Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Imam Fikria Hamsyah

Optimalisasi Biaya Haji BPKH dan Peran Jamaah Haji Tunggu

Lomba | 2021-10-03 01:29:02

Kontribusi Keuangan Haji dalam Keuangan Syariah

Ibadah haji merupakan rukun islam yang ke 5, yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat muslim yang memiliki kemampuan untuk mengerjakannya.

Pada masa kini, mempersiapkan ongkos ibadah haji tidaklah sama dengan era tahun 90 an, dimana belum adanya istilah waiting list untuk berangkat ibadah haji. Banyak diantara orang tua kita terdahulu yang menjual sebagian sawah atau lahan mereka demi menunaikan ibadah haji. Uang hasil penjualan bisa langsung digunakan untuk mendaftar ibadah haji, tahun itu mendaftar maka tahun itu pun berangkat ke tanah suci. Jika harus menunggu pun tidak sampai bertahun tahun, maka meskipun mereka mendaftar ibadah haji dalam usia 50 tahun, atau 60 tahun tidaklah menjadi masalah, karena mereka bisa langsung diberangkatkan saat itu juga.

Tentu hal ini berbeda dengan fenomena di era sekarang, teknik mendaftar ibadah haji seperti di atas tidak bisa diterapkan di masa sekarang. Hal ini karena yang mendaftar tahun sekarang harus menunggu rata rata sekitar 20 tahun bahkan berdasarkan data kemenag di beberapa daerah bisa mencapai 30-40 tahun. Mengingat ibadah haji memerlukan fisik yang prima untuk melakukannya, maka saat ini sedang ramai ramai nya digaungkan oleh bank bank penerima setoran haji agar masyarakat menabung ibadah haji sejak masih usia muda. Secara logika jika seseorang ingin menunaikan ibadah haji sebelum umur 60 tahun dengan masa tunggu keberangkatan haji 20 tahun maka maksimal orang tersebut harus bisa memperoleh nomor porsi maksimal umur 40 tahun. Bisa dibayang kan jika orang tersebut berdomisili didaerah yang waiting list nya sekitar 30-40 tahun, maka maksimal orang itu harus memperoleh nomor porsi di usia 20 -30 tahun, hal ini sebetulnya agak kurang logis bagi sebagian besar masyarakat, dilihat dari perekonomian masyarakat Indonesia pada umumnya

Fenomena menumpuknya jemaah haji waiting list ini salah satunya dikarenakan banyaknya masyarakat Indonesia yang mampu untuk membayar biaya awal ongkos jemaah haji, meskipun pemerintah sudah menaikan biaya awal 25 jt untuk ongkos haji. Alhamdulillah fenomena ini tetap harus kita syukuri, hal ini menandakan kesadaran masyarakat untuk berhaji sangat lah tinggi, tinggal bagaimana pemerintah bisa mengelola fenomena ini.

Fenomena waiting list dalam proses pemberangkatan ibadah haji sepertinya memang tidak bisa terelakan di masa sekarang, meskipun kuota Jemaah haji Indonesia yang diberikan oleh pemerintah arab saudi merupakan yang paling besar dibandingkan dengan negara lainnya, yaitu sekitar 200 rb lebih pada tahun 2019. Oleh karena itu perlu adanya pemberian kompensasi bagi Jemaah haji tunggu yang adil oleh pemerintah.

Mengapa perlu pemberian kompensasi bagi Jemaah haji tunggu ? alasannya karena selama ini strategi pemerintah untuk tetap menjaga agar biaya penyelenggaraan ibadah haji terjangkau adalah dengan memanfaatkan dana Jemaah haji waiting list, dimana dana yang terkumpul, diinvestasikan ke dalam sukuk, atau pun investasi syariah lainnya, sehingga diperoleh nilai manfaat. Nilai manfaat ini yang digunakan untuk mensubisidi Jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan. Informasi pada tahun 2020 pemerintah sudah menetapkan ongkos ibadah haji sekitar 35 juta ( meskipun pada tahun 2020 dan 2021 tidak ada penberangkatan haji ), berarti Jemaah haji tinggal menambah dana tambahan 10 juta dari 25 juta biaya awal yang sudah disetorkan. Padahal faktanya ongkos biaya haji bisa mencapai 69 – 70 juta, ini berarti semua jemaah haji yang berangkat pada tahun tersebut (jika tahun 2020 ada pemberangkatan) mendapat subsidi dari pemerintah hampir 50 %, yang notabene dana tersebut berasal dari dana Jemaah waiting list.

