PEMERATAAN PEMBANGUNAN DAERAH TERPENCIL DI INDONESIA
Info Terkini | 2022-06-15 18:56:20Wahyu Handayani
Program Studi Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Jakarta
I. Kendala dalam Perencanaan Pembangunan
Dalam konsep pembangunan yang diharapkan dan dilaksanakan pemerintah kepada masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Untuk tercapainya proses pembangunan, maka perencanaan dilakukan harus matang dan menyeluruh. Di Indonesia memiliki beberapa daerah yang harus dilaksanakan dalam pembangunan, tentunya dalam melakukan hal pembangunan tidak hanya melibatkan pemerintah pusat saja. Akan tetapi melibatkan juga pemerintah daerah yang sudah diberi otonom dari sistem desentralisasi.
Pembangunan menjadi harapan besar bagi masyarakat terutama daerah yang tertinggal karena dari tahun ke tahun belum menjadi kenyataan. Hal ini disebabkan pemerintah pusat yang dominan dan pemerintah daerah yang ingin melakukan perencanaan dalam upaya inisiatif untuk melakukan perencanaan ke daerah yang tertinggal. Akibatnya, pemerintah daerah lebih memiliki ketergantungan dengan pemerintah pusat. Pelaksanaan pembangunan ke daerah yang tertinggal sepenuhnya hanya masyarakat daerah yang tahu kebutuhannya dan pemerintah daerah yang melakukan dalam perencanaan. Bahkan pelaksanaan pembangunan yang berjalan lambat dan pembangunan yang direncanakan menjadi tidak terlaksana.
Era globalisasi ini seakan-akan pemerintah ingin mengubah menuju negara yang maju dengan cara menggalakkan pembangunan dalam jangka waktu Panjang dan ke arah modern. Akan tetapi, pembangunan yang direncanakan belum sepenuhnya terlaksana karena di setiap daerah memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Pembangunan yang dilakukan pemerintah ternyata tidak dibutuhkan karena ketidaksesuaian apa yang masyarakat inginkan dan dapat mengakibatkan pembangunannya terhenti dan pembangunan yang tidak dilanjutkan lagi.
II. Ketidakmerataan dalam Melakukan Perencanaan Pembangunan
Untuk tercapainya proses pembangunan dilakukan harus matang dan menyeluruh karena berkaitan dengan lokasi yang strategis dan tidak menimbulkan pertentangan masyarakat. Masyarakat memiliki hak suara dalam partisipasi untuk menyampaikan saran dan solusi dalam melakukan perencanaan. Perencanaan partisipasi yang tujuannya melibatkan kepentingan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Perencanaan partisipasi menekankan stakeholders dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan dalam pembangunan, (Suratman, 2008). Conyers (1991:154-155) menjelaskan tiga alasan mengapa partisipasi penting dalam proses pembangunan, yaitu:
(1) partisipasi masyarakat dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi, permasalahan, dan kebutuhan masyarakat;
(2) efektivitas dan efisiensi dari proyek pembangunan akan lebih mudah dicapai, dapat mengurangi beban biaya yang dikeluarkan untuk implementasi pembangunan; dan
(3) partisipasi secara etik-moral merupakan hak demokrasi bagi rakyat, sehingga partisipasi yang maksimal pemerintah sudah otomatis meredam potensi resistensi dan efek-efek samping pembangunan.
Proses transformasi di era globalisasi menimbulkan ketidakmerataan pembangunan wilayah karena saat ini realisasi pembangunan masih terpusat di ibu kota. Dampak dari ketidakmerataan adalah munculnya tuntutan pembangunan yang merata di setiap wilayah. Pembangunan di setiap wilayah perlu memperhatikan kondisi wilayah karena wilayah yang tidak mengalami pemerataan pembangunan adalah wilayah yang sulit dijangkau. Pembangunan wilayah diartikan sebagai upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan (Nugroho, 2004).
Permasalahannya adalah pola pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, belum bisa dikatakan pembangunan sudah menyeluruh. Faktanya, dalam pembangunan terdapat adanya ketidakmerataan dalam pembangunan. Terjadinya ketimpangan antar wilayah membawa pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Ketimpangan pembangunan antar wilayah mempunyai dampak terhadap kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Sjafrizal, 2008). Menurut Sjafrizal (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah perbedaan kondisi demografis.
Demografi disini memiliki masalah kependudukan antara satu wilayah masyarakat dengan wilayah lainnya yang memiliki perbedaan. Faktor demografis memiliki dampak dimana masyarakat daerah merasa pembangunan yang disekitar masyarakat masih belum tercukupi dan memadai dan terjadinya ketidakmerataan karena masyarakat tinggal di wilayah yang terpencil. Hal ini yang membuat daerah terpencil kurang mendapat perhatian dari masyarakat dan menyebabkan masyarakat melakukan urbanisasi untuk mendapatkan fasilitas.
III. Kebijakan yang Diharapkan Masyarakat dalam Partisipasi
Pembangunan yang meliputi kehidupan, politik, ekonomi, dan sosial budaya akan berhasil apabila melibatkan partisipasi dari kegiatan seluruh rakyat di dalam suatu negara (Bintoro Tjokroamidjojo, 2004). Perencanaan partisipasi masyarakat menurut Abe (2008:81) adalah perencanaan yang melibatkan masyarakat. Adanya keterlibatan masyarakat dapat membawa menuju pemerataan pembangunan. Masyarakat mempunyai hak-hak dalam bersuara untuk menyampaikan aspirasi untuk kemajuan pembangunan dalam bentuk musrenbang. Dalam kegiatan Musrenbang dilakukan setiap tahun oleh pemerintah untuk jangka Panjang, jangka menengah, maupun jangka pendek dengan mengutamakan partisipasi sebagai bottom-up planning. Bottom-up planning adalah pengambilan keputusan dari rakyat, kemudian keputusan tersebut direalisasikan oleh pemerintah dengan melibatkan stakeholder.
