Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

Wakaf Sumber Air, Pangan, dan Energi

Bisnis | 2021-10-03 06:46:37

Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie

(Top 20 Indonesia Young Business Leaders Award 2021 oleh PLN dan SWA)

Tiga unsur vital dalam kehidupan adalah air, pangan, dan energi. Semua makhluk hidup dan sektor kehidupan membutuhkan air, pangan, dan energi. Kita bisa membayangkan betapa kehidupan akan menjadi sangat sulit, bahkan bisa menjadi malapetaka bila terjadi defisit air, pangan, dan energi.

Itulah mengapa Rasulullah memberikan tuntunan dan prinsip dasar dalam mengelola ketiganya. Kita bisa menyimaknya dari sabda Rasulullah, “Manusia berserikat atas tiga hal; air, padang rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah).

Air sudah jelas maknanya, padang rumput dapat dipahami tanaman pangan, dan api bermakna energi. Rasulullah mengajarkan sumber air, pangan, dan energi mesti dimiliki secara berserikat. Tidak boleh dimiliki secara perorangan atau kelompok orang.

Karenanya, sumber air, pangan, dan energi tidak boleh diprivatisasi dan dimonopoli. Ketiganya adalah milik publik karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Itulah mengapa konstitusi negeri ini pun mengaturnya, sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 pasal 33 ayat 3, “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Namun demikian, faktanya privatisasi air, pangan, dan energi terjadi di negeri ini. Berapa banyak sumber air, pangan, dan energi yang telah dikuasai perusahaan swasta? Kemudian, mereka mengeruk keuntungan besar-besaran dari kekayaan alam negeri ini. Bukan untuk distribusi kesejahteraan, melainkan untuk menumpuk kekayaan.

Air, pangan, dan energi serta manfaatnya semestinya bisa dinikmati dan didistribusi secara adil dan merata kepada seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya perusahaan swasta atau kelompok orang. Karenanya, perlu pendekatan anti mainstream dalam mengelola dan memanfaatkan sumber air, pangan, dan energi untuk kemaslahatan umat.

Pengelolaan Sumber Air, Pangan, dan Energi Berbasis Wakaf

Solusi untuk menjaga sumber air, pangan, dan energi agar tetap menjadi milik publik dan dapat memenuhi hajat hidup orang banyak adalah pengelolaan berbasis wakaf. Bagaimana langkah memulainya? Setidaknya ada dua cara yang bisa dilakukan.

Pertama, melakukan edukasi dan advokasi kepada para pengusaha pemilik hak eksplorasi sumber air, pangan, dan energi agar bersedia mewakafkan perusahaannya. Ini bukan berarti mereka kehilangan sama sekali perusahaannya.

Para pengusaha itu bisa tetap mengelola perusahaannya, namun bukan sebagai pemilik, melainkan sebagai mitra pengelola wakaf dari Nazhir yang menerima amanah aset wakaf perusahaan tersebut. Mereka berhak memperoleh gaji secara profesional sesuai kompetensinya.

Sepintas rasanya seperti mustahil ada pengusaha yang mau mewakafkan perusahaannya. Apalagi dibidang strategis, yaitu air, pangan, dan energi. Namun, sejatinya sejarah telah membuktikan dan mengajarkan adanya sosok pengusaha bermental keberlimpahan seperti itu.

Ketika umat Islam telah hijrah ke Madinah, pada masa itu sumber air dikuasai seorang Yahudi. Mentalitas serakah membuat si Yahudi menjual air dengan harga tinggi. Tak pelak umat Islam mengalami kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan hidup. Dalam kondisi sulit seperti itu, hadirlah sosok pengusaha dermawan pada diri Usman bin Affan yang memberikan solusi.

Usman berhasil membeli sumur Raumah milik si Yahudi dengan harga selangit setelah melakukan negosiasi alot. Itu pun Usman tidak memiliki sepenuhnya, melainkan mesti berbagi waktu hari kepemilikan dengan si Yahudi.

Usman memberikan pengumuman agar umat Islam memanfaatkan waktu hari kepemilikan sumur dirinya untuk mengambil air secara gratis dan sesuai kecukupan sampai tiba kembali giliran hari kepemilikannya. Akibatnya, saat giliran hari kepemilikan si Yahudi, bisnis airnya tidak laku. Tidak ada umat Islam yang mengambil air di sumur Raumah.

Kemudian, Usman menawar dan menegosiasi kembali si Yahudi untuk membeli sumur Raumah sepenuhnya. Si Yahudi sepakat melepas. Maka, sumur itu menjadi milik Usman sepenuhnya. Kemudian, Usman mewakafkan sumur tersebut untuk kemaslahatan umat.

Kedua, umat Islam bersama-sama secara kolektif mengumpulkan wakaf tunai untuk membeli aset-aset produktif di bidang air, pangan, dan energi. Misalnya, sawah-sawah produktif penghasil padi mesti dimiliki oleh umat Islam dalam jumlah besar melalui skema wakaf.

Sawah-sawah itu secara berkala akan menghasilkan panen beras yang bisa disalurkan untuk kemaslahatan umat. Pada praktik pengelolaannya, bisa memberdayakan para petani setempat sebagai penggarap. Para petani berposisi sebagai mitra pengelola aset wakaf sawah. Mereka digaji secara profesional dan juga berhak menerima bagian beras hasil panen sesuai tata kelola wakaf. Dengan skema ini, para petani menjadi berdaya.

Bisa dibayangkan jika aset-aset strategis dibidang air, pangan, dan energi dikuasai oleh umat melalui skema wakaf. Insya Allah umat akan mendiri dan kuat secara ekonomi. Karenanya, sudah saatnya wakaf tunai diarahkan untuk aspek-aspek strategis dan produktif bagi masa depan dan kesejahteraan umat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image