Kontribusi Keuangan Syariah dan Ekosistem Haji
Bisnis | 2021-10-17 22:11:30Kontribusi Keuangan Syariah
Selama dekade terakhir keuangan Islam telah berkembang menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat dari industri keuangan global, menyalip pasar keuangan konvensional. Global Islamic Economic Report memperkirakan nilai aset keuangan Syariah akan meningkat sebesar 13,9% pada 2019, dari $2,52 triliun menjadi $2,88 triliun. Selain itu, pada tahun 2021, sejalan dengan tren global yang berkembang, keuangan syariah di Indonesia akan mengalami pertumbuhan positif dalam menghadapi pandemi. Karena, di sisi perbankan pada Mei 2021, aset bank meningkat 15,6% atau mencapai Rp598 miliar.
Khusus untuk keuangan syariah, pemerintah memandang bahwa ada potensi pengembangan yang sangat besar di sektor ini karena menekankan prinsip atau nilai-nilai Islam, seperti keadilan, dalam praktik keuangan syariah terutama melalui skema berbagi risiko. Selain prinsip keadilan, potensi keuangan juga terlihat di pasar modal syariah, dengan peningkatan jumlah investor sebesar 9,3% dalam tiga bulan pertama tahun 2021.Per Juli 2021 sendiri, outstanding sukuk negara Indonesia tercatat sebesar 1.076,01 triliun rupiah, atau tumbuh sebesar 10,75 persen dan diperkirakan akan terus tumbuh di masa mendatang.
Di pasar internasional, Indonesia adalah salah satu kontributor utama dalam penerbitan sukuk global. Selain itu, sukuk telah terbukti menjadi sumber pendanaan yang dapat diandalkan dimana selama periode 2013-2021, ada 3.447 proyek didanai melalui sukuk. Indonesia memiliki peluang besar untuk mengoptimalkan pasar keuangan dengan mengembangkan lebih banyak varian sukuk.
Di sektor keuangan syariah lainnya, seiring dengan berkembangnya ekosistem financial technology (fintech), aset fintech syariah di Indonesia tumbuh mencapai 134 miliar rupiah pada Juni 2021 yang mewakili 3% dari total aset fintech di Indonesia. Meski kontribusi terhadap keseluruhan aset fintech relatif kecil, aset fintech syariah telah meningkat lebih dari 50 kali lipat dalam 2,5 tahun terakhir. Global Islamic Fintech Report (2021) mengatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara terbesar dalam hal market size transaksi fintech syariah yang mencapai USD 2,9 miliar selama tahun 2020. Indonesia berada di posisi 5 besar, di belakang Arab Saudi (USD 17,9 miliar), Iran (USD 9,2 miliar), Uni Emirat Arab (USD 3,7 miliar), dan Malaysia (USD 3 miliar).
Arah strategis pengembangan keuangan syariah di Indonesia mengacu pada Rencana Induk Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) . Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, sebagai Ketua Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) meluncurkan rencana induk (Meksi) pada tahun 2019, sebagai peta jalan pertama negara untuk mengembangkan hukum Syariah, yang bertujuan untuk memperkuat perekonomian nasional. Visi dari rencana induk ini adalah mewujudkan âIndonesia yang mandiri, sejahtera dan beradab dengan menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka duniaâ. Pada tahun 2020, rencana induk tersebut diturunkan menjadi rencana pelaksanaan dan rencana kerja 2020-2014 berdasarkan koordinasi yang kuat antara pemangku kepentingan Komite ekonomi dan keuangan Syariah nasional (KNEKS). Rencana tersebut terdiri dari 30 program strategis yang difokuskan pada pengembangan dan penguatan : industri halal, keuangan syariah, keuangan sosial syariah dan bisnis dan kewirausahaan
Mengingat kemajuan teknologi digital yang pesat, upaya untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah juga dilakukan denga mendukung pengembangan produk dan layanan keuangan syariah digital. Inisiatif ini sejalan dengan prioritas Kemitraan Global G20 untuk Inklusi Keuangan , yang berfokus pada inklusi digital dan keuangan UKM.
Ekosistem Haji :
Menurut Hurriyah, program investasi yang bertujuan untuk membangun akomodasi bagi jemaah haji dan umrah sesuai dengan amanat yang terkandung dalam undang-undang (UU) Nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji. akomodasi bagi jemaah haji dan umroh sesuai dengan amanat yang tertuang dalam undang-undang nomor tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji. Investasi ini merupakan bagian dari upaya untuk membangun ekosistem haji dan umrah. Jadi, tidak hanya ini yang berkontribusi pada peningkatan pelayanan bagi jemaah, tetapi juga bisa memberikan multiplier effect bagi perekonomian.
Hurriyah menjelaskan sejumlah multiplier effect akan timbul dari investasi ini.
1. pembangunan dan pengoperasian fasilitas akomodasi akan banyak menyerap tenaga kerja Indonesia. Hal ini juga dapat memberikan layanan kenyamanan bagi Jemaah âMayoritas umat kita berasal dari daerah yang belum tentu bisa berbahasa Inggris atau Arab. Jadi, selain menyerap lapangan pekerjaan warga negara Indonesia, hal pertama yang kami yakinkan adalah pelayanan untuk jemaah harus tetap yang terbaik, bisa menyesuaikan dengan selera. dan kebutuhan,â kata Hurriyah.
2. Harga.Dengan berinvestasi pada fasilitas dan akomodasi , harga dapat disesuaikan sedemikian rupa sehingga tidak selalu bergantung pada kontrol harga oleh pasar.
3. Mendatangkan devisa. Hurriyah mencontohkan, dengan pembangunan akomodasi seperti hotel, apartemen, hingga pusat pembelanjaan, maka pasar untuk produk Indonesia dan makanan semakin terbuka. Akibatnya terjadi ekspor seperti bahan baku dan rempah-rempah yang didatangkan dari Indonesia. "Barang-barang yang dibeli dan dibawa pulang oleh Jemaah bukan semuanya buatan Arab Jadi nanti difasilitasi barang-barang dan pembayaran Indonesia. Dan meskipun barang dibuat di sana, ketika pemilik toko adalah orang Indonesia, kan manfaat ekonominya kembali ke kita,â kata Hurriyah.
Dengan cara ini, model investasi yang dilakukan pada pembangunan fasilitas dan akomodasi dapat memutar dana dan devisa sehingga tidak terbuang percuma. Jemaah juga mendapatkan nilai manfaat secara ekonomis dan juga berupa peningkatan kualitas layanan.
âVisinya adalah menciptakan ekosistem haji. Jadi kalaupun kita subsidi, uangnya kembali lagi ke kita. Ketika itu kembali kepada kami , kami mengembalikannya kepada jamaah. Artinya dari jamaah, untuk jamaah,â pungkas Hurriyah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.