Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sarah Nadiana

Golput dalam Pemilu? Pentingnya Memilih!!

Politik | Wednesday, 15 Jun 2022, 18:44 WIB

Pemilu adalah Pemilihan Umum yang dilakukan dalam rangka memilih pemimpin negara yaitu Presiden maupun wakil rakyat yang akan menjadi Dewan Perwakilan Rakyat. Pemilu dilakukan dalam 5 tahun sekali sesuai ketentuan Pasal 7 UUD 1945 tentang Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali”. Oleh sebab itu pemilu diadakan setiap 5 tahun sekali.

Kemudian Undang-Undang yang mengatur mengenai penyelenggaraan Pemilu yaitu UU No. 15 Tahun 2011 disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemilu bukan hanya sekedar pelaksanaan dari kedaulatan rakyat. Akan tetapi pemilu juga merupakan bentuk demokrasi di Indonesia dengan asas kejujuran dan keadilan di dalamnya.

Sebagai negara demokrasi, pemilu adalah cara bagaimana masyarakat Indonesia dalam memilih pemimpin negara. Pemilu tidak terhindar dari sebagian masyarakat yang memilih untuk golput.

Golput adalah golongan putih yang berarti tidak memilih siapapun. Tingginya jumlah golput maka rendahnya partisipasi dari masyarakat dalam pemilu.

Golput tidak serta merta terjadi begitu saja. Banyak pengaruh yang membuat masyarakat memilih menjadi golput. Salah satunya adalah keraguan masyarakat terhadap calon-calon presiden dan wapres maupun calon anggota legislatif yang dikira tidak baik. Kemudian banyak orang saat ini yang melihat latar belakang dari yang mencalonkan, bisa dilihat dari partai apa yang menaungi dan lain sebagainya.

Faktor lainnya berdasarkan yang dikutip oleh bbc.com yaitu meningkatnya kelompok partisipasi dari minoritas non-Muslim akibat Gerakan 212. Gerakan ini menyuarakan pada kaum muslim untuk tidak memilih calon yang non-Muslim. Sehingga menjadi faktor golput dalam pemilu.

Canggihnya teknologi saat ini pun mempengaruhi masyarakat golput dalam pemilu dan tidak menggunakan hak pilih suaranya dengan baik. Seperti masyarakat yang membuat hastag atau tagar #sayagolput.

Menurut data Komisi Pemilihan Umum(KPU) pada presentase angka golput dari tahun 1999-2019. Pada 1999 presentase angka golput pemilihan presiden(pilpres) yaitu 7,4% karena pada saat itu pemilu terjadi pasca reformasi sehingga presentase golput masih belum terlalu banyak. Pada 2004 terjadi 2 kali pemilu pilpres yang presentase angka golput pada pilpres 1 yaitu 21,8% dan pilpres 2 yaitu 23,4%. Presentase golput pada pilpres 2009 yaitu 28,3%. Kemudian pada 2014 presentase angka golput pilpres sampai angka 30,42%. Dan pada presentase angka golput pilpres 2019 di angka 22,5%.

Dapat dilihat berdasarkan data KPU presentase angka golput pasca reformasi sempat terus bertambah sampai pada pilpres 2019 presentase angka golput berkurang.

Golput dalam pemilu pilpres maupun pileg ini perlu dipelajari secara sistematis. Melihat bagaimana faktor golput yang sudah dijelaskan yaitu adanya pengajak golput dan individu golput. Yang artinya pengajak golput merupakan sekumpulan orang yang mengajak orang lain untuk golput sehingga menciptakan suatu Gerakan. Dan individu yang memiliki opininya sendiri dalam pemilu.

Perlunya edukasi yang memadai juga sangat penting sehingga meminimalisir presentase angka orang-orang yang golput. Bagaimana mengedukasinya? Dengan memberi pengetahuan tentang ap aitu pemilu? Siapa calon-calon yang akan dipilih? Kemudian apa resiko memilih?

Mengapa harus memilih?

Pemilu merupakan sarana bagi warga negara dalam memilih pemimpin yang pantas. Maka perlunya memilih pemimpin yang pantas agar jalannya demokrasi di negara dapat terwujudkan.

Menjadi sarana juga dalam penyampaian aspirasi bagaimana keinginan warga negara dalam mencapai kesejahteraan dalam bernegara dan terciptanya keadilan sosial di Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945.

