Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image 20_112 _Melisa Arinda Putri

Peran Lembaga Pengelolaan Keuangan Haji Sebelum Adanya BPKH dan Sejarah Terbentuknya BPKH

Lomba | Sunday, 17 Oct 2021, 13:49 WIB

Penulis: Melisa Arinda Putri, Rizki Baktiana, Shella Bunga Slamet Lantini

Hji berasal dari Bahasa Arab yaitu "hajj" yang berarti mengunjungi. Haji termasuk dalam rukun Islam yang kelima. Menunaikan ibadah haji hukumnya fardhu'ain bagi seluruh umat Muslim yang sudah memenuhi syarat. Apabila seseorang tersebut tidak memenuhi syarat haji, maka sesorang tersebut tidak diwajibkan menunaikan ibadah haji. Syarat-syarat haji diantaranya beragama Islam, berakal sehat, sehat secara jasmani dan rohani, baligh atau mencapai usia dewasa, merdeka dan mampu. Dalam menunaikan ibadah haji juga harus melaksanakan rukun-rukun haji. Apabila rukun-rukun tersebut tidak dilaksanakan, maka haji tidak akan dianggap sah. Rukun-rukun haji diantaranya ihram, wukuf, tawaf dan sa'i, serta tahalul. Ada beberapa jenis ibadah haji yaitu Haji Al-ifrad, Haji Al-qiran dan Haji Al-tamatu.

BPKH merupakan lembaga yang bergerak didalam hal pengelolaan keuangan haji. Keuangan haji yang dimaksudkan yaitu semua hak dan kewajiban dari pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terikait dengan penyelenggaraan ibadah haji beserta kekayaanya, baik dalam bentuk uang maupun barang yang dapat dinilai dengan uang. Pengelolaan keuangan haji berdasar pada prinsip syariah pengelolaan dana haji dikelola dengan prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel. Dana tersebut bisa bersumber dari jamaah haji maupun berasal dari sumber lainya yang sah dan mengikat.

Pada tahun 1948, K. H. Mohammad Adnan sebagai delegasi Indonesia berhasil menjalin kerjasama dengan Raja Arab Saudi Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud. Setelah adanya kerjasama tersebut pada tahun 1951, dikeluarkan Keputusan Presiden No. 53 Tahun 1951. Keputusan Presiden tersebut berisikan tentang ibadah haji dikelola oleh pemerintah bukan dari pihak swasta.

Kemudian di tahun 1952 pemerintah membentuk PT. Pelayaran Muslim. Dibentuknya kepanitiaan ini bertujuan untuk menjadi satu-satunya lembaga penyelenggaraan haji. Namun kepanitiaan tersebut hanya mampu memberangkatkan jamaah haji dengan jalur laut sebanyak 15.000 saja. Sehingga pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1969 dengan mengambil alih semua proses penyelenggaraan perjalanan haji di Indonesia. Tahun 1976, PT. Arafah yang merupakan lembaga tunjukan pemerintah untuk mengurus jamaah haji juga mengalami kendala dalam hal keuangan, sehingga banyak jamaah haji yang tidak bisa berangkat karena kepailitan yang dialami lembaga tersebut. Sehingga pemerintah menetapkan untuk meniadakan pemberangkatan jamaah haji melalui jalur laut dan digantikan dengan jalur udara menggunakan pesawat udara.

Tahun 1985 pemerintah memberikan izin kepada pihak swasta untuk mengelola dan memfasilitasi penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Pemerintah menetapkan Undang-undang No.17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang berisikan pembagian kuota haji, dan fasilitas haji berupa regular atau khusus. Dalam pengelolaan dana haji pemerintah membentuk Badan Pengelolaan Dana Abadi Umat melalui keputusan Presiden No. 22 Tahun 2001.

sumber: https://bpkh.go.id

Seiring berjalanya waktu diperlukan lembaga yang bisa mengelola dana jamaah haji. Sehingga didirikanlah BPKH (Badan Pengelola Dana Jamaah Haji). Berdasarkan Keputusan Presiden No. 110 tahun 2017 pasal 2 dibentuk BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) yang berbadan hukum publik, bersifat mandiri sebagai lembaga pengelolaan keuangan haji yang ada di Indonesia. Tujuan pengelolaan keuangan haji yaitu untuk meningkatkan kualitas pentyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas, dan efisiensi penggunaan BPIH dan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.

