Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Atma Nurseto, ST,. S.H

Uncertainty (Ketidakpastian)

Agama | 2022-06-11 17:05:01

Uncertainty atau Ketidakpastian. Siapa diantara kita yang tidak pernah mengalami ketidakpastian. Semua dari kita pasti pernah mengalami ketidakpastian. Ketidakpastian dalam menanti apakah diterima diperusahaan yang kita inginkan atau tidak.

Ketika pergi keluar rumah, selalu dalam ketidakpastian, selamat atau tidak. Mengambil sebuah keputusan, itu juga tidak pasti, tepatkah atau malah sebaliknya. Kondisi pandemi ini mengajarkan kepada kita tentang ketidakpastian yang harus kita hadapi dengan bijaksana.

Tentu kita tahu persis setelah sekian lama bergelut dengan pandemi, dunia teknologi begitu bergeliat. Banyak peluang pekerjaan dalam bidang teknologi. Tapi sekarang setelah itu berlalu, banyak gelombang PHK di mana-mana. Semuanya tentang ketidakpastian. Kapan akan berakhir. Kapan akan diterima di perusahaan, kapan akan lulus dari perkuliahan. Begitu juga dengan pernikahan. Kapan akan menikah. Dengan siapa akan menikah. Apakah orangtuanya setuju atau tidak.

Dan ternyata banyak juga orang yang menginginkan pasangan hidup seperti yang ia bayangkan, namun nyatanya malah mendapatkan suami atau istri yang jauh dari apa yang ia dambakan. Semua tidak pasti.

Lalu apakah pasangan yang kita pilih akan mengantarkan kita kepada kehidupan yang membahagiakan, menyenangkan, sesuatu yang akan membawa ke kehidupan yang lebih baik. Itu juga tidak pasti.

Oleh karena itu, agar ketidakpastian bisa menjadi lebih terukur, harus terus belajar. Kalau ingin menikah agar menjadi lebih mantap maka perlu untuk memperbanyak pengetahuan-pengetahuan tentang pernikahan dan yang berkaitan dengannya. Belajar cara memilih pasangan yang baik. Belajar tentang bagaimana cara bergaul dengan kekasih. Belajar tentang talak maupun rujuk. Karena terkadang ada perbedaan antara syariat Islam dengan aturan yang ada di Indonesia. Misalkan, talak secara Islam bisa jatuh tanpa ada saksi (di luar pengadilan), sedangkan di dalam aturan negara kita talak hanya diakui tatkala diucapkan di depan pengadilan.

Tentunya dengan kita mempelajari aturan sesuai syariat serta aturan negara tujuannya agar tidak terjatuh ke keliruan yang tidak kita ketahui. Misalkan seseorang mentalak istrinya satu kali dirumah, kemudian dia minta isbat talak ke pengadilan. Tapi setelah sampai di pengadilan, malah diminta mentalak lagi. Karena talak yang dia lakukan dirumah tidak diakui oleh pengadilan. Akhirnya bertambahlah talaknya, yang tadinya satu menjadi talak 2. Itulah pentingnya kita harus belajar hukum-hukum pernikahan.

Terus kapan nikah!!. hsssttt, uangnya belum banyak yang kumpul.

Coba deh perhatiin ayat di bawah ini, Allah ta’ala berfirman masih dalam surat dan ayat yang kemarin dibawakan yaitu Surat An-Nuur 32,

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚإِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗوَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 32)

Di dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan para wali dan tuan-tuan untuk menikahkan orang-orang yang ada dalam perwaliannya dari golongan orang-orang yang sendirian (الْأَيَامَىٰ).

Ayat ini juga terkandung janji Allah kepada orang yang menikah dengan kecukupan setelah kondisi kefakirannya. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberi dan menambah rezeki kepada kita, ketaqwaan serta senantiasa diberi hidayah untuk terus mempelajari syariat-syariatnya dengan sebaik-baiknya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image