Sebagai salah satu perwujudan hak rakyat juga dalam proses politik di negara. Hak konstitusional warga negara terwujud dari warga negara yang ikut berpartisipasi memilih dalam pemilu dan memahami bagaimana pemilu itu berjalan.

Pemilu juga mempertegas kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi. Bagaimana demokrasi dapat berjalan jika golput masih terjadi sampai saat ini?

Demokrasi kekinian yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam politik, sehingga dapat meminimalisir terjadinya golput.

Namun disisi lain praktek demokrasi yang sudah dilaksanakan kerap kali dijumpai oleh kekecewaan Sebagian masyarakat yang tidak puas dalam pilpres maupun pileg. Contoh yang dikutip oleh jaringan dokumentasi dan informasi hukum, yaitu paling factual kekisruhan tentang banyaknya warga negara yang hilang hak memilihnya karena tidak terdaftar di dalam Daftar Pemilih Tetap(DPT).

Perlu diingat lagi hak seseorang untuk memilih dan dipilih merupakan hak warga negara yang diatur dan dilindungi dalam Konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Indonesia menganut sistem demokrasi langsung yang mana memberikan hak kepada setiap warga negara untuk bersama secara langsung memilih calon-calon pemimpin dan memberi hak dipilih bagi calon-calon pemimpin yang memenuhi persyaratan.

Salah satu UUD 1945 yang mengatur adalah pasal 27 ayat (1) disebutkan ”segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Kemudian menurut ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dinyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”.

Sejak lahirnya NKRI tahun 1945 bangsa ini telah menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Sikap tersebut nampak dari Pancasila dan UUD 1945, yang memuat beberapa ketentuan-ketentuan tentang penghormatan HAM warga negara. Sehingga pada praktek penyelenggaraan negara, perlindungan atau penjaminan terhadap HAM dan hak-hak-hak warga Negara (citizen’s rights) atau hak-hak konstitusional warga Negara (the citizen’s constitusional rights) dapat terlaksana.

Hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar (basic right) setiap individu atau warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh Negara. Hak Politik warga Negara mencakup hak untuk memilih dan dipilih, penjamin hak dipilih secara tersurat dalam UUD 1945 mulai Pasal 27 ayat (1) dan (2); Pasal 28, Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3);141. Sementara hak memilih juga diatur dalam Pasal 1 ayat (2); Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A (1); Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C (1) UUD 1945.142 Perumusan pada pasal-pasal tersebut sangat jelas bahwa tidak dibenarkan adanya diskirminasi mengenai ras, kekayaan, agama dan keturunan.

Setiap warga negara mempunyai hak yang sama juga harus di implementasikan dan kewajiban bersama-sama. Ketentuan UUD 1945 diatas mengarahkan bahwa Negara harus memenuhi hak setiap warga negaranya. Khususnya dengan hak politik warga negara dan juga hak pilih setiap warga negara dalam rangka mewujudkan demokrasi yang diterapkan. Pemilu membuka ruang bebas bagi kita sebagai warga negara dalam menggunakan hak pilih dan meyakini yang pantas untuk dipilih sebagai pemimpin.

Demokrasi mempunyai gagasan bahwa kekuasaan oleh, dari, untuk rakyat. Oleh karena itu rakyat lah yang menentukan dan memberi arah bagaimana jalannya pemerintahan dalam kehidupan bernegara.

Jalannya negara yang demokrasi dapat dibuktikan dengan rakyat yang ikut andil atau ikut berpartisipasi dalam pemilu sebagai salah satu jalannya demokrasi. Kemudian menggunakan hak pilih nya secara bijak dan mempunyai keyakinan masing-masing individu untuk memilih calon-calon pemimpin yang pantas.

Dengan demikian rakyat juga harus paham bahwa ketika memilih calon-calon pemimpin ataupun dewan perwakilan rakyat maka keputusan-keputusan yang berkaitan dengan jalannya negara selanjutnya akan ditentukan oleh dewan-dewan perwakilan tersebut.

Pentingnya partisipasi rakyat dalam proses politik untuk membangun negara dengan jalannya demokrasi yang sesuai dengan rakyat dalam arti mensejahterakan dan menjujung tinggi keadilan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image