Sikap Istiqomah Ulama NU dan Pesantren dalam Menjaga NKRI
Politik | 2022-06-12 22:34:58Penulis : Dr. Ira Alia Maerani, S.H.,M.H ( Dosen FH )
Nama : Muhammad Abdul Ghofur
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Ulama pesantren dan NU selalu konsisten atas komitmen dalam meneguhkan eksistensi NKRI serta membela dan mempertahankan dari rongrongan berbagai pihak. Sikap istiqomah tersebut terlihat jelas dari beberapa ulama nu dan pesantrenSaat kedatangan NICA yang membawa sekutu dengan dalih membuat perdamaian keindonesia akan tetapi itu hanya bagian tipu muslihat mereka untuk merebut Kembali kemerdekaaan bangsa dan mendirikan Kembali kerajaan hindia belanda.
NKRI sebagai negara yang menurut syariat wajib dipertahankan dengan jihad fi sabilillah. Hal tersebut Hadratussyaikh K.H. Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa bahwasannya kewajiban jihad fi sabilillah untuk mempertahankan NKRI dari cengkeraman penjajah. Fatwa ini kemudian diteruskan dengan deklarasi resolusi jihad pada 22 OKtober 1945.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan terutama menjelang dan sesudah tahun 1950, muncul berbagai macam Gerakan yang justru membahayakan keutuhan negara Indonesia yaitu Gerakan separatism darul islam atau disebut juga dengan negara islam Indonesia yang didirikan oleh sekarmadji maridjan kartosuwiryo, kartosuwiryo pertama kali memproklamasikan berdirinya negara islam Indonesia pada 14 agustus 1945. Tetapi menyusul proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 agustus 1945 ia melepas aspirasinya dan mendukung republik Indonesia.
Pada 7 agustus barulah ia memproklamasikan darul islam di jawa barat dengan tantara islam Indonesia sebagai kekuatan militer perjungangan kartosuwiryo. Pemberontakan ini kemudian menyebar ke bagian-bagian jawa tengah, Kalimantan selatan, dan aceh.Menghadapi pemberontak yang semakin luas itu, pada tahun 1945 NU mengeluarkan fatwa bughat ( pemberontakan )terhadap setiap gerakann separatism yang merongrong keutuhan negara Indonesia.
Fatwa bughat setidak-tidaknya mempunyai beberapa makna penting, yaitu umat islam tidak perlu bahkan dilarang untuk terlibat dalam Gerakan yang membahayakan NKRI, apalagi Gerakan itu menimbulkan konflik berkepanjangan yang pada akhirnya mengurangi kemampuan negara untuk memperjuangkan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Dengan fatwa bughat Gerakan pemberontak itu kehilangan legitimasi agama, sehingga jargon-jargon agama yang mereka gunakan tidak efektif.
Sebagaimana kita maklumi, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang agamis, sehingga mudah untuk disentuh dan dipengaruhi dengan hal-hal yag berbau agama. Banyak Gerakan dizaman revolusi yang membawa simbol-simbol agama untuk meraih simpati dan dukungan dari masyarakat. Namun dengan fatwa bughat, jargon-jargon agama yang mereka bawa tidak efektif.
Dengan fatwa bughat, NU megaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang harus dipertahankan dan diperjuangkan sampai titik darah penghabisan. Pihak-pihak yang melakukan Gerakan separatism berarti telah melakukan bughat atau pemberontakan yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama islam, tdak hanya mengeluarkan fatwa bughat, NU dalam Munas Alim Ulama se Indonesia tahun 1945 yang diselenggarakan dicipanas bogor, menetapkan piagam wali al-amr al-dlaruri bi al-syaukah kepada presiden sebagai kepala negara serta alat-alat negara sebagaimna dimaksud dalam UUD seperti kabinet, parlemen, dan sebaganya.
Pemberian gelar wali al-amr al-dlaruri bi al-syaukah ini disamping untuk melegitimasi kekuasaan pemerintah secara syar’I, namun juga sekaligus memberikan kemantapan atau kepastian bagi umat islam untuk mematuhi Tindakan pemerintah yang dipimpin presiden soekarno dalam menghadapi pemberontakan DI/TII. Keputusan itu semakin diperlukan mengingat masyumi tidak tegas, bahkan cenderung simpati terhadap Gerakan DI/TII.
Upaya NU dalam membendung dan menumpas Gerakan pemberontak partai komunis Indonesia yang mengancam NKRI. NU menjadi kekuatan utama untuk membendung upaya revolusi komunis tersebut, mulai dari pemberontakan PKI madiun tahun 1948 yang rangkaian pristiwanya tidak bisa dilepaskan sampai hancurnya peristiwa 1965. pasca peristiwa G30S-PKI, situasi politik nasional masih belum stabil. Tuduhan-tuduhan miring bahwa sayapnya GP Ansor akan mendirikan Negara islam Indonesia terus dilancarkan pada NU.
K.H. Mahrus ali selaku rais syuriah PWNU jawa timur secara tegas membantah dan menyanggah banjir fitnah tersebut. Beliau menjawab tuduhan-tuduhan tersebut :“desas-desus yang merupakan perang urat saraf yang menyebutkan sehabis lebaran, golongan agama khususnya agama islam akan mengadakan Gerakan rasialis yang ditujukan pada golongan lain adalah bohong dan merupakan fitnah belaka terhadap golongan agama yang dilancarkan oleh nekolim dan G30S-PKI beserta antek-anteknya.
Umat islam diseluruh jawa timur supaya tetap awas dan waspada, jangan kena diadu domba antara kita dan oraglain siapapun juga. Tetaplah pelihara kesatuan dan persatuan antara semua golongan progrev, tetaplah bantu ABRI dalam membina dan memupuk keamanan. NU tidak ada impian apalagi niatan untuk didesas desuskan oleh Nekolim dan antek-anteknya. NU tetap mempertahankan Negara Pancasila sampai akhir zaman.”
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.