Pandemi dan Peningkatan Mutu Pendidikan
Guru Menulis | 2021-10-10 22:30:37Visi pemerintah untuk menyongsong Indonesia Emas 2045 adalah terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Salah satu pilar untuk mewujudkan visi tersebut adalah pembangunan sumber daya manusia. Dalam dunia pendidikan diterjemahkan melalui visi mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila. Visi pendidikan tersebut menjadi ikhtiar untuk mewujudkan transformasi pendidikan di Indonesia.
Sampai saat ini, dunia pendidikan menghadapi tantangan serius. Masa pandemi Covid-19 menjadi potret dunia pendidikan di Indonesia. Terjadi krisis pembelajaran serta adanya kesenjangan dalam hal aksesibilitas, sarana, dan kualitas pembelajaran di berbagai wilayah. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) memberikan ancaman serius learning lost dan generation lost. Meningkatnya angka putus sekolah, kesenjangan capaian belajar, kekerasan terhadap anak, dan kondisi psikososial anak.
Relasi dan komunikasi antara murid, guru, dan orangtua tidak terjangkau dalam ruang belajar. Orangtua yang sebelum pandemi menerapkan pola pengasuhan anak dengan drone parenting tergagap-gagap. Orangtua yang cenderung menyerahkan sepenuhnya perkembangan anak pada guru dipaksa dengan keadaan untuk terlibat secara penuh pada pengasuhan anak di rumah.
Demikian juga yang dialami oleh guru dan institusi sekolah. Guru secara tiba-tiba harus menyesuaikan pemberian layanan pembelajaran kepada murid yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya. Akibatnya, pembelajaran yang diberikan oleh guru tidak membuat murid senang belajar di rumah. Tetapi malah menambah beban mental kepada mereka.
Guru dan orangtua terjebak pada pemikiran bahwa PJJ akan beres dengan adanya teknologi. Akibatnya, proses belajar yang serba bergantung pada teknologi hanya diisi dengan interaksi maya nihil esensi. Guru semakin tertekan, murid kelelahan dalam belajar, dan orangtua stres terlibat pembelajaran anak yang tidak mereka pahami. Kegagalan menggunakan momentum belajar selama pandemi semakin membuat murid lupa dan kehilangan kesadaran bahwa mereka adalah manusia pembelajar.
Kondisi pendidikan yang demikian, meminjam istilah J. Sumardianta, adalah ramuan yang menghancurkan karakter anak-anak akibat kolaborasi bad parenting dengan bad schooling. Pola pengasuhan yang buruk dalam keluarga bertemu dengan proses pendidikan yang buruk di sekolah. Akibatnya, mewabah sindrom socio idiot, yaitu kecenderungan tiada kemandirian, kepekaan sosial, dan asyik dengan dunianya sendiri.
Untuk memberikan layanan pendidikan yang berkualitas kepada anak tentu dibutuhkan keterlibatan guru dan orangtua. Terlibat bukan bersifat pasif di mana satu pihak bergantung pada pihak lain. Tetapi yang dibutuhkan keterlibatan aktif dengan saling membantu dan melengkapi untuk menumbuhkan potensi utuh murid.
Pada ekosistem pendidikan di sekolah, kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh kepemimpinan pembelajaran guru. Dari ruang pembelajaran inilah akan terjadi transfer pengetahuan dan transfer nilai. Dalam hal ini, layanan pembelajaran berkualitas sangat bergantung pada guru. Guru adalah teladan dengan nilai-nilai yang ditekuninya. Perilaku guru itulah yang menjadi ruh inspirasi bagi murid. Dengan penerapan ini maka akan banyak terlahir praktik baik dalam pembelajaran.
Sebagai pribadi pembelajar sepanjang hayat seorang guru dapat terus mengembangkan kompetensinya. Pandemi, menjadi momentum bagi guru untuk adaptif terhadap perubahan yang terjadi. Tanpa ada perubahan dari diri guru untuk terus belajar maka dalam waktu lima atau sepuluh tahun yang akan datang guru tersebut akan menjadi pribadi yang sama seperti hari ini. Karena itu, kompetensi guru memberikan peran penting dalam menciptakan ekosistem pembelajaran yang mendukung murid untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Murid harus dihargai segala potensi, bakat, minat, dan kecerdasannya.
Selain itu, guru juga sangat berperan dalam mengembangkan pembelajaran kontekstual sesuai dengan kebutuhan hidup murid dengan prinsip asah, asih, dan asuh. Asah (momong) menekankan pada kegiatan pembelajaran harus penting dan bermakna bagi murid. Asih (among) berarti membangun kasih sayang dan penghormatan antar individu dalam pembelajaran heterogen. Asuh (ngemong) bermakna guru mengedepankan pembelajaran yang memerdekakan dan menyenangkan bagi murid.
Selain itu, pada situasi krisis saat pandemi keterlibatan orang tua secara langsung sangat di butuhkan untuk berbagi peran dalam memenuhi kebutuhan belajar anak. Proses pendidikan anak di sekolah hanya mampu mengisi 30 persen ruang belajar anak. Karena itu, orangtua memiliki porsi yang besar dalam mendidik anak. Dari orangtua, anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya. Dari pendidikan yang diberikan orangtua dalam keluarga dapat memenuhi kebutuhan anak secara biologis, psikologis, sosial, etika, dan spiritualitas.
Begitu pentingnya peran orangtua dalam mendidik anak, Imam Al Ghazali memberi perhatian besar terhadap pola pendidikan kepada anak. Orangtua selayaknya memuliakan anak dan memberikan pendidikan ruhani sehingga menjadi anak dengan akhlak yang baik. Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW, âMuliakanlah anak-anak kalian dan perbaikilah tingkah laku mereka.â (HR Ibnu Majah)
Pandemi Covid-19 telah membuka cara pandang dan kesadaran baru bahwa proses pengajaran dan pendidikan kepada anak membutuhkan kolaborasi dari tri sentra pendidikan. Kolaborasi ini yang akan membangkitkan dan memberi kekuatan baru dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.