Sejarah Terbentuknya BPKH
Lomba | 2021-10-11 11:12:21Pengelolaan dana haji di Indonesia telah mengalami perkembangan hingga akhirnya dikelola oleh BPKH. Pada awalnya dana haji yang terkumpul dikelola secara langsung oleh kementerian agama berdasarkan UU no. 17 tahun 1999. Namun, dengan hal tersebut menimbulkan tantangan berupa cakupan tanggung jawab yang terlalu luas dan kemampuan pengelolaan yang belum mumpuni. Dengan adanya berbagai tantangan tersebut pihak pengelola Dana Abadi Umat (DAU) diubah dari kementerian agama menjadi [[BP DAU]] dengan diawasi Komisi Pengawas Haji Indonesia [[KPHI]] berdasarkan uu no. 13 tahun 2008. Dan perkembangan terakhir, pengelolaan dana haji dikelola berdasarkan uu no. 34 tahun 2014 yang memberikan wewenang yang lebih luas dalam investasi oleh BPKH melalui produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya dengan pengawasan KPHI.
Penyelenggaran Ibadah Haji dan Umroh telah diatur oleh Pemerintah dalam UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh yang sebelumnya yaitu UU No.13 Tahun 2008 agar tugas-tugas yang berhubungan dengan proses pelayanan haji dipisahkan tersendiri. Kementerian Agama berfungsi sebagai pengelola, Direktur Jenderal Penyelenggaran Haji dan Umroh sebagau pelaksana dan Komisi Pengawas Haji Indonesia sebgai pengawas. Namun, Kementerian Agama masih memegang peranan yang dominan di ketiga fungsi tersebut dan tidak terdapat pemisahan nyata antara pengelola dan pelaksana. Kemudian Pemrintah mengambil langkah nyata, yaitu dengan mengesahkan UU No.34 Tahun 2014 pada Pktober 2014. Peraturan baru ini merupakan dasar berdirinya BPKH pada 26 Juli 2017, sebuah badan hukum publik yang bersifat mandiri yang akan tanggung jawab langsung yang berkaitan dengan pengelolaan dana haji dari Kemenag.
BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) resmi mengambilalih dana haji dari Kementerian Agama (Kemenag). Pengambilalihan dana haji tersebut telah dilakukan sejak ditanda tanganinya Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2018 oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Aturan tersebut mngatur tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Di dalam aturan tersebut tertuang juga tata cara pengeluaran penempatan, dan investasi keuangan haji. Ibadah haji merupakan suatu peristiwa bersejarah, tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan dan nilai-nilai spiritual, namun juga menyimpan potensi ekonomi yang besar. Dana haji yang besar haruslah dikelola secara optimal sesuai dengan prinsip syariah sehingga ada harapan besar melalui ekonomi haji dapat mendorong pertumbuhan ekonomi syariah nasional serta berkontribusi pula dalam pembangunan nasional.
BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) merupakan lembaga yang mengelola dana haji milik jamaah. Setoran dana haji yang terhimpun kemudian dikelola pada investasi yang produktif. Disini BPKH menjalankan fungsi simpanan dan penyaluran dana seperti halnya lembaga keuangan.. BPKH didirikan pada tanggal 26 Juli 2017 atas dasar hukum Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014. Lahirnya BPKH disebabkan oleh adanya kejanggalan Kemenag, yaitu pengelolaan keuangan haji yang menggabungkan antara pengelolaan dana haji dan pelaksana. Hal itu disebut untuk menghindari kerancunan dalam tata kelola keuangan haji. BPKH seharusnya dibentuk pada bulan Oktober 2015, namun baru terealisasikan pada tanggal 26 Juli 2017. BPKH terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian pengelola dan bagian pengawas.
