Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Melisa Tristie Angelina

Hibernasi Guru Sepanjang Pandemi, Mitos atau Fakta?

Guru Menulis | 2021-10-06 07:16:19
Ilustrasi belajar online. Sumber: pahamify.com

Seringkali kita mendengar sindiran yang ditujukan untuk guru-guru saat pandemi, "Guru kerjanya apa sih selama pandemi? Ngajar aja nggak tuntas, tugasnya kok tak terbatas!" Mayoritas orang tua di Indonesia mengeluhkan tentang tugas daring yang diberikan oleh sekolah. Salah satu penyebab munculnya sindirian terhadap guru ini berkaitan dengan tingkat kerepotan orang tua, saudara, atau keluarga serumah yang ikut menjadi repot akibat tugas anak atau saudara mereka. Tipe tugas yang diberikan rata-rata mengarah pada pembuatan video rekaman aktivitas di rumah dan membuat proyek kecil di rumah yang berujung harus membeli bahan-bahannya sendiri. Bagi sebagian orang perkotaan, mungkin membeli 'perintilan-perintilan' tersebut tidak ada artinya, tinggal suruh sopir, barangnya datang. Atau pembuatan video rekaman, tinggal rekam, unggah, selesai. Pernahkah guru-guru ini bersimpati kepada keluarga anak yang bisa dikategorikan pas-pasan bahkan kurang?

Merujuk dari salah satu artikel dari CNBC Indonesia berjudul "Saat 'Emak-emak' pada Protes Belajar Online Ribet!", beberapa orang tua bahkan memaksa pemerintah untuk membuka sekolah tatap muka secepatnya. Pusat perbelanjaan dan hiburan sudah lama dibuka, tetapi sekolah masih di rumah saja. Mengherankan memang, ditambah fakta bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih menghadapi minimnya fasilitas belajar daring menambah kemarahan 'emak-emak' tersebut.

Kontroversi sekolah daring diperkuat dengan artikel berjudul "Survei Kemdikbud: Siswa Sulit Pahami Pelajaran saat Belajar Jarak Jauh" yang dimuat di laman news.detik.com. Dalam artikel disebutkan bahwa hasil survei Kemdikbud salah satunya sebanyak 40% guru hanya memberikan tugas kemudian dikumpulkan. Jelas saja angka yang hampir separuh populasi guru ini memancing kemarahan orang tua, menggeneralisir bahwa semua guru tidak ada kerjaannya alias hibernasi sepanjang pandemi. Apakah benar demikian?

Percayalah, selalu ada pro dan kontra dibalik semua permasalahan. Tidak semua orang tua mengeluh, pun tidak semua guru menerapkan metode beri tugas lalu kumpulkan seperti yang telah disebutkan di atas. Kisah nyata di sebuah SMA swasta tempat saya bekerja, ada sebuah inovasi guru yang patut diapresiasi. Sejak sebelum pandemi pun, beliau guru yang sangat peka terhadap kebutuhan sekaligus keluhan peserta didiknya. Saya sendiri berperan sebagai tenaga kependidikan yang bekerja membantu beliau. Sejak sekolah daring dikumandangkan, beliau ini selalu memikirkan cara menyampaikan ilmu-ilmu kimia secara jelas, apa pun caranya. Sebagai seseorang yang bekerja berdampingan dengan beliau, saya mengamati semua usahanya jatuh bangun mengambil hati peserta didiknya agar tidak menyepelekan sekolah daring. Tiga inovasi yang menurut saya paling berpengaruh yaitu mengadakan praktikum daring secara live, membuat tiga puluh kombinasi kode soal tiap ulangan, dan mengadakan praktikum tatap muka persiapan masuk perguruan tinggi.

Untuk poin pertama ini memiliki keunikan dari metode ajar yang banyak beredar di masyarakat maupun kursus-kursus online. Praktikum live memaksa peserta didik untuk berinteraksi dengan guru, dimana peserta didik wajib memberikan tanggapan terhadap apa saja yang sedang diperagakan guru, dan yang paling penting tidak bisa ditinggal tidur atau nge-game. Adanya interaksi antara guru dan peserta didik mampu meningkatkan pemahaman terhadap teori yang telah diajarkan di kelas biasa. Penugasan mandiri berupa proyek yang merepotkan orang tua menjadi berkurang. Praktikum live ini sekaligus menjadi bukti bahwa ada guru yang sangat berdedikasi dan berkomitmen dalam mengemban tanggung jawab mencerdaskan generasi muda. Saya tahu persis betapa melelahkannya mempersiapkan semua bahan dan fasilitas sebelum jam praktikum dimulai, istilahnya behind the scene. Pinjam kamera, tripod, meluangkan waktu belajar teknik merekam yang baik, hingga latihan sebelum perform sangat menguras tenaga. Tambahan, oleh karena praktikum secara live, maka guru akan menjelaskan hal yang sama berulang-ulang ke semua kelas, sama persis ketika sekolah tatap muka seperti dulu.

Persiapan perangkat praktikum live. Sumber: dokpri.

Poin kedua bertujuan untuk meminimalisir aksi menyontek yang mudah sekali dilakukan saat ulangan daring. Ketika peserta didik mencoba tidak jujur, mereka akan kesulitan lantaran satu kelas tidak ada soal yang sama persis. Memaksakan diri mencari contekan akan menghabiskan seluruh waktu ulangan, atau jika memaksa menyalin jawaban teman secara asal, akan ketahuan dan mendapat SP (surat peringatan). Membuat kombinasi tiga puluh kode soal yang berbeda terdengar mudah, tetapi kenyataannya sulit sekali, terutama di bagian pembuatan kunci jawaban. Begitu salah koreksi, maka orang tua kembali protes karena nilai anaknya jelek. Hanya guru yang berkomitmen terhadap pendidikanlah yang rela melakukan upaya seperti ini.

Poin terakhir, ditujukan untuk peserta didik kelas XII yang akan melanjutkan studi ke bidang IPA atau terkait. Praktikum ini benar-benar terlaksana dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi saya, sebab saya terlibat langsung dalam permohonan izin, merancang tata letak ruang laboratorium sesuai protokol kesehatan dan mempersiapkan semua fasilitas yang akan dipakai peserta didik. Tujuan kegiatan ini jelas sekali semata-mata untuk memberikan kesempatan bagi peserta didik mencicipi praktikum yang sesungguhnya, sehingga pada jenjang berikutnya, mereka tidak kaget. Dua hari yang sangat melelahkan memang, tetapi lagi-lagi fakta ini menunjukkan bahwa masih ada guru yang berkomitmen tanpa batas saat pandemi.

Praktikum tatap muka saat pandemi. Sumber: dokpri.

Untuk para calon guru maupun guru yang sedang berpikir keras memunculkan inovasi belajar, tidak ada salahnya mencoba menerapkan salah satu dari tiga poin yang telah dijelaskan di atas. Semoga ke depannya, kualitas pendidikan daring Indonesia bisa meningkat dan menekan perspektif negatif masyarakat terhadap guru. Beberapa wilayah yang sudah menerapkan sekolah luring diharapkan mampu menutup 'lubang' akibat sekolah daring.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image