Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Haykal Afkar

Apa pengaruh pandemi dan karantina terhadap kesehatan mental masyarakat?

Eduaksi | Saturday, 04 Jun 2022, 14:21 WIB

Sejak awal tahun 2020, hampir semua orang dari seluruh dunia telah melakukan karantina dalam rumah. Karantina dalam artikel ini artinya adalah untuk tetap tinggal dirumah dan mencoba untuk tidak keluar kecuali dalam hal-hal tertentu. Alasan adanya karantina ini dikarenakan penyebaran penyakit Covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia secara cepat. Bahkan, penyebaran wabah Covid-19 ini sangat cepat, hanya diperlukan beberapa bulan untuk wabah ini untuk menyebar ke seluruh dunia. Agar penyebaran wabah ini dapat diminamilisir, semua negara di seluruh dunia setuju untuk mendapatkan masyarakatnya untuk karantina agar penyebaran dapat terkendalikan.

Karena seluruh orang diharapkan untuk tetap berada di rumah, hal ini merubah gaya hidup kita semua. Banyak orang akan membeli dan menyimpan banyak persediaan, interaksi sosial diminimumkan, dan jika perlu keluar hanya keluar untuk hal-hal darurat, seperti membeli persediaan. Protokol saat diluar rumah pun juga harus ditegakkan, seperti memakai masker, menjaga jarak, dan sering menyuci tangan. Salah satu dampak terbesar lainnya karantina dalam gaya hidup adalah perubahan dalam pekerjaan dan edukasi. Pekerjaan dan edukasi sekarang diharuskan dilakukan secara daring, atau dalam jaringan, sehingga merubah kehidupan masyarakat secara drastis.

Karena perubahan gaya hidup, karantina sangat berdampak pada kesehatan manusia. Lebih tepatnya, kesehatan mental orang. Hal ini tidak mengherankan mengingat perbedaan gaya hidup berkorelasi kuat dengan perbedaan situasi sosial. Penelitian telah menunjukkan bahwa karena karantina, orang mulai menjadi lebih stres, depresi, bosan, cemas, marah, dan kesepian. Juga telah ditunjukkan bahwa efek karantina juga berkorelasi dengan peningkatan penggunaan zat dan kesulitan tidur. Hasil ini konsisten dengan hasil wabah pandemi sebelumnya seperti SARS atau MERS, yang menyebabkan peningkatan stres dan gejala pasca-trauma bahkan bertahun-tahun setelahnya.

Meskipun secara logis dapat disimpulkan bahwa penyebab semua penurunan kesehatan mental ini adalah karena pekerjaan dan masalah keuangan serta ketakutan akan masa depan, penelitian ini juga menemukan beberapa hubungan antara efek karantina dengan demografi masyarakat. Demografi ini meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Ditemukan bahwa perempuan dilaporkan lebih stres, mungkin karena kerentanan mereka terhadapnya. Studi ini juga menemukan bahwa orang-orang dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung stres karena kesadaran diri mereka akan kesehatan mereka sendiri. Dari segi usia, orang berusia 18 dan 30 serta di atas 60 cenderung lebih stres, terutama pada mahasiswa.

Hasil penelitian tersebut memiliki dukungan psikologis juga. Abraham Maslow membuat konsep Maslow’s hierarchy of needs, di mana beliau membuat daftar semua kebutuhan manusia serta kepentingan dan tingkatannya.

Dari piramida tersebut, kita dapat melihat bahwa tepat di atas physiological needs, ada dua kebutuhan utama yang berperan dalam pandemi, yaitu safety needs dan love and belonging needs. Safety needs mencakup hal-hal yang membuat kita nyaman, seperti pekerjaan, sumber daya, dan kesehatan, sedangkan love and belonging needs mencakup hal-hal yang mencangkup hal sosial, seperti persahabatan, keluarga, dan rasa terhubung.

Semua kebutuhan ini berdampak negatif selama karantina, sehingga tidak mengherankan jika orang menjadi negatif akibat karantina. Kita tidak dapat memenuhi love and belonging needs kita karena interaksi sosial terbatas untuk mencegah penyebaran penyakit, dan safety needs terpengaruh karena karantina mengubah gaya hidup orang secara drastis yang memaksa orang untuk mengubah ruang aman mereka.

Bagaimana kurangnya kebutuhan ini berdampak pada kesehatan mental kita? Maslow mengemukakan bahwa kurangnya kebutuhan tingkat bawah dapat berdampak negatif pada tubuh, seperti dimana kekurangan makanan dapat berdampak besar pada energi tubuh. Maslow juga mengusulkan bahwa kurangnya kebutuhan tingkat yang lebih tinggi dapat berdampak pada pertumbuhan atau keberadaan mereka, seperti dimana kurangnya kebebasan dapat berdampak besar pada pertumbuhan pribadi seseorang. Seperti yang kita lihat dari piramida, safety needs terletak di atas physiological needs, sedangkan love and belonging needs terletak di bawah esteem needs. Apa artinya? Artinya, kurangnya kebutuhan tersebut akan berdampak buruk baik pada tubuh individu maupun pertumbuhan pribadi. Hal ini membuat efek karantina menjadi sangat merusak kesehatan seseorang, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian tersebut.

Dari artikel yang saya tulis mengenai efek pandemi dan karantina terhadap kesehatan mental ini, telah kita ketahui dari penelitian bahwa efek pandemi ini sangat berdampak besar pada kesehatan mental orang. Telah ditemukan bahwa karantina telah membuat orang lebih depresi, bosan, marah, dan berbagai hal lainnya. Hal ini dikarenakan karantina telah mencuri kebutuhan dalam kita secara bentuk safety needs dan love and belonging needs, dimana kekurangannya kebutuhan tersebut sangat berdampak besar pada kebutuhan tubuh dan pribadi seseorang, sehingga efek mentalnya jauh lebih parah. Semoga dengan ditulisnya artikel ini, dapat menambah wawasan terhadap pandemi ini, dan memberikan kekuatan kepada kita semua.

Referensi:
Dagnino, P., Anguita, V., Escobar, K., & Cifuentes, S. (2020). Psychological effects of social isolation due to quarantine in Chile: An exploratory study. Frontiers in Psychiatry, 11. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2020.591142

Schultz, D. P., & Enos, M. (1998). Theories of personality. Brooks/Cole.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image