Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Saffana Zahira

Ketika Darah Seniman Mengamini Perjuangan Cinta Basoeki Abdullah

Sejarah | Saturday, 18 Jun 2022, 12:47 WIB

Sebelumnya mari kita berkenalan dengan sosok Basoeki Abdullah dengan menyusuri bekas rumahnya. Rumah yang terletak di Jl. Keuangan Raya No.19, Kec. Cilandak, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kini disulap menjadi Museum Basoeki Abdullah pada 25 September 2001 dan disahkan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata pada masa itu, yakni Drs. I Gede Ardika.

Rumah ini menjadi saksi bisu terciptanya ratusan karya lukis, barang koleksi, hal favorit, keakrabannya dengan bangsawan dan negarawan istana, gaya pikatnya memukau wanita sebrang, hingga akhir hayat Basoeki Abdullah, semua terangkum dalam rumah dua tingkat seluas +- 600 m2 dan luas tanah +- 450 m2 yang oleh Basoeki Abdullah melalui wasiatnya kepada ahli waris untuk diserahkan kepada Pemerintah agar menjadi Museum. Niat tulus ini Basoeki lakukan demi mempopulerkan karya lukis sebagai pembelajaran kepada khalayak luas.

Menjelajah seisi Museum Basoeki Abdullah bersama seorang konservator Museum, Artika Kurniati S.Pd. Penulis dan rombongan menapaki ruang demi ruang. Terdapat ruang keluarga Abdullah yang menjelaskan silsilah darah pejuang dan seniman pada diri Basoeki Abdullah. Basoeki merupakan cucu dari tokoh pergerakan nasional (Dr. Wahidin Sudirohusodo). Basoeki kecil lahir di Surakarta 27 Januari 1915 dari seorang ibu (Nganten Wadisah) yang lihai menggunakan canting untuk menciptakan seni batik. Sepertalian saudara dengan sang adik (Tridjoto Abdullah) yang pandai menggunakan palu untuk menjadi wanita pematung pertama Indonesia. Bersama sang kakak dan sang ayah (Abdullah Suriosubroto) yang merupakan anak dan ayah pelukis panorama. Dari merekalah bakat memegang kuas dan cat untuk melukis bisa Basoeki kuasai. Dengan privilese tersebut, Basoeki kecil di usia 10 tahun sudah mampu membuat lukisan Mahatma Ghandi menggunakan pensil dan kertas.

Privilese melukis dari Tuhan tak selamanya indah. Acap kali Basoeki muda merasakan tubuhnya dirundung sakit berkepanjangan bahkan hampir meninggal oleh penyakit tifus yang menggerogotinya. Dalam keadaan lemas nan lunglai, Basoeki muda menggoreskan kuas dan cat warna pada sebidang kanvas. Ia tak tahu hal magis apa yang membuatnya melukis pada saat itu, namun tercipta gambar Yesus Kristus.

"Dari lukisan Yesus Kristus itu, kesehatan pak Basoeki berangsur baik dan pulih. Ini mungkin hidayah Tuhan baginya", ucap Artika.

Ya, selepas merasakan keajaiban tersebut, Basoeki muda mantap berpindah keyakinan menjadi Katolik. Tak lama berselang, Tuhan mengamininya untuk bertemu dengan Pastor Koch yang membawa dirinya memperoleh beasiswa belajar melukis ke Belanda. Di Belanda pula karier melukisnya melejit, memikat Ratu Belanda untuk memilih karyanya agar menang pada sayembara melukis. Ratu Belanda pun menyetujui pameran perdananya di Amsterdam. Di negeri kincir angin tersebutlah, Basoeki menaklukan sang istri pertama dan keduanya, Maria Josephine dan Maria Michel/Maya. Sebagai pecinta perempuan cantik, privelese kedua telah Basoeki raih, yakni memikat hati perempuan untuk menjadi objek lukisan maupun menjadi pasangan hidupnya.

Kuas yang Memukau

Kisah previlese kedua Basoeki tersebut dapat dirasakan oleh pengunjung Museum dengan mengunjungi satu sudut potret ruangan lukisan kemolekan perempuan di Museum Basoeki Abdullah. Ya, Basoeki mengakui dirinya adalah seorang pelukis naturalisme, realisme, dan abstrak ini sangat menyukai goresan kuas yang memvisualisasikan sosok perempuan. Tak hanya melukis istrinya, terdapat lukisan istri bule Soekarno, yakni Dewi Soekarno., Istri Presiden Kedua Indonesia, Tien Soeharto, hingga sketsa wajah wanita sendu yang belum rampung digarap tetap terpajang sejajar dengan lukisan lainnya.

