Mengenal BPKH Effect bagi Ibadah Haji dan Kemaslahatan Umat
Lomba | 2021-10-12 20:24:55Mengapa Perlu BPKH?
Perjalanan panjang perihal ibadah haji di Indonesia telah sampai pada tahap baru selanjutnya. Tahap baru itu bernama Badan Pengelola Keuangan Haji atau disingkat jadi BPKH. Berbagai terobosan gagasan dan kebijakan terkait penyelenggaraan dan pengelolaan dana haji, serupa rantai yang bahu membahu dari waktu ke waktu. Lebih tepatnya dari tahun 1825 sampai 2018 atau 193 tahunâhampir dua abad.
Indonesia, sebagai negara dengan penduduk muslim paling besar di dunia, mempunyai peminat ibadah haji yang sangat tinggi. Dari tahun ke tahun selain jumlah peminat yang terus bertambah, juga berimbas pada antrian yang semakin panjang. Bukan apa-apa, semua itu semata buah dari pembatasan kuota jamaah haji oleh Arab Saudi. Akibatnya, dana haji yang sudah disetorkan, terakumulasi dalam jumlah yang tidak main-main. Untuk gambaran saja, dana haji yang dikelola menginjak angka Rp 140 triliun, berdasar data per 31 Agustus 2020 (BPKH, 2020), dari titipan sekitar empat (4) juta jamaah haji tunggu.
Di sisi yang lain, biaya naik haji mempunyai karakter sangat rentan terpengaruh oleh nilai tukar Rupiah-Dollar US-Riyal Saudi. Dari empat komponen alokasi biaya naik haji, hanya biaya lain-lain di dalam negeri (14%) yang menggunakan Rupiah. Tiga sisanya, yakni penerbangan (46%), akomodasi-transportasi (34%), serta living cost (6%), menggunakan masing-masing Dollar US dan Riyal Saudi. Maka tidak ayal jika setiap tahunnya terdapat potensi kenaikan biaya haji sebesar 8,17% (BPKH, 2020). Nah, tanpa pengelolaan dana haji yang baik, maka dipastikan penyelenggaraan rukun Islam kelima tersebut, sangat rentan kacau, tidak stabil dan akhirnya merugikan banyak calon jemaah haji. Itulah mengapa BPKH dibentuk.
Pada tahun 2017, berdasarkan Perpres No.110 Tahun 2017 pasal 2, BPKH dibentuk sebagai pengelola keuangan haji di tanah air. Tepat di Rabu pagi 26 Juli 2017, Presiden melantik tujuh orang Dewan Pengawas dan tujuh orang pula Badan Pelaksana BPKH. Berbekal visi âMenjadi lembaga pengelola keuangan terpercaya yang memberikan nilai manfaat optimal bagi jamaah haji dan kemaslahatan umatâ, BPKH diharapkan bukan saja tampil sebagai penjaga dana haji yang besar, tapi juga diamanahi untuk mengembangkan asas manfaat yang luas. Baik itu untuk jamaah haji sendiri, juga bagi kemaslahatan umat yang meliputi: penyediaan sarana dan prasarana ibadah, pendidikan dan dakwah, pemberdayaan ekonomi, dan sosial keagamaan.
Cakupan dan keluasan asas manfaat itulah yang membedakan antara BPKH dengan pengelola dana haji sebelumnya, yakni Kementerian Agama (Kemenag). Dapat dimaklumi, garapan Kemenag yang begitu luas, menjadikan pengelolaan dana haji kurang maksimal dikembangkan. Sebagai contoh perbedaan, jika era Kemenag dana haji hanya diinvestasikan pada dua bidang berupa tabungan/deposito (65% dari total dana haji) dan pada instrumen sukuk (35% sisanya), maka oleh BPKH instrumen investasi meluas, sesuai PP No.5 Tahun 2018. Semuanya mulai dari Surat Berharga Syariah, Investasi Emas (maksimal 5%), Investasi Langsung (maksimal 20%), sampai Investasi Lainnya (maksimal 10%). Perbedaan itu ternyata berhasil membentuk BPKH effect berupa memberikan nilai manfaat pada kemaslahan umat secara lebih luas di bumi Indonesia.
BPKH Effect bagi Ibadah Haji dan Kemaslahatan Umat
Pengelolaan baik yang menjunjung keamanan, kehati-hatian, transparan, akuntabel, kemanfaatan, dan likuiditas yang dijalankan secara ketat dan diawasi secara baik pula, akan menambah nilai manfaat. Hasilnya misalnya, pendapatan nilai manfaat yang dibukukan BPKH dari pengelolaan tahun 2018 mencapai RP 5,70 triliun, meningkat 7,9% dari tahun sebelumnya (BPKH, 2018). Termasuk hasil pengelolaan itulah yang menjadi modal perbaikan kualitas pelayanan jamaah haji dan subsidi bagi dana riil haji yang menyentuh angka Rp 66 juta menjadi hanya sekitar Rp 36 juta-an (BPKH, 2020). Demikian juga terkait dana kemaslahatan umat.
Pada 19 Oktober 2018 tiga (3) program kemaslahatan umat diluncurkan di Jakarta. Pertama, adalah program pemberian bantuan beasiswa bagi IAIN Palu yang terdampak bencana gempa dan tsunami Palu, Sigi, Donggala. Pada program itu tidak kurang dari Rp 195,3 juta yang disalurkan pada 864 orang. Kedua, pembersihan lahan pascabencana di Palu sebesar Rp 195 juta. Ketiga, program kerja sama antara BPKH dengan LazisMu berupa penyediaan makanan sehat, peralatan kesehatan dan obat-obatan sederhana, masih terkait bencana di Palu, sekitar Rp 200 juta (BPKH, 2018).
Rancangan sejumlah program yang lebih besar pun, yakni mencapai Rp 36,7 miliar, untuk kemaslahatan umat telah tersusunan dalam bentuk proposal di tahun 2018 (BPKH, 2018). Padahal, kala itu BPKH bisa dibilang baru seumur jagung. Namun peran yang diambil mampu memberi efek nyata bagi masyarakat secara luas dan khusus bagi stakeholder BPKH sendiri, yakni para calon jemaah haji.
Ke depan, narasi kontra terhadap dana haji yang digunakan bagi kemaslahatan umat dengan alasan kekhawatiran, akhirnya tidak cukup mempunyai alasan (Republika, 17 September 2017, 9 Februari 2021). BPKH effect bagi kemaslahatan dan kesejahteraan umat, selain telah disetujui undang-undang juga menjadi identitas moral khas dalam pola diskursus keislaman yang moderat di Indonesia.
Sejak pertama berdirinya tahun 2018, BPKH effect sudah terasa sebenarnya. Terasa dengan maksud jadi pusat perhatian karena posisinya yang cukup seksi dengan dana besar yang dikelolanya. Perlahan tapi pasti, BPKH mampu menjawab tantangan besar itu sehingga membuahkan apa yang penulis sebut BPKH effect. Luar biasanya, BPKH effect itu terus beresonansi tidak hanya pada tubuhnya sendiri, tapi juga bagi umat secara lebih luas. Semoga pada perkembangan selanjutnya, BPKH effect semakin meluas dan menjadi tonggak penting bagi perjalanan bangsa ini menuju versi terbaiknya.
Referensi
BPKH, 2020, Apa & Bagaimana Investasi Keuangan Haji BPKH. Bidang Investasi BPKH, Edisi 2
BPKH, 2018, Meraih Kepercayaan Umat. Laporan Tahunan.
#BPKHWritingCompetition
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.