Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adha Estu Rizqi S. R.

Peran Keluarga pada Film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini dalam Merealisasikan Meaningful Life

Eduaksi | Tuesday, 14 Jun 2022, 10:39 WIB
Sumber: https://montasefilm.com/wp-content/uploads/2020/01/images.jpg

Pastinya para pembaca Retizen sangat familiar ya dengan judul film diatas. Ya! Film tersebut rilis tepat saat Indonesia diguncang berita pandemi Covid-19 pada awal Januari 2020 silam. Wah sudah 2 tahun ya, tidak terasa. Tak dapat dipungkiri, film ini menjadi salah satu comfort zone penulis sewaktu karantina.

Kita semua dipukul kenyataan bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Pandemi Covid-19 yang mengharuskan kita berada di rumah bersama keluarga dan membatasi kegiatan di luar rumah, menjadi salah satu pemicu beberapa kenangan kelam yang kita pendam. Kenangan masa-masa indah dan asyik sebelum pandemi, terus saja mengguncang pemikiran kita.

“Apa nanti kita bakalan hidup seperti normal lagi?”

Ini adalah salah satu anak pikiran yang waktu itu muncul di benak penulis. Anak pikiran itu kemudian berkembang menjadi induk pikiran yang lebih berat lagi.

“Apa kita nggak bisa bahagia selamanya? Apa bakalan terus menerus seperti ini?”

Tentu saja saat sedang dalam kondisi yang tidak prima, pikiran negatif itu normal adanya. Namun, bagaimana kita menghadapinya dan mengolahnya menjadi sesuatu yang baik itulah, tergantung pribadi dan keinginan masing-masing individu.

Ada yang mencari kegiatan lain berbasis dalam jaringan, ada yang mulai mengerti arti kebersamaan, dan ada pula yang mencari hobi lain untuk menghibur dirinya agar tidak terlarut dalam kesedihan, apalagi kalau kita sebagai mahasiswa yang sedang merantau dan tak bisa pulang kampung saat itu.

Penulis menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang mengalami ketiga kondisi tersebut. Dan kegiatan yang penulis lakukan saat itu adalah menonton film terus-terusan karena sudah tidak tahu harus berbuat apa. Karena ketenarannya, penulis memutuskan untuk menonton Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, dan sampai hari ini, penulis tak menyesalinya sedikitpun.

Sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/d/d4/Nanti_Kita_Cerita_Tentang_Hari_Ini_poster.jpg

Dalam film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (2020), mengisahkan kehidupan keluarga Narendra yang terlihat sempurna dari luar. Keluarga Narendra sendiri terdiri dari 5 orang anggota keluarga, yakni Ayah, Ibu, Angkasa, Aurora, dan Awan sebagai putri bungsu. Disinilah dimulai kisah keluarga Narendra yang memiliki konflik dan rahasia seperti keluarga pada umumnya. Sesuatu hal yang menarik untuk dibahas dari film ini adalah karakter semi-antagonis yang tercipta dan timbul dari emosi para karakter utamanya. Seperti Angkasa, sebagai anak sulung, ia menanggung seluruh beban ekspektasi dan tak dapat bebas berekspresi seperti yang ia inginkan, ada pula Aurora si anak tengah yang pendiam dan menyimpan banyak luka, ada pula Awan si anak bungsu yang sangat disayang, dan cenderung mendapatkan perlakuan overprotective, hal ini membuatnya merasa terkekang dan sama sekali tidak memiliki pilihan hidup. Berawal dari konflik internal anggota keluarga tersebutlah yang akhirnya membuka perlahan-lahan rahasia keluarga Narendra yang selama ini ditutup dengan rapat oleh Ayah.

Meskipun demikian, penulis merasa bahwa kisah keluarga Narendra ini sangatlah relatable dengan kehidupan kita. Penulis sendiri sebagai anak sulung juga merasakan diberi tuntutan lebih baik dalam pencapaian, target hidup, role model yang baik untuk adik-adik, dan tanggung jawab sebagai anak yang paling tua. Secara keseluruhan, film ini wajib untuk ditonton. Lewat film ini, penonton dapat mengambil banyak pelajaran hidup dan lebih memahami apa itu arti keluarga dan bagaimana membangun emosi yang positif antar karakter yang bertolak belakang. Mulai dari sinilah kita yang berani untuk mengekspresikan emosi, selalu dapat membantu kita untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik lagi (McGillivray, 2022).

Hal terfavorit dari film ini yang sangat disukai penulis, adalah pembahasannya mengenai kebahagiaan. Karakter tokoh dalam film ini, mulanya tidak mengerti bagaimana caranya bahagia, namun di penghujung film, hal ini sudah dapat diatasi dengan resolusi yang apik. Dapat disimpulkan bahwa sejatinya manusia itu normal untuk merasakan emosi, positif maupun negatif. Tak selamanya kita akan merasakan kesedihan, dan tak pula selamanya kita akan berada dalam lingkup kebahagiaan terus menerus. Maka dari itu, diperlukannya pengelolaan emosi positif untuk membantu dan mendorong kita dalam menyadari rasa bersyukur, berbahagia, dan berhenti untuk membanding-bandingkan takdir kita dengan orang lain. Hal terpenting ialah bagaimana kita harus selalu menjamin energi positif itu ada dan mendominasi, yang tentu saja akan menjamin kadar kebahagiaan kita dan generasi kita nantinya di masa depan, sesuai dengan apa yang telah kita tetapkan menjadi standar (Burke, 2021).

Hal penting yang dapat dipetik dari film ini ialah cara bagaimana kita dapat berdamai dengan diri kita sendiri, dan dapat lebih mengerti bagaimana dampak tindakan kita terhadap orang lain, dan yang paling penting, untuk terus bersyukur masih diberi kesempatan untuk merasakan apa itu arti keluarga. Akhir kata, disaat kita dapat mengenal beberapa hal positif yang telah dipaparkan sebelumnya, kita selangkah lebih dekat untuk mewujudkan meaningful life versi kita sendiri.

Sumber:

Burke, Jolanta. (26 November 2021). Why some people find it harder to be happy. Diakses dari https://theconversation.com/why-some-people-find-it-harder-to-be-happy-171692 pada 14 Juni 2022.

McGillivray, Cher. (27 April 2022). You can’t be happy all the time: how Encanto and Turning Red can help families wrestle with anger and sadness. Diakses dari https://theconversation.com/you-cant-be-happy-all-the-time-how-encanto-and-turning-red-can-help-families-wrestle-with-anger-and-sadness-181782 pada 14 Juni 2022.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image