Dengan begitu BPKH memiliki struktur organisasi yang terdiri dari dewan pengawas dan badan pelaksana.. Kedua posisi ini bekerjasama dalam pengelolaan dana haji sebagaimana komisaris dan direksi dalam sebuah perusahaan. Namun, yang membedakan dari dewan pengawas adalah wewenang yang dimiliki dalam penyetujuan terkait operasional investasi BPKH. Pengelolaan dana haji diwajibkan untuk menyediakan cadangan dana yang setara dengan dua kali biaya penyelenggaraan ibadah haji, artinya dana yang diinvestasikan dalam tahun berjalan akan ter-cover dengan dana cadangan tersebut sehingga penyelenggaraan dana haji akan tetap terlaksana apabila dalam kondisi kritis dana yang diinvestasikan mengalami kerugian.
BPKH adalah lembaga khusus yang melakukan pengelolaan Keuangan Haji. Keuangan Haji adalah semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari jemaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pengelolaan Keuangan Haji berasaskan pada prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel. Pengelolaan Keuangan Haji bertujuan meningkatkan kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji, rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPKH dan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.
Visi dari BPKH adalah menjadi lembaga pengelola keuangan terpercaya yang memberikan nilai manfaat optimal bagi jemaah haji dan kemaslahatan umat. Sedangkan Misi dari BPKH adalah : (1) Membangun kepercayaan melalui pengelolaan sistem keuangan yang transparan dan modern; (2) Meningkatkan efisiensi dan rasionalitas BPIH melalui kerja sama strategis; (3) Melakukan investasi pada imbal hasil yang optimal dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, dan profesionalitas; (4) Mnciptakan tat kelola dan sistem kerja yang komprehensif dan akuntabel dengan mengembangkan SDM yang berintegrasi dan profesional; (5) Memberikan kemaslahatan untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
Menurut undang-undang nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) merupakan badan hukum publik yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri. BPKH mempunyai tugas dan fungsi dalam mengelola keuangan haji mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan, serta pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan penerimaan, pengembangan, dan pengeluaran keuangan haji. BPKHdibentuk dengan tujuan: (1) meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji; (2) meningkatkan rasionalitas dan efisiensi penggunaan biaya penyelenggaraan ibadah haji (bpih); dan (3) meningkatkan manfaat bagi kemaslahatan umat islam. Dalam rangka mencapai tujuannya, bpkh merumuskan grand strategy dan langkah strategis ke dalam 4 (empat) tahap yaitu: (1) tahap menyiapkan pondasi kelembagaan; (2) tahap membangun kepercayaan dan kredibilitas kelembagaan bpkh; (3) tahap mengembangkan peran strategis dan tanggung jawab bpkh untuk kemaslahatan umat; dan (4) tahap mengembangkan pengelolaan dan pelayanan haji terpadu.
Penataan dan implementasi BPKH harus dapat dijalankan dengan cepat, badan baru ini sebaiknya memiliki strategi investasi yang komprehensif untuk memaksimalkan pendapatan haji. Strategi investasi harus dipublikasikan dan diperbarui secara teratur, setelah disetujui dan diperiksa oleh komite pengelolaan resiko, mengingat bahwa pengelolaan keuangan dan haji tersebut dilakukan secara transparan, aman, dan profesional. Dalam ketentuan BPKH diperbolehkan mengelola dana jamaah, namun perlu adanya dana cadangan yang siap diambil dengan besaran sebanyak dua kali dari total peserta Ibadah Haji. Diharapkan dengan adanya BPKH, dana haji tidak akan terbatas pada pengelolaan jasa bank dan penempatan di sukuk tapi lebih luas. Kemudian dana tersebut dapat diinvestasikan secara terbuka di bawah naungan UU, yang artinya lembaga yang akan didirikan nanti diberi keleluasaan untuk mengelola uang secara transparan dan profesional tetapi tetap mengedepankan kepentingan jamaah.Selain itu kegiatan ibadah haji akan berjalan lebih baik lagi, dengan pelaksanaan ibadah yang teratur karena kontrak kerja sama dengan berbagai pihak yang berkaitan dapat dilakukan secara multi years sehingga tidak bergantung dengan jadwal pembahasan APBN.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.