Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Fatimah

LG8TQ dapat Panggung, Bebas Syiar Tanpa Batas?

Gaya Hidup | Friday, 08 Oct 2021, 15:09 WIB

Belum lama, jagad kecantikan Indonesia digegerkan dengan terpilihnya MC sebagai finalis Miss Queen 2021. Ajang kecantikan ini tidak seperti biasanya, karena Miss Queen merupakan ajang kecantikan bagi kalangan transgender atau bagian dari pegiat LGBTQ+ (4/10/21, republika.com). Kegiatan ini diadakan offline di Bali serta disiarkan secara live pada beberapa chanal youtube. Terselenggaranya kegiatan Miss Queen serta terpilihnya MC sebagai finalis menimbulkan pro kontra di kalangan masyarakat. Beberapa ada yang menyoroti terkait terpilihnya MC sebagai finalis yang dirasa hanyalah privilege belaka sebagai saudara kalangan artis terkemuka tanah air. Namun, beberapa orang juga menyoroti acara Miss Queen sendiri. Adanya acara kecantikan transgender dirasa sebagai suatu hal yang kebablasan, hal ini disampaikan sendiri oleh waketum Persis atau Persatuan Islam (4/10/21, republika.com). MUI sendiri juga menyampaikan pendapat yang sama terkait acara tersebut (4/10/21, detik.com)

Adanya kontes kecantikan yang diikuti oleh kalangan LGBTQ+ pada dasarnya menimbulkan pertanyaan besar. Pasalnya hal ini menjadi semacam kampaye besar untuk melegetimasi keberadaan mereka serta apa yang mereka perbuat kepada masyarakat. Padahal, jika ditelaah lebih lanjut LGBTQ+ yang di dalamnya terdapat transgender merupakan suatu hal yang tidak wajar baik secara moral, norma apalagi agama. Transgender sendiri seperti yang dilakukan oleh para finalis miss queen merupakan aktivitas yang secara sadar mengganti jenis kelamin yang telah ada pada diri mereka bukan karena suatu persoalan kesehatan seperti kelamin ganda. Sehingga secara tidak alami mereka melakukan aktivitas dan penampilan yang tidak sesuai dengan hakikat penciptaan yang telah diberikan oleh Pencipta.

Fenomena ini akan mengaburkan kebenaran mengenai jenis kelamin seseorang serta tidak menutup kemungkinan akan mengganggu kepentingan manusia untuk mekanjutkan keturunan. Bahkan dilansir pada BBC tahun 2018 pegiat LGBTQ+ dapat meningkatkan adanya resiko HIV lebih besar. Masyarakat menjadi bingung membedakan antara laki-laki dan perempuan yang asli khususnya secara anatomi tubuh yang dicirikan dengan sistem organ reproduksinya. Selain itu ketika abnormalitas semacam ini terus digaungkan ke tengah-tengah masyarakat maka masyarakat akan menormalisasi fenomena ini menjadi suatu kewajaran. Padahal hal ini telah bertentangan dengan fitrah manusia itu sendiri. Hal ini terasa jelas ketika kolom komentar di acara Miss Queen dibanjiri oleh ucapan selamat maupun ketidak setujuan terkait finalis saja. Artinya banyak masyarakat negeri ini yang memiliki idola transgender selain MC.

Terbukanya pintu apresiasi dan ekspresi terkait LGBTQ+ sendiri didominasi oleh paham kebebasan atau liberalisme yang didukung dengan HAM. Melalui kedua pemahaman ini kaum tersebut dengan leluasa mampu menyuarakan ketidak normalan yang mereka lakukan. Paham liberalisme dan juga HAM menjadikan ketidak benaran terkait LGBTQ+ terasa samar dan tidak jelas. Hal ini karena dalam paham liberal segala pendapat boleh diutarakan dan diambil tanpa ada standar benar dan salah. Padahal ketika kebenaran terkait suatu hal tidak jelas maka kehidupan manusia akan berjalan tanpa arah yang pasti dan mustahil untuk hidup dengan teratur.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image