Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Trimanto B. Ngaderi

Rejeki Penjual Koran Keliling

Agama | Friday, 10 Jun 2022, 14:20 WIB

REJEKI PENJUAL KORAN KELILING

Memangnya masih ada orang yang beli koran?” tanya seorang kawan ketika mobil kami sedang berhenti menunggu lampu merah di perempatan jalan.

“Lagian untungnya berapa sih berjualan koran?” celetuk yang lain berkomentas pesimis.

Begitulah dampak dari era digitalisasi. Peralihan dari media tercetak menjadi media online. Dampak negatifnya adalah banyak media massa yang gulung tikar kemudian tidak beroperasi lagi. Ya majalah dan koran. Tinggal beberapa media massa cetak yang masih bertahan, itupun media cetak skala nasional dan dari pemodal besar. Saya katakan pemodal besar, sekalipun surat kabarnya tidak laku sama sekali, mereka tidak rugi, karena biaya produksinya sudah tercover oleh pemasukan dari iklan.

Selain faktor digitalisasi, faktor yang lebih mendasar adalah minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Ini masalah klasik yang nyaris tak ada perubahan berarti hingga kini. Inilah penyakit mental bangsa kita yang memang malas membaca. Ketika negara-negara maju melewati proses literasi secara runut dan sempurna, yaitu dari tradisi lisan ke tradisi baca-tulis ke tradisi digital. Sedangkan di negara kita, dari tradisi lisan langsung meloncat ke tradisi digital.

Rahasia Rejeki

Kembali ke si penjual koran tadi. Memang kalau kita bermain logika, kita akan melontarkan pertanyaan serupa.

Pada kenyataannya, si penjual koran itu masih berjualan koran setiap hari. Penuh semangat dan telaten. Bahkan, di rumah mungkin ia punya anak isteri, punya anak-anak yang masih sekolah, punya tanggungan orang tua yang sudah jompo, dan seterusnya. Apakah cukup hanya dari hasil menjual koran di perempatan jalan?

Dari sisi si penjual koran,bisa jadi profesi itu sudah ditekuninya sejak lama sehingga ia menikmati dan ringan menjalankannya. Atau bisa juga sebab terpaksa, dikarenakan tidak ada pilihan lain. Akan tetapi, Allah Mahamemberi Rejeki.

Rejeki adalah rahasia. Rejeki adalah misteri. Rejeki adalah ghaib. Terkadang rejeki datang saat tidak kita butuhkan. Uang datang saat kita tidak memikirkan uang. Sebaliknya, saat uang kita nanti-nanti malah tak kunjung tiba. Saat rejeki sangat kita harap-harap justeru tak pernah hadir.

Orang Jawa punya pepatah khusus terkait rejeki ini, “Diburu mlayu, ditinggal nututi”. Maksudnya rejeki itu ketika dikejar justeru lari, tapi ketika tidak dicari malah datang sendiri. Itulah matematika langit yang berbeda dengan matematika bumi. Perhitungan manusia berbeda dengan perhitungan Sang Pencipta.

Dalam konteks si penjual koran tadi, ia tetap mendapatkan rejeki dari Allah. Tidak hanya berasal dari keuntungan menjual koran, tapi bisa dari pintu mana saja. Dengan catatan, rejeki akan datang ketika manusia telah memaksimalkan ikhtiar (baik ikhtiar lahir maupun batin). Setelah berikhtiar secara maksimal, langkah berikutnya adalah tawakkal.

Allah sangat mencintai hamba-hambanya yang mau berusaha sekuat tenaga. Bukan mereka yang hanya berpangku tangan, bermalas-malasan menunggu rejeki jatuh dari langit. Allah juga sangat menyukai manusia yang menggantungkan hidupnya secara totalitas kepadaNya, bukan kepada selainNya. Sedangkan orang yang masih menggantungkan rejekinya kepada sesama makhluk, ia masih meragukan akan jaminan rejeki dari Tuhan Yang Mahakaya.

source:https:NusantaraKini.com

۞ وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ

Arab-latin: wa mā min dābbatin fil-arḍi illā 'alallāhi rizquhā wa ya'lamu mustaqarrahā wa mustauda'ahā, kullun fī kitābim mubīn

Artinya: "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)." Hud: 6

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image