Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dianty Rosirda

Menguak Efektivitas Pembelajaran Daring Selama Pandemi

Guru Menulis | Monday, 11 Oct 2021, 00:12 WIB
Sumber: Republika.co.id

Virus Corona atau Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merebak di Indonesia sejak bulan Maret 2020. Pemerintah menerapkan berbagai langkah untuk mencegah penularan karena cepatnya peningkatan kasus. Salah satu langkah yang diambil adalah imbauan mendadak kepada institusi pendidikan untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau remote learning sejak tanggal 16 Maret 2020.

Kebijakan penerapan PJJ bertujuan untuk menjaga kesehatan lahir dan batin serta keselamatan para siswa, guru, seluruh warga sekolah, keluarga, dan masyarakat. Selain itu, menjaga tumbuh kembang dan psikososial siswa agar tetap optimal. PJJ bermaksud untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Proses pembelajaran ditekankan untuk melatih kecakapan hidup yang dilakukan melalui berbagai aktivitas sesuai minat dan kondisi. Proses pembelajaran juga disesuaikan dengan tersedianya sarana dan prasarana belajar di rumah.

Selama PJJ berlangsung, guru tidak diwajibkan untuk menuntaskan seluruh kurikulum, apalagi hanya untuk kenaikan kelas atau kelulusan. Guru pun tidak diberi beban untuk memberikan penilaian secara kuantitatif, tetapi cukup umpan balik secara kualitatif. Fungsinya pun untuk kepentingan guru. Guru cukup fokus pada kompetensi utama dan kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Berkurangnya beban kurikulum diharapkan dapat mengurangi berbagai kendala.

Namun, tidak semua institusi pendidikan mampu menterjemahkan tujuan PJJ. Proses belajar konvensional masih digunakan oleh sebagian besar institusi pendidikan dan guru. Guru hanya mengubah pola pembelajaran dari pembelajaran tatap muka (PTM) menjadi PJJ. Hal itu menimbulkan berbagai kendala yang menghambat efektivitas PJJ. Ditambah lagi ketidaksiapan orang tua dan sarana pendukung.

Menurut Soedijarto dalam Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita, terdapat tiga faktor yang menentukan keberhasilan proses pendidikan, yaitu masukan (raw input), lingkungan (environmental input), dan instrumental input. Siswa merupakan raw input yang mengikuti proses pembelajaran. Proses pembelajaran tersebut akan dipengaruhi oleh lingkungan (kondisi geografi, keluarga, dan masyarakat) dan instrumental input berupa kurikulum, media pembelajaran, dan guru.

Adanya kompleksitas faktor penentu keberhasilan proses pendidikan itulah yang menjadi dasar timbulnya beragam permasalahan meski PJJ telah sembilan belas bulan dilaksanakan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh KPAI pada awal pandemi, sebanyak 76 persen siswa tidak menyukai PJJ, 76 persen siswa terbebani oleh tugas, 42 persen siswa tidak memiliki perangkat dan sarana penunjang, kesulitan jaringan dan kuota internet, serta kesulitan menggunakan aplikasi pembelajaran.

Tidak hanya di Indonesia, permasalahan PJJ juga terjadi di berbagai belahan dunia. Berdasarkan laporan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) dalam Republika.co.id tanggal 1 Februari 2021, terdapat sekitar 24 juta anak dan remaja di dunia yang berisiko putus sekolah. Tedapat lebih dari 450 juta siswa tidak dapat mengakses pendidikan dan 800 juta siswa mengalami gangguan sekolah di seluruh dunia.

Di luar berbagai hambatan dan permasalahan tersebut, banyak pihak telah belajar cepat untuk menyesuaikan diri. Guru dan siswa belajar menggunakan berbagai teknologi yang disadari atau tidak telah meningkatkan kualitas diri. Keterpaksaan tersebut terbukti sejalan dengan perkembangan teknologi digital saat ini. Kekhawatiran ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan era disrupsi 4.0 dan 5.0 mampu dijawab dengan munculnya berbagai kreativitas dalam proses belajar mengajar. Tak perlu waktu puluhan tahun seperti prediksi sebelum pandemi. Keterpaksaan mengubah prediksi tersebut menjadi beberapa bulan saja.

Pandemi juga mendidik para guru untuk memahami karakter dan pola belajar generasi Z dan Alfa yang sejak awal kelahirannya telah mengenal teknologi digital. Bila sebelum pandemi, tidak banyak guru yang memahami berbagai aplikasi pembelajaran, saat ini Google Classroom, Zoom Meeting, Virtual Labs, Geogebra, Cloud Computing, Quiziz, Googlemeet, dan lainnya telah terbiasa digunakan. Para guru pun tak menutup mata dengan berbagai kemudahan untuk mengajar menggunakan media sosial seperti Instagram dan Youtube. Ketergantungan generasi Z dan Alfa dengan teknologi digital mampu dijawab oleh para guru.

Institusi pendidikan dan guru telah mencoba mengurai kompleksitas tersebut dengan menggabungkan beberapa metode pembelajaran.Tak hanya daring method, pembelajaran pun tetap menggunakan luring method danhome visit method dengan menerapkan prosedur kesehatan. Selain itu,pembelajaran secara blended learningjuga dilakukan, termasuk melakukan project based learningdanintegrated curriculum.

Tak mudah menjawab pertanyaan mengenai efektivitas pembelajaran daring. Disparitas yang lebar pada faktor penentu keberhasilan proses pendidikan tentu perlu dibenahi terlebih dahulu. Adalah tugas pemerintah untuk memperkecil disparitas kondisi pendidikan di Indonesia. Keterbatasan akses internet beserta sarana pendukungnya, orang tua yang fokus dalam memenuhi kebutuhan ekonomi akibat kehilangan pekerjaan sehingga tak mampu mengawasi dan terlibat dalam proses belajar, perlu mendapat perhatian penuh. Selain tentunya peningkatan dan pemerataan kompetensi guru dan sekolah.

Bagi para guru, efektivitas pembelajaran daring dilihat dari pancaran kebahagiaan siswa dalam belajar. Kebahagiaan terbesar para guru pada akhirnya adalah menyaksikan keberhasilan anak didiknya sesuai kapasitas yang mereka miliki.

#GuruHebatBangsaKuat

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image