Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lutfi Hidayah

LGBT Dalam Perspektif Islam dan Hak Asasi Manusia

Eduaksi | Wednesday, 08 Jun 2022, 08:02 WIB

Dosen Pengampu: Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H.

Nama Mahasiswa: Lutfi Hidayah

Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender( LGBT) saat ini masih menjadi topic yang hangat dan menjadi polemik di masyarakat Indonesia . Muncul berbagai pro dan kontra mengenai golongan LGBT tersebut. Mereka mempunyai pendapat masing-masing tentang komunitas tersebut. Dan hal ini menimbulkan perselisihan antara para ulama, akademisi , dan masyarakat luas. Satu hal yang menjadi pertanyaan adalah “ Bagaimana prespektif islam dan hak asasi manusia mengenai LGBT?”

Adapun singkatan LGBT sendiri yaitu Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan, Gay adalah sebuah istilah bagi laki-laki yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual, Biseksualitas merupakan ketertarikan romantis, ketertarikan atau kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita. Secara umum empat istilah diatas disebut homoseksual yaitu keadaan tertarik kepada orang lain dari jenis kelamin yang sama.

LGBT Dalam Prespektif Islam

Islam menginginkan pernikahan antar lawan jenis (laki-laki dan perempuan) bukan semata-mata hanya memenuhi hasrat biologis namun sebagai ikatan suci untuk menciptakan ketenangan hidup dengan membentuk keluarga sakinah dan mengembangkan keturunan umat manusia yang bermartabat. Dalam Alquran peristiwa homoseksual ini menjadi perhatian peting, hal ini terbukti dengan adanya beberapa ayat yang berbicara mengenai hal ini, seperti Q.S. al A’raf: 80, Q.S. An-Naml: 54, Q.S. Asyu’ara: 165, dan Q.S. Hud: 77-82.

Allah Swt berfiman dalam surat Al A’raf 80-81:

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ

إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ

Dan ingatlah ketika Luth berkata kepada kaumnya: “Mengapa kalian melakukan perbuatan kotor yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun di dunia. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan nafsu kepada mereka bukan kepada perempuan. Bahkan kalian semua adalah orang yang telah melampaui batas. (Q.S. al-A’Raf [7]: 80-81)

Pada ayat di atas dijelaskan bahwa Nabi Luth mempertanyakan kepada kaumnya ketika melakukan kedurhakaan yang besar, apakah kamu melakukan fahisyah, yaitu melakukan pekerjaan yang buruk (homoseksual) yang belum pernah dilakukan oleh seseorangpun di alam ini. Perbuatan demikian merupakan bentuk kedurhakaan mereka terhadap Allah Swt.

Dalam tafsir al-Manar dijelaskan bahwa Nabi Luth diutus Allah untuk memperbaiki akidah serta akhlak kaumnya yang tinggal di negeri Sadum, Adma’, Sabubim dan Bala’ di Tepi Laut Mati. Nabi Luth menetap di kota yang paling besar dari lima kota tersebut, yaitu Sadum. Sadum mengalami kehancuran moral, kaum laki-laki lebih senang bersyahwat kepada sesama jenisnya yang lebih muda dan tidak bersyahwat kepada wanita (Rasyid Ridha, 1950: 509).

Perbuatan homoseksual tidak pernah dibenarkan dalam keadaan apapun. Pembunuhan dapat dibenarkan apabila untuk membela diri atau menjatuhkan sanksi hukum, begitu juga hubungan seks dengan lawan jenis dibolehkan oleh agama kecuali berzina, apabila terjadi dalam keadaan syubhat, maka dapat ditoleransi dengan batas-batas tertentu.

Perbuatan liwat atau homoseks merupakan perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan merupakan jarimah yang lebih keji daripada zina. Liwat merupakan perbuatan yang bertentangan dengan akhlak dan fitrah manusia dan berbahaya bagi manusia yang melakukannya. Para ulama fiqh berbeda pendapat tentang hukuman homoseks, di antaranya adalah:

1. Dibunuh secara mutlak.

2. Dihad seperti had zina. Bila pelakunya jejaka maka didera dan rajam apabila di telah menikah.

3. Dikenakan hukum ta’zir

LGBT Dalam Prespektif HAM

Indonesia merupakan negara yang mengakui HAM sebagai sesuatu yang eksis dan harus dihormati dan dilindungi. Bab XA UUD NRI 1945 merupakan bab yang secara khusus mengatur tentang HAM di Indonesia secara umum. UUD NRI 1945 secara hierarki merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi yang menjadi acuan peraturan perundang-undangan lain di bawahnya. Selain itu, Indonesia juga mengakui UDHR 1948 yang menjadi instrumen HAM internasional yang diakui oleh bangsa-bangsa di dunia.

Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada semua manusia, apa pun kebangsaan kita, tempat tinggal, jenis kelamin, asal kebangsaan atau etnis, warna kulit, agama, bahasa, atau status lainnya. Kita semua sama berhak atas hak asasi manusia kita tanpa diskriminasi. Hak-hak ini semuanya saling terkait, saling bergantung dan tak terpisahkan.

Implementasi Hak Asasi Manusia (HAM) tanpa mempertimbangan orientasi dan jenis kelamin seksual dan identitas gender individu bukan merupakan perkara mudah. Namun, organisasi non-Pemerintah (NGO), HAM dan aktivis LGBT telah secara konsisten berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan hak LGBT, baik di tingkat nasional dan internasional. Upaya keras mereka telah menghasilkan perkembangan baru tentang isu-isu LGBT di Indonesia.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, baik secara eksplisit atau implisit tetap memberikan jaminan akan perlindungan hak-hak asasi manusia. Hal yang menjadi fokus permasalahan adalah bagaimana perlakuan dan sikap bangsa Indonesia, terhadap perilaku seksual menyimpang kaum LGBT yang melakukan perbuatan tersebut dilandasi dengan asas kebebasan HAM. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Indonesia merupakan negara yang masih kental dengan ajaran agama, moral, dan etika yang telah berkembang dan mengakar di seluruh lapisan masyarakatnya. Perilaku “menyimpang” kaum LGBT tentu tidak bisa diterima begitu saja, karena selalu ada alasan- alasan mendasar dari masyarakat untuk menolak pelaku dan perilaku seksual menyimpang, baik itu didasari atas ajaran agama maupun budaya.

Komnas HAM, Natalius Pigai mengatakan negara mempunyai kewajiban melindungi rakyat warga negara Indonesia apapun jenisnya, suku, agama, ras, etnik, atau kaum minoritas dan kelompok rentan (maksudnya rentan dari kekerasan). Negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hak asasi semua warga negara Indonesia tanpa membedakan suku, agama, termasuk kaum minoritas dan kelompok rentan termasuk LGBT.

Adapun perlindungan, yang harus dijamin dan diberikan dalam kenteks LGBT ini dari perspektif HAM adalah perlindungan hak asasi mereka dalam bentuk jaminan kesehatan untuk bisa sembuh dari penyakitnya, sebagaimana termaktub dalam Pasal 25 DUHAM.

Dengan demikian dapat ditarik benang merah, sudah menjadi keniscayaan bagi kelompok LGBT untuk mendapatkan hak-hak asasi mereka berupa jaminan perawatan atau pengobatan terhadap penyakit LGBT tersebut. Bukan HAM dalam pengakuan atau melegalkan terhadap orientasi seksual mereka yang menyimpang.

Dari sisi lain, disamping HAM yang dimiliki oleh kelompok LGBT, sesungguhnya ada juga Kewajiban Asasi Manusia (KAM) yang harus dipatuhi oleh setiap orang sebagai termakub dalam Pasal 29, ayat (1 dan 2) DUHAM yaitu:

(1) Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat satusatunya di mana dia dapat mengembangkan kepribadiannya dengan bebas dan penuh.

(2) Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang yang tujuannya semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang tepat terhadap hak-hak dan kebebasankebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.

Kewajiban dasar yang dimiliki seseorang (termasuk kelompok LGBT) sebagai bentuk penghormatan terhadap hak asasi orang lain yang dapat pula diartikan sebagai pembatasan terhadap hak asasi seseorang harus ditetapkan berdasarkan undang-undang sebagaimana diatur pada Pasal 70 dan 73 UU. No. 39 Tahun 1999. Berangkat dari ketentuan tersebut, pemerintah sangat berperan dalam menentukan regulasi dan aturan hukum untuk membatasi kebebasan HAM LGBT, untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa. Dalam konteks LGBT ini pemerintah dapat mengeluarkan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah, tentang pelarangan terhadap gerakan atau aktivitas penyimpangan seksual yang dilakukan oleh kelompok atau komunitas LGBT di Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image