Perencanaan yang dibuat oleh masyarakat diawali dengan daftar kebutuhan masyarakat dan masukan dalam proses perencanaan untuk menjadi perencanaan dalam kegiatan Musrenbang. Akan tetapi, rata-rata masyarakat yang berpartisipasi di musrenbang adalah masyarakat yang pendapatan menengah ke bawah di bandingkan masyarakat menengah ke atas. Masyarakat menengah ke atas merasa kebutuhan bisa terpenuhi dan cenderung pasif. Tingkat kehadiran masyarakat dalam melakukan musrenbang cenderung rendah dikala dalam perencanaan tidak dilibatkan sama sekali dan masyarakat cenderung mengacuhkan dalam perencaaan. Mekanisme atau jalannya partisipasi tidak cukup memberikan ruang apresiatif dan masyarakat karena partisipasi yang dijalankan bersifat semu, karena terkaitnya aturan dan dalam partisipasi hanya melibatkan ketua RT dan RW yang menyampaikan aspirasi dari masyarakat tanpa dari masyarakat langsung.
Terdapat adanya faktor-faktor yang menentukan tingkat masyarakat dalam partisipasi yaitu (1) komunikasi partisipatif adalah proses interaksi seluruh masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran dan menggerakkan partisipasi. Komunikasi sebagai alat untuk menyampaikan informasi terkait pembangunan agar memusatkan perhatian pada kebutuhan, kesempatan, dan perubahan (Nasution, 1996). Sifat komunikasi partisipasi merujuk konsep bersifat tidak hanya sebatas hadir tetapi lebih kepada cara-cara dialog untuk pengambilan keputusan (Rahim, 2004). (2) komitmen pemerintah, dalam hal perencanaan partisipatif melalui musrenbang belum dilaksanakan sepenuhnya. Terkadang pada tahapan dalam pelaksanaan musrenbang belum dijalankan dengan benar dan pemerintah tidak melibatkan masyarakat dalam proses penentuan program dan kegiatan prioritas. Masyarakat hanya terlibat dalam bentuk pemberian usulan dan penetapan program yang Sebagian besar bukan merupakan hasil dari usulan masyarakat. Rendahnya komitmen pemerintah dalam musrenbang yang memicu sikap apatis masyarakat. Karena proses penyusunan program dan kegiatan prioritas yang belum transparan.
IV. Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Daerah Tertinggal
Pembinaan terhadap kelembagaan ekonomi masyarakat di daerah tertinggal harus dikembangkan guna terwujudnya struktur perekonomian yang kuat. Untuk mendukung perekonomian daerah yang berbasis kerakyatan dibutuhkan dengan: 1) memberikan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam proses pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, serta perubahan struktur dengan pengembangan perencanaan pembangunan yang partisipatif, demokratis, dan transparan; 2) melakukan optimalisasi peran dan fungsi seluruh perusahaan agribisnis dan forestry (dengan peraturan daerah) sebagai investor di pedesaan untuk melakukan reinvestasi melalui kemitraan pola perusahaan patungan bersama pemerintah dan masyarakat pedesaan dalam membangun sistem perekonomian pedesaan; 3) mengembangkan usaha kecil, menengah, koperasi, dan usaha mikro dengan cara peningkatan dan pengembangan kemitraan usaha.
Daftar Pustaka
Abady, Aryati Puspasari. 2013. Perencanaan Partisipatif Dalam Pembangunan Daerah. Otoritas Jurnal Ilmu Pemerintahan Vol. 3 No. 1
Sidin, Fashbir Noor. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Transisi Kearah Globalisasi. Jurnal Industri dan Perkotaan Vol. 9 No. 15
Fadil, Fathurrahman.2013. Partisipasi Masyarakat Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Kotabaru Tengah. Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal Vol. 2 Edisi 2
Syahza, Almasdi dan Suarman. 2013. Strategi Pengembangan Daerah Tertinggal Dalam Upaya Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.14 No.1
Anami, Muhammad Khoirul dan Shinta Permata Sari. 2022. Transparansi, Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa, Kebijakan Desa, Partisipasi Masyarakat Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Desa: Studi Pada Desa Bendo Di Kabupaten Klaten. Prosiding Seminar Nasional Program Studi Ilmu Pemerintahan
Safi’, Indien Winarti, dan Erma Rusdiana. 2015. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Dan Penganggaran APBD di Kabupaten Bangkalan. Yustisia Vol. 4 No. 2
Muchtar, Karmila. 2016. Penerapan Komunikasi Partisipatif Pada Pembangunan Di Indonesia. Jurnal Makna Vol. 1 No.1
Saputra, I Wayan. 2016. Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Pada Desa Lambean Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Tahun 2009-2014. Jurnal Jurusan Pendidikan Ekonomi (JJPE) Vol. 6 No. 1
Sjafrizal. (2012). Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sjafrizal. (2008) Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang Sumatera Barat, Baduose Media.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.