Guru Hebat: Kuat Iman, Kuat Imun
Guru Menulis | 2021-10-09 13:45:51Guru sering disebut sebagai âpahlawan tanpa tanda jasa,â guru memiliki jargon digugu lan ditiru; dipercaya perkataannya. Ditiru, diambil contoh perbuatannya. Maka dengan suasana pandemi seperti ini, unsur-unsur âditiruâ perilaku guru oleh muridnya perlahan mulai terkikis. Sah saja apabila ada yang mengatakan telah pudar sepanjang pandemi. Pasti pernah mendengar, âguru kencing berdiri, murid kencing berlari.â Begitu kira-kira gambaran seorang pendidik.
Kehadiran pandemi dapat dikatakan sunatullah, sebagai ujian; bersyukur atau kufur. Bagi yang bersyukur, maka Allah akan tambahkan kenikmatan-Nya. Namun apabila kufur nikmat, ketahuilah azab-Nya sungguh sangat pedih. Konsep ini merupakan keimanan bagi umat Islam yang terurai dalam surat Ibrahim ayat 7. Tetapi secara garis besar, pandemi mengajarkan kepada umat manusia untuk tetap bertahan di tengah berbagai terpaan ekonomi, pendidikan, dan politik.
Bincang perkara pendidikan, coba sekilas menggeser angka-angka terkonfirmasi kasus meninggal, kasus positif, kasus sembuh, dan angka lainnya. Karena angka tersebut seringkali membuat parno, khawatir berlebihan, bahkan sampai pada tingkat depresi dan frustrasi. Tetapi, mari pelan-pelan menilik peran para guru yang tetap mengupayakan ketangguhannya dalam mengajar meskipun sebatas daring, jarak jauh.
Ketika suasana dunia pendidikan berubah drastis, bermula dari belajar tatap muka menjadi Belajar Dari Rumah (BDR), dari belajar menghadap ke papan tulis berubah sebatas di depan layar, dan kebiasaan-kebiasaan baru seperti ini menjadikan guru harus beradaptasi secara ektra. Baik itu dari metodologi pengajaran, atau pun metodologi pembelajaran.
Saat ini, para guru harus berhadapan dengan keadaan, pandemi COVID-19. Tidak lagi sebatas dalam lingkup materi pelajaran dan murid-murid bandel. Tetapi jauh dari itu, guru dituntut tetap baik-baik saja di hadapan para murid-muridnya. Bahkan sebelum ada bantuan Kuota Internet dari pemerintah, tidak jarang dari guru pontang-panting mencari tambahan Kuota Internet.
Sebenarnya, hal ini pun serupa dengan apa yang dirasakan oleh para orang tua murid terkait ketersediaan Kuota Internet untuk anak-anaknya belajar. Namun tak perlu khawatir, kini pemerintah telah menyalurkan bantuan Kouta Internet Khusus Belajar secara bertahap kepada pendidik dan anggota didik. Cukup meringankan.
Sebagai muslim, menjadi guru tidak sekedar pekerjaan belajar mengajar dan tambahan insentif. Kata Ahmad Syauki, seorang penyair Mesir, guru dapat dilihat dari kemuliaan kedudukannya yang hampir seperti seorang rasul. Terkesan berlebihan. Tetapi, keduanya memiliki peran yang sama seperti mendidik, mengajar, dan membina umat.
Menurut Fuad Asy-Syalhub, dalam buku Guruku Muhammad SAW, para guru layak disebut sebagai pewaris para nabi. Namun, bagi guru yang tidak mengamalkan dan mengajarkan ilmu sesuai tuntunan Rasulullah SAW bukan ahli waris para nabi. (Koran Republika, Khazanah, bertajuk Guru Pewaris Para Nabi).
Oleh sebab itu, potret guru sebagai penurus para nabi merupakan salah satu bentuk iman seorang muslim. Di saat pandemi melanda, para guru tetap kokoh berdiri mengajar dengan seluruh kemampuan diri. Karena tahu bahwa menjadi guru ada kaitannya dengan keteladanan Rasulullah SAW dalam membina umat. Ini sebagai sedekah jariyah, sekaligus jaminan surga.
Selain mempertahankan prinsip âpewaris nabiâ, guru juga harus menjaga kesehatan jasmani maupun rohani. Seperti menjaga mindset positif, pola makan, istirahat yang cukup, kesehatan mental yang baik, dan tidak mudah overthinking. Sebab, hal-hal negatif akan berdampak pada perubahan kondisi emosional guru ketika mengajar, katakanlah tidak mood.
KH. Saifuddin Zuhri, dalam buku Guruku Orang-Orang dari Pesantren, kewajiban seorang guru adalah mendidik murid-muridnya. Arti mendidik mencakup pengertian tiga perkara. Pertama, mendidik jasmani murid-murid, agar mereka memiliki tubuh yang sehat, ringan kaki, cekatan, dan ringan gembira. Kedua, mendidik otak murid-murid, agar mereka memiliki kecerdasan berpikir dan mempunyai ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkat usianya. Ketiga, pendidikan rohani murid-murid, agar mereka memiliki perangai atau akhlak yang mulia. Serta, benar kata-katanya, jujur perbuatannya, mengabdi kepada Allah SWT, berbakti kepada orang tua dan bangsanya.
Potret guru memang patut dikatakan hebat. Satu guru saja, bisa membentuk para ilmuan dan cendekiawan. Apalagi ribuan guru di negeri ini, akan mampu mencerdaskan agama dan bangsanya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.