Menakar Efektivitas Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19
Guru Menulis | 2021-10-09 16:22:45Pandemi Covid-19 telah mengajari kita banyak hal dalam kehidupan bermasyarakat. Begitu pula dalam dunia pendidikan. Pembatasan kegiatan belajar dengan menerapkan sistem daring menjadi satu-satunya pilihan yang harus dilakukan kala pandemi ini. Terutama bagi daerah yang masuk kategori level 4. Sebagian lagi sudah melakukan pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) dengan jumlah siswa tidak lebih dari 50 persen peserta didik. Efektifkah pembelajaran daring selama pandemi Covid-19?
Pembelajaran Daring
Sistem pembelajaran daring menjadi metode yang dianggap paling tepat dilakukan saat pandemi. Selain mengurangi risiko terjadi penularan yang masif, belajar daring menjadi salah satu cara menyampaikan materi ajar secara cepat. Dengan daring juga dapat diajarkan berbagai materi yang menarik. Konsep ini sebenarnya bukan hal baru di dunia pendidikan. Di perguruan tinggi, terdapat Universitas Terbuka yang sebagian metode ajar dilakukan secara daring. Terdapat juga aplikasi seperti Ruangguru yang mengajarkan berbagai materi dan pelatihan soal melalui video-video yang menarik dengan sistem berbayar.
Tentunya sangat berbeda apa yang dilakukan Ruangguru dengan para guru yang mengajar daring. Di satu sisi merupakan lahan bisnis dan memiliki nilai ekonomi. Di sisi lainnya, guru menciptakan kreasi belajar daring dalam rangka menunaikan kewajiban dan melaksanakan tanggung jawab profesinya. Dalam melaksanakannya, guru mengalami berbagai macam kendala. Terutama bagi mereka yang tinggal di pelosok daerah dengan jaringan internet yang terbatas. Kreativitas guru pun bermunculan, salah satunya dengan memanfaatkan handy talky (HT), jaringan radio, dan lainnya. Akan tetapi tetap saja pembelajaran daring belum mampu menjadi solusi terbaik dalam pembelajaran.
Belum Efektif
Guru di saat mengajar dengan daring diharuskan melek teknologi, dapat memanfaatkan teknologi dan informasi. Harus menguasai berbagai aplikasi atau tools yang dapat memudahkan guru dalam mengajar daring yang menarik. Meski diakui, tidak banyak guru yang memiliki kemahiran yang sama, bahkan bisa dikatakan masih banyak guru yang gaptek.
Kelemahan pembelajaran daring jika ditelisik lebih dalam tidak sebaik belajar tatap muka. Kecenderungan peserta didik saat daring bersikap lebih pasif, apalagi jika metode pengajaran yang dilakukan oleh guru satu arah, monoton, dan membosankan. Belum lagi penerimaan konsep guru terhadap belajar daring yang berbeda-beda. Ada yang sebagian besar metodenya menggunakan grup whatsapps (Grup WA), hanya dengan melemparkan setumpuk materi dan tugas. Sebagian lagi melakukan daring dengan zoom, google meet, dan aplikasi lainnya. Hanya sekadar menyampaikan materi dengan cara seperti tatap muka. Guru cukup repot melakukan interaksi dengan peserta didik yang bisa saja secara tiba-tiba kualitas jaringan menurun.
Namun demikian, banyak juga guru yang melakukan improvisasi dengan kreativitas, seperti membuat materi atau video yang dikemas dengan menarik. Akan tetapi, tidak semua materi sanggup dibuat demikian, karena keterbatasan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Pembelajaran daring juga dianggap tidak efektif, karena tidak langsung menyentuh esensi mendidik, yaitu kewajiban membentuk siswa yang berkarakter. Dengan daring, seorang guru akan kesulitan dalam membantu peserta didik untuk menemukan identitas dan potensi diri. Guru akan dibatasi oleh jarak, belum lagi gangguan sinyal yang dapat terjadi secara tiba-tiba.
Peran Orang Tua
Pembelajaran daring sangat membutuhkan peran besar orang tua, terutama di saat peserta didik belajar dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Kehadiran orang tua dalam belajar sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran daring. Terkadang di saat daring peserta didik tidak memiliki fokus yang baik, gangguan aktivitas sebelumnya sangat memengaruhi, sehingga kerap kali materi yang disampaikan guru tidak membekas dalam ingatan.
Orang tua juga harus menyiapkan perangkat yang mumpuni agar anak dapat mengikuti pembelajaran daring dengan baik. Akan tetapi, kondisi ekonomi dan keadaan finansial yang berbeda-beda dapat membuat pelaksanaan belajar daring mendapatkan output yang tidak maksimal. Terkadang orang tua juga harus terlibat dalam membiasakan anak bertanggung jawab ketika pengerjaan dan pengumpulan tugas. Seperti stereotip anak perempuan lebih rajin daripada anak laki-laki. Pengawasan orang tua juga diperlukan dalam rangka mendisiplinkan anak ketika mengikuti pembelajaran daring. Orang tua yang bekerja dan tidak sempat menemani anak belajar daring, harus berpikir keras untuk memenuhi tanggung jawabnya. Misal memberinya les, guru pendamping, atau siapa pun pendamping yang dianggap bisa menjaga anak belajar dengan baik.
Memang pembelajaran daring tidak sebaik saat tatap muka. Akan tetapi, pembelajaran daring di saat pandemi adalah sebuah keniscayaan di antara banyak kekurangannya. Di sinilah keterlibatan peran orang tua diperlukan. Komunikasi efektif antara guru dan orang tua sangat penting demi tercapainya proses pembelajan yang lebih baik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.