Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Amalia Fbry

Pentingnya memahami perbedaan aswaja, syiah, khawarij, imamah, dan khilafah dalam politik dan agama

Agama | Friday, 22 Oct 2021, 18:02 WIB
Ahlu Sunnah wal Jama'ah.

Dalam berbagai forum keagamaan, istilah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah atau yang disingkat Aswaja sering terdengar. Sejatinya, istilah ini telah dikenal sejak zaman Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Ahlu Sunnah baru bertransformasi sebagai “aliran” setelah menguatnya pengaruh Mu’tazilah yang dianggap mengancam Aswaja.

Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa akan ada masa di mana umat Islam terbagi ke dalam beberapa golongan. Di antara mereka, golongan yang selamat adalah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Hal ini didasarkan pada hadits berikut: “Bahwasanya Bani Israil telah berfirqah-firqah sebanyak 72 millah (firqah) dan akan berfirqah umatku sebanyak 73 firqah, semuanya masuk neraka kecuali satu. Sahabat-sahabat yang mendengarkan ucapan ini bertanya: ‘Siapakah yang satu itu ya Rasulullah?’ Nabi menjawab: ‘Yang satu itu ialah yang berpegang (beri’tiqad) sebagai peganganku (I’tiqadku) dan sahabat-sahabatku.” (HR. Tirmidzi).

Ahlu Sunnah Wal Jama’ah terdiri dari kata, Ahlu, sunnah, Jama’ah. pengertian Ahlu Sunnah Wal Jama’ah adalah golongan orang yang mengikuti / taat pada ajaran Allah yaitu ajaran Nabi Muhammad ﷺ baik perkataan, perbuatan, dan ketetapan beliau dan mengikuti jejak para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan generasi penerus mereka.

Ahlu Sunnah Wal Jama’ah bukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari berbagai aliran yang menyimpang dari ajaran islam yang hakiki, tetapi Ahlu Sunnah Wal Jama’ah adalah Islam murni sebagaimana yang telah diajarkan Nabi Muhammad dan sesuai dengan apa yang telah digariskan dan diamalkan oleh para sahabatnya.

Dari sekian banyak aliran dalam islam, hanya dua golongan yang mengatakan bahwa mereka adalah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Namun kelompok pengikut Al-Asy’ari dan Al-Maturidi lah yang di sebut sebagai representasi dari Ahlusunnah wal Jama’ah itu sendiri kar ena kaum muslimin menganggap bahwa pengikut golongan inilah yang benar-benar selalu berusaha konsisten dan berpegang teguh pada ajaran Rasulullah beserta para sahabat.

Syiah dan Khawarij.

Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya beberapa golongan dan aliran dalam Islam pada dasarnya berawal dari menyikapi permasalahan politik yang terjadi diantara umat Islam, yang akhirnya merebak pada persoalan Teologi dalam Islam. Tegasnya adalah persoalan ini bermula dari permasalahan Khilafah, yakni tentang siapa orang yang berhak menjadi Khalifah dan bagaimana mekanisme yang akan digunakan dalam pemilihan seorang Khalifah. Di satu sisi umat Islam masih ingin mempertahankan cara lama bahwa yang berhak menjadai Khalifah secara turun temurun dari suku bangsa Quraisy saja. Sementara di sisi lainumat Islam menginginkan Khalifah dipilih secara demokrasi, sehingga setiap umat Islam yang memiliki kapasitas untuk menjadi Khalifah bisa ikut dalam pemilihan.

Nama Syiah adalah golongan yang menyanjung dan memuji Sayyidina Ali secara berlebih – lebihan karena mereka beranggapan bahwa Ali yang lebih berhak menjadi khalifah pengganti Nabi Muhamad SAW berdasarkan wasiatnya, sedangakan khalifah – khalifah seperti Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khatab, dan Ustman bin Affan dianggap sebagai penggasab atau perampas khilafah. Syi’ah secara harfiah berarti kelompok atau pengikut. Kata tersebut dimaksudkan untuk menunjuk para pengikut ‘Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin pertama ahlulbait. Ketokohan ‘Ali bin Abi Thalib dalam pandangan Syi’ah sejalan dengan isyarat-isyarat yang telah diberikan Nabi Muhammad sendiri, ketika dia (Nabi Muhammad) masih hidup.

