Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Putri Hanifah, CHt., C.NNLP

Bagaimana Tidak Berburu-Buru Ingin Berhubungan Denganmu

Gaya Hidup | Saturday, 11 Jun 2022, 08:19 WIB

Bagaimana tidak terburu-buru tuan, jika konsumsi setiap hari adalah film porno dan jejepangan. Bagaimana tidak terburu-buru nona, jika konsumsimu setiap hari adalah drama Korea yang isinya bucin mancanegara. Bagaimana tidak terburu-buru akhi dan ukhti jika pikiranmu tertambat padanya, kerjaannya mantengin storinya?

Jangan menyalahkan waktu, memang sudah masanya! Mungkin kawan-kawan gemes sama advice yang diberikan kakak-kakak rohis , "Coba dek, banyakin ibadah ke Allah biar ga kepikiran dia terus" | "Coba dek alihin nonton drakornya dengan ngafal quran" dan lain - lain. Padahal emang udah masanya / saatnya / momennya buat menyalurkan naluri mencintai itu pada tempatnya. Kok solusinya gitu-gitu aja?

Memang sudah masanya! Tapi kita diminta menahan untuk menyalurkan naluri itu dulu bukan? Diminta alihin dulu kan? Mengapa? Karena kebanyakan lelaki yang lulus kuliah masih fighting supaya bisa menafkahi kamu lahir batin nona. Sebab semasa SMP - SMA mereka belum mendapatkan edukasi tentang kewajiban mencari nafkah. Sedih banget ya.

Padahal kita mengetahui, sebesar - besarnya gaji kita hari ini akan habis untuk membiayai hajat hidup, dari makanan, pendidikan, kesehatan dll. Belum lagi tanggungan pajak yang jumlahnya bukan hanya satu dua saja. Seharusnya negara punya peran untuk menjamin hak dasar rakyat seperti pendidikan dan kesehatan misalnya. Memgapa hari ini negara nggak menjamin hak dasar kita? Karena memang anggaran untuk menjamin tidak ada. Semua pembaca tulisan ini pasti mengetahui sumber daya alam kita dikuasi oleh siapa? Asing, aseng atau asong? atau ketiga-tiganya?

Akhirnya solusi paling simple dan realistis adalah pacaran? Karena minim tanggung jawab dan tidak ada kewajiban menafkahi. Bahkan sekarang tidak perlu menggunakan status pacaran, temenan saja udah bisa hubungan badan, FWB namanya.

Bayangkan podcast Komunitas Friends With Benefit (FWB) itu episodenya sudah mencapai 200. Berarti sudah 200-an praktisi FWB yang diwawancarai. Kebayang nggak sih yang belum diwawancara jumlahnya berapa? Maka kejadian mengaborsi tujuh janin kemarin sungguh tindakan yang sangat keji!

Jika enggan bertanggungjawab karena hamil, solusinya pamungkasnya apa? "Yasudah, LGBT saja" resiko amat rendah karena tidak ada agenda hamil dan harus menikahi. Iya nggak hamil sih, tapi apa kabar jika kalian semua terkena penyakit seksual yang berbahaya? Atau seluruh penduduk bumi diazab karena perilaku kalian yang menyimpang?

---

Lantas apa yang menyebabkan mayoritas laki - laki baligh tidak langsung bergegas menafkahi? Sungguh jawabannya bukan karena mereka tidak mau, tetapi karena hukum perwalian yang sudah Islam gariskan tidak diterapkan di bumi ini. Seandainya saja hukum perwalian itu diterapkan (dalam sistem Islam tentunya). Karena jika diterapkan dalam sistem sekuler tentu tidak ada yang mau. Bahasan khamr yang jelas - jelas haram saja masih di musyawarahkan kok.

Ketika hukum perwalian tidak diterapkan, maka yang terjadi perempuan kadang tidak diizinkan nikah dulu, sebelum akhirnya perempuan tersebut mampu bekerja dan mapan. Istilahnya balik modal, setelah menghabiskan sekitar minimal 40 juta untuk membayar harga kursi di perguruan tinggi. Seharusnya urusan nafkah perempuan itu seharusnya ditanggung walinya (jika ayahnya meninggal, maka kewajiban kakek untuk menafkahi, jika tidak ada maka ditanggung pakdhe atau saudara laki-laki kandung dll. Jika dari pihak keluarga belum mampu menafkahi, maka negara akan turun tangan mengurus pernafkahan perempuan tadi.

Negara apa yang mau menjamin nafkah perempuan yatim yatim piatu yang jumlahnya sangat banyak itu; berharap dengan negara sekuler? Jangankan untum menjamin nafkah, membayar hutang luar negeri saja gelagepan. Disaat perempuan tersebut kerja, gempuran media sangat kuat merangsang naluri mencintai untuk terus menerus dipenuhi.

Takdir Allah (meninggalnya ayah) malih jadi takdir yang sangat buruk dan membawa petaka yang sangat menyedihkan (keluarga menjadi jatuh miskin) padahal yang sebenarnya dikarenakan hukum perwalian tidak diterapkan.

Lalu apa yang terjadi pada kaum lelaki? Sungguh negara tidak berperan mengedukasi laki-laki, calon pemimpin rumah tangga dan negara. Makannya hari ini kita dapati mayoritas laki-laki visi hidupnya mengalir seperti air. Apakah negara sudah menyediakan terbukanya lapangan kerja dengan luas? Kalau lelaki tadi menganggur, kemudian ingin menikah. Bapak mana yang siap melepaskan Putrinya kepada lelaki yang pengangguran?

Seandainya, jika negara menggunakan konsep pendidikan Islam, pasti orang dengan segala potensi akan diplot di tempat yang tepat. Right man in the right place. Yang memiliki potensi ilmuwan didorong sekolah tinggi, yang punya potensi handling hal teknis diarahkan ke vokasi. Mereka bukan hanya terampil, tapi takut sama Allah, karena ditanamkan aqidah Islam, hingga terbentuk ketaqwaan. Media juga diatur di dalam Islam, konten yang sifatnya merangsang tidak akan diizinkan masuk! (tidak ada ceritanya tampilan orang kerudungan buka baju seperti kemarin yang ramai di tik-tok)

Itu baru membahas tentang perwalian, belum tentang pengaturan Islam terhadap sistem pergaulan. Sungguh sangat komperhensif! Sekali lagi semua keluarbiasaan Islam tidak akan bisa terlihat jika tidak ganti sistem, maka jika ingin kondisi negeri ini berubah maka mari terapkan Islam dengan mewujudkan tegaknya Khilafah Islamiyah

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image