"Pelukis seringkali menggunakan mood dan fleksibilitas waktu untuk merampungkan karyanya. Ya tidak dapat dipungkiri jika pelukis mendapat tawaran melukis objek lain, maka wajar sketsa sebelumnya tidak berlanjut", ungkap Artika.

Sempat terpaan kritikan Basoeki peroleh dari rekan sesama seniman. Bagi para oposisi aliran Mooi Indie, karya-karya naturalis Basoeki dianggap lemah karakter. Lukisan berjudul Indonesie Umpamanja yang dibuat oleh Basuki pun menjadi sasaran. Basoeki menggambar jembatan dengan Gunung biru dalam karyanya tersebut.

"... Dia tidak mengerti sama sekali rupanya pada hidup masjarakat kita. Dia tidak mengerti bahwa pada perkataan ‘Indonesie’ itu terletak arti bersatu, bangun, bekerdja, djatuh, berkorban, berdjuang terus-menerus," kritik Sudjojono, tokoh utama Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) dalam pameran Basoeki pada 1939 yang dikutip Agus Dermawan (hlm. 61).

Tentu Basoeki menepis kritikan tersebut, ia tetap berpegang teguh bahwa lukisan naturalisme adalah induk dari realisme. Namun bukan Basoeki namanya kalau tak berhasil mencuri hati. Negarawan sekelas Ir. Soekarno saja dapat menghentikan rapat di istana hanya karena Basoeki datang untuk melukis. Bukan sembarang customer lukisan, Ir. Soekarno berteman akrab dengan Basoeki dan menggelarinya sebagai Kerabat Istana Kepresidenan. Senada dengan Ir. Soekarno yang kepincut dengan Basuki, puluhan negarawan dari beberapa negara menjadi langganan tetapnya. Seperti Ferdinand dan Imelda Marcos, Norodom Sihanouk, Sultan Hassanah Bolkiah, dan Paus Johanes Paulus II.

Yang paling epik adalah kisah Basoeki yang diundang langsung oleh Raja Bhumibol dan Ratu Sirikit dari Thailand untuk melukis keluarga kerajaan. Bukannya mulai melukis, Basoeki justru merayu kerajaan untuk diberikan ruang bagi dirinya untuk pameran di Thailand. Rayuan maut Basoeki beralasan agar masyarakat Thailand tahu siapa dan bagaimana kualitas pelukis yang akan menggambar keluarga Kerajaan. Rayuan tersebut pun sukses meloloskannya untuk menggelar pameran di Thailand. Beruntung kerajaan Thailand juga puas dengan hasil lukisan Basuki. Selain pandai melukis, rayuan dan canda Basoeki nyatanya mampu memikat Raja Bhumibol untuk menjadikannya Pelukis Istana Thailand.

Selepas memikat hati negarawan dunia, perjalanan cinta Basoeki berlanjut di Thailand. Pandangan pertamanya pada Noi di sebuah Bar membuat Basoeki luluh dan langsung ingin menikahinya. Restu kerajaan tak ia dapat sebab sang pelukis Istana tak sejajar jika menikahi gadis penjaga Bar. Walau begitu pernikahan tetap berlangsung meski tak sampai hitungan tahun.

“Noi baik, mencintai saya, tapi dia sangat pencemburu,” ucap Basoeki. Uniknya bukan hanya Noi yang bertestimoni, sebelumnya ketika masih menetap di Belanda, Maria Michel juga pencemburu. Tak rela jika Basoeki hinggap dipelukan perempuan Jepang.

Selepas dari Noi, hati Basoeki "klik" dengan Nataya Nareerat, seorang kontestan kecantikan Bangkok, Thailand. Setelah sah menjadi suami istri, Nareerat melahirkan Sidhawati. Dalam memori wall Museum ayahnya, Sidhawati mengisahkan bahwa Siang menjadi rutinitas sang ayah dengan lukisan. Lanjut di Sore dan Malamnya, canda hangat dihantarkan oleh sang Ayah untuk keluarganya. Begitulah Basoeki, sang pemikat perempuan termasuk anak-anaknya.

Lukisan Basoeki bersanding dengan lukisan anak dan istrinya di Ruang Tamu.