BPKH memiliki Visi dan Misi. Visi BPKH adalah "menjadi lembaga pengelola keuangan terpercaya yang memberikan nilai manfaat optimal bagi jamaah haji dan kemaslahatan umat". Sedangkan Misi dari BPKH adalah:

1. Membangun kepercayaan melalui pengelolaan sistem keuangan yang transparan dan modern.

2. Meningkatkan efisiensi dan rasionalitas BPIH melalui kerjasama strategis.

3. Melakukan ivestasi pada imbal hasil yang optimal dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian dan profesionalitas.

4. Menciptakan tata kelola dan sistem kerja yang komprehesif dan akuntabel dengan mengembangkan SDM yang berintegritas dan profesional.

5. Memberikan kemaslahatan untuk meningkatkan kesejahteraan umat.

BPKH bertugas mengelola keuangan haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran dan pertanggungjawaban keuangan haji. BPKH memiliki fungsi yang diatur dalam pasal 22 diantaranya;

1. Perencanaan penerimaan, pengembangan dan pengeluaran keuangan haji.

2. Pelaksanaan penerimaan, pengembangan dan pengeluaran keuangan haji.

3. Pengendali dan pengawas penerimaan, pengembangan dan pengeluaran keuangan haji.

4. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan penerimaan, pengembangan dan pengeluaran keuangan haji.

Diusia BPKH yang terbilang masih muda telah berhasil mendapatkan rapor hijau. Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) memberikan opini hasil Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada BPKH berdasarkan laporan keuangan 2020 yang dimiliki. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah opini audit tertinggi dari BPK terkait dengan pengelolaan anggaran di kementrian atau lembaga negara. Opini tersebut diterbitkan apabila laporan keuangan dianggap telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik.

BPKH selalu memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa dana haji yang dikelola akan aman dan calon jamaah haji dapat melakukan pengecekan melalui program Integrasi Keuangan Haji Sistem Aplikasi Nyata (IKHSAN) yang mewujudkan sistem transparan, akuntabel, dan manfaat yang optimal kepada calon jamaah haji.

Badan Pengawas Keuangan (BPK) kepada Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) menjadi jaminan bagi masyarakat, bahwa pengelolaan berjalan dengan aman dan sesuai amanah. BPK telah memberikan opini wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangan BPKH tahun 2020.

Hal tersebut menjadi bukti akuntabilitas, transparansi dan tanggung jawab kepada masyarakat erkait pengelolaan dana haji. Ketua bidang fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am Sholeh menyatakan bahwa dana haji termasuk dana publik, sehingga perlu kepercayaan publik dalam pengelolaan dana yang akan memperkuat kelembagaan BPKH agar menjadi nilai manfaat yang cukup sehat dan membangun sustanabilitas keuangan.

Dalam hal pengelolaan BPKH memastikan alokasi asetnya sesuai, berdasarkan himpunan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Ftwa Se-Indonesia IV Tahun 2012 dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menteri Agama boleh ditasharrufkan untuk hal-hal produktif yang memberikan keuntungan, diantaranya penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.

Menteri Agama hanya sebagai pemegang amanah, maka dari itu perlu diadakanya sebuah akad. jamaah haji harus ikhlas mewakilkan dana setoran awal hajinya kepada Menteri Agama untuk dapat dimanfaatkan secara optimal dalam penyelenggaraan ibadah haji. Setelah adanya nilai manfaat, maka harus diidentifikasi kepada pemilik dana setoran awal yang dititipkan ke Menteri Agama nilai manfaatnya tentu akan dikembalikan pada jamaah karea dana tersebut milik jamaah yang tentunya harus ada penamaan untuk nama setiap jamaah. Kementrian Agama sudah berkomitmen untuk menempatkan dana setoran awal di perbankan syariah sesuai dengan amanah UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Upaya pemulihan ekonomi harus dilakukan dari semua sektor, termasuk ekonomi dan keuangan syariahsangat diperlukan dalam percepatan pemulihan ekonomi nasional. Pengembangan ekonomi syariah harus bersinergi dengan sistem konvensional untuk memperkuat dan mempercepat proses pemulihan. Peran keuangan syariah dalam menopang pemulihan ekonomi yaitu meningkatkan produktivitas, stabilitas keuangan, pertumbuhan berkelanjutan dan inklusif.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image