Kata khawarij secara etimologis berasal dari bahasa arab kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berkenaan dengan pengertian etimologis ini, Syahrastani menyebut orang yang memberontak imam yang sah disebut sebagai khowarij. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang memiliki sikap laten ingin keluar dari kesatuan umat islam.

Adapun yang di maksud khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat terhadap Ali yang menerima arbitrase/tahkim dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M dengan kelompok bughat (pemberontakan) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah. Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada pada pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat islam, sementara Mu’awiyah berada pada pihak yang salah karena memberontak kepada khalifah yang sah.

Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Mu’awiyah, sehingga pada mulanya Ali menolak permintaan itu. Akan tetapi, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra’, seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid bin Husein Ath-Tha’I, dengan terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukan Ali) untuk menghentikan peperangan.

Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)-nya, tetapi orang-orang Khawarij menolaknya dengan alasan bahwa Abdullah bin Abbas adalah orang yang berasal dari kelompok Ali. Mereka lalu mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim, yaitu Ali di turunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, sementara Mu’awiyah dinobatkan menjadi khalifah oleh delegasinya pula sebagai pengganti Ali, akhirnya mengecewakan orang-orang Khawarij.

Sejak itulah, orang-orang Khawarij membelot dengan mengatakan, ”Mengapa kalian berhukum kepada manusia? Tidak ada hukum selain hukum yang ada pada sisi Allah.” Mengomentari perkataan mereka, Imam Ali menjawab,” Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada waktu itulah orang-orang Khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura, sehingga Khawarij disebut juga dengan nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut dengan Syurah dan Al-Mariqah.

Imamah dan Khilafah.

Hubungan antara agama dan politik selalu menjadi topik menarik untuk dibicarakan. Disamping itu sejarah mencatat bahwa pertama kali permasalahan yang terjadi di umat Islam pasca Rasulullah wafat adalah masalah kekuatan politik untuk mengganti kepemimpinan (imam) beliau atau juga disebut imamah.

Menurut Ahlussunah “imam” adalah seorang pemimpin politik yang bertugas mengatur segala urusan sosial-politik masyarakatnya. Dengan begitu mereka berpendapat bahwa konsep ini sama dengan khalifah karena hanya memerintah pada tatanan politik saja. Dengan sikap adil saja imam dapat dipilih secara musyawarah karena mereka dipilih oleh masyarakat umum.

Khilafah merupakan sistem pemerintahan islam dan menjadikannya sebagai satu-satunya sistem pemerintahan bagi khilafah Islamiyah. Khilafah adalah sistem kepemimpinan umum bagi seluruh Muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat islam serta melakukan dakwah ke seluruh penjuru dunia.

Taqiyudin an-Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir) mendefinisikan daulah khilafah sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh umat muslimim di dunia untuk menegakkan syariat islam dan mengemban risalah islam ke seluruh dunia. Kata lain dari khilafah adalah imamah, imamah dan khilafah memiliki arti yang sama. Definisi khilafah dan imamah menurut Qomaruddin Khan sulit dibedakan. Beliau juga berpendapat bahwa penggunaan tema khilafah dicampuradukkan sehingga membuat kebingungan tersendiri.

Imam dalam hal ini sering disepadankan dengan Khalifah. Secara teknis, hampir tidak ada perbedaan antara khilafah dan imamah sebagai lembaga kepemimpinan. Namun dalam praktisnya, kata imamah tidak disandarkan pada proses suksesi sebagaimana yang terjadi dalam proses khilafah yang sebetulnya lebih bernuansa sosial. Dan hal ini kemudian menyebabkan konsep imamah justru lebih banyak ditemui dalam wilayah kajian akidah, termasuk salah satu masalah ilmu kalam. Definisi lain imamah adalah negara besar yang mengatur urusan-urusan agama dan dunia. Khilafah merupakan jabatan keagamaan yang dipegang oleh Imam al-A’zham (penguasa atau kepala negara) dalam mengurus berbagai permasalahan dan menjalankan syariat Allah SWT. Struktur pemerintahan dalam khilafah adalah setiap aktivitas pemerintahan yang mempunyai dalil syara’.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image