Pembaringan Bukan Tempat Bermalas-Malasan

Sama seperti kebanyakan orang, pembaringan alias tempat tidur menjadi ruang privasi terfavorit. Ruang dimana segala peluh dan keluh lolos mencelos bebas. Ruang beralaskan pulau kapuk dengan bantal dan guling di sekeliling membuat nyaman sang empunya. Namun Basoeki tidak seperti kebanyakan orang lainnya yang menjadikan ruang tidur sebagai ruang bermalas-malasan. Tak salah jika menyebut Gereja dan Perpustakaan menyatu dalam ruang tidur itu. Lukisan Yesus bergaya Eropa di atas ranjang dan rak meja di samping ranjang berisi Bible serta pernik pendukung doa semakin menambah kesan bahwa Gereja ada di dalam ruang tidur Basoeki dan Tuhan ada di hatinya.

"Pak Bas ketika di ruang tidur, ia sempatkan untuk banyak berdoa dan membaca" ucap Artika, konservator Museum.

Religius dan kritikus ada dalam diri Basoeki. Karya-karyanya lahir dari pemikiran serius yang tentu kurang lebihnya ia peroleh dari 3000 eksemplar buku yang ia koleksi. Tidak semua buku ia letakan di ruang tidurnya, terdapat ruangan perpustakaan tersendiri untuk meletakan ribuan ilmu tersebut. Disebut perpustakaan dalam ruang tidur, sebab Basoeki tak lupa membaca buku sebelum ia berdoa dan terlelap.

Ruang tidur bersejarah itu kini dinamakan Ruang Memorial. Memori akhir hayat Basoeki terekam dalam ruang tersebut. Malam 5 November 1993 menjadi tragedi pemukulan Basoeki menggunakan senjata laras panjang milikinya oleh komplotan pencuri di rumahnya. Pagi dini hari asisten rumah tangganya menemukan Basoeki telah meregang nyawa di ruangan tersebut. Percikan darah pun mengenai kaca mata dan piyama panjang berwarna putih bergaris yang menjadi pakaian terakhir yang ia kenakan. Kedua benda tersebut terpampang di etalase kaca depan ruang memorial, menjadi saksi bisu kebiadaban kompolotan pencuri yang salah satu dalangnya merupakan tukang kebun Basoeki. Mereka membunuh Basoeki demi meraih Arloji.

Ruang Memorial : Ruang tidur Basoeki hingga ia menghembuskan nafas terakhir.

Atmosfer pilu menyeruak, saat penulis tahu bahwa Ruang Memorial ini disetting sedemikian rupa seperti terakhir kali Basoeki wafat di tempat favoritnya ini.

"Tumpukan buku yang diletakan di atas meja, hingga deretan sabun dan parfum di kamar mandi dalam ruang tidur Pak Basoeki tidak kami ubah sama sekali peletakannya", jelas Artika.

Basoeki sempat berjuang melawan komplotan pencuri tersebut dengan berteriak "Maling!" agar ada orang yang menolongnya. Namun Tuhan berkehendak lain, perjalanan hidup Basoeki harus terhenti.

Basoeki sebenar-benarnya pejuang. Bukan hanya sebab aliran darah pejuang dari sang kakek yang ada dalam dirinya, melainkan terdapat hati dan kecintaannya pada kelestarian budaya dan kemajuan bangsa.

Ribuan eksemplar buku, lukisan, senjata, kulit binatang, gading gajah, topeng, dan pernak-pernik wayang orang yang biasa Basoeki kenakan dihadapan Sultan Hamengkubuwono IX beserta rumah seisinya ia wariskan kepada Pemerintahan Indonesia dengan harapan akan lahir para generasi baru pecinta seni yang mengharumkan nama Indonesia. Dengan tangan terbuka Pemerintah merestuinya dan memugar bekas rumah sang Legenda menjadi Museum Basoeki Abdullah. Kini Museum Basoeki Abdullah juga sering menyelenggarakan kontes melukis, karya terpilih akan mendapat kesempatan untuk dipamerkan dalam Museum. Bagi kamu pegiat seni maupun pembelajar, mari kunjungi Museum Basoeki Abdullah dan laman webnya http://www.museumbasoekiabdullah.or.id/en/ agar tidak ketinggalan acara-acara kesenian seru lainnya.

Referensi :Fadrik Aziz Firdausi, Tragedi Berdarah Basoeki Abdullah, tirto.id.Melisa Mailoa, Cerita Cinta Pelukis Istana, detik.comSunudyantoro, Lukis Yesus, Basuki Abdullah Sembuh dari Penyakit, tempo.co

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image