtera enggan menyekolahkan anaknya ke sekolah umum atau sekolah negeri.

Apakah ini merupakan reaksi juga atas ketidakpuasan mereka terhadap output peserta didik yang telah berproses di sekolah umum atau dapat dikatakan mereka tidak puas dengan kualitas pendidikan yang telah pemerintah tetapkan.

Lalu, saat anak-anak diajar untuk hidup eksklusif dan berbeda dengan anak lainnya, dimana lagi mereka akan belajar tentang kesetaraan. Kesetaraan dalam pendidikan adalah keadaan dimana seluruh warga negara baik yang kaya maupun yang miskin mendapatkan perlakuan yang sama dalam mengenyam pendidikan.

Bukankan dengan dibiarkannya sistem semacam ini, akan tercipta jurang antara mereka yang bersekolah di sekolah khusus dan mereka yang bersekolah di sekolah umum?. Lagi-lagi jawaban ini kembali kepada pertanyaan siapa yang harus menumbuhkan rasa kesetaraan.

Adanya fenomena sekola-sekolah elit swasta mungkin dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan orangtua terhadap kualitas sekolah yang ada, atau bisa dikatakan kurikulum nasional tidak mampu menjawab tantangan yag ada di masa depan.

Lalu mampukah pemerintah bersikap tegas dan mengejar ketertinggalan dengan menyamaratakan kualitas sekolah-sekolah yang ada di Indonesia?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image