Jika strategi ini terus dilakukan, untuk menjaga perputaran aliran dana maka bisa dipastikan pemerintah akan terus menggencarkan agar masyarakat segera membuka tabungan haji, terbukti dengan banyaknya bank bank syariah penerima setoran dana haji yang membuka layanan tabungan haji muda. Hal ini berakibat pada semakin menumpuknya jumlah Jemaah haji waiting list.

BPKH sebagai badan pengelola dana haji yang dibentuk pemerintah pada tahun 2017 dibentuk dengan harapan nya bisa menjawab permasalahan ini. Dana haji yang terhimpun dari Jemaah haji waiting list, selayaknya bisa dioptimalkan dengan baik sehingga bisa memperoleh nilai manfaat yang maksimal.

Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari artikel website bpkh yang berjudul pengelolaan dana haji , nilai dana haji meningkat sekitar 10 triliun rupiah setiap tahun yang berasal dari pendaftar baru dan kenaikan nilai manfaat, dimana pendapatan nilai manfaat yang didapatkan bpkh dari pengelolaan dana haji tersebut meningkat sekitar 1 triliun rupiah per tahun.

Data di atas memberikan gambaran bahwa BPKH yang baru terbentuk 4 tahun ke belakang ini sudah berusaha sebaik mungkin untuk menjadi sebuah badan pengelola dana haji yang kredibel. Meskipun tentu saja, sebagai badan yang baru saja berdiri masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diperbaiki.

Salah satu poin penting yang harus diingat bahwa nilai manfaat yang digunakan untuk mensubsidi Jemaah haji tahun berjalan berasal dari Jemaah haji waiting list. Tentu sudah sewajarnya prinsip keadilan harus ada di sini, jangan sampai Jemaah haji waiting list, dirugikan apalagi bagi mereka yang menunggu lama sampai 30 tahun lebih. meskipun sepertinya BPKH sudah membuat terobosan baru dengan memberikan virtual account bagi calon jemaaah haji tunggu untuk memberikan bagi hasil yang bisa digunakan nantinya untuk mengurangi pengurangan biaya pelunasan diakhir, namun jumlahnya relative kecil dibandingkan dengan dana yang digunakan untuk subsidi.

Selain itu fakta dilapangan yang dialami penulis sendiri, ketika mendaftar porsi haji pada tahun ini, tidak tercantum virtual accout dari pihak bank penerima dana haji, dan ketika penulis masuk ke website bpkh untuk mengecek VA (virtual account) dengan memasukan nomor porsi, yang ada hanya tulisan data tidak ditemukan.

Selain itu jemaah haji waiting list khususnya yang menunggu lama lebih dari 30 tahun akan dipusingkan dengan umur ketika berangkat dan dengan biaya pelunasan yang belum jelas jumlahnya yang notabene pasti naik dibandingkan dengan ketika pendaftaran porsi haji (walaupun sebagian sudah disubsidi), Padahal syarat haji harus ada istitho’ah (kemampuan) diantaranya finansial dan kesehatan.

Alternatif yang bisa dipertimbangkan, ada baiknya ketika biaya pelunasan calon Jemaah haji tunggu (waiting list), besarannya disesuaikan dengan besaran biaya pelunasan yang ditetapkan pemerintah pada tahun dimana jemaah mendaftarkan porsi haji nya. Jadi meskipun berangkatnya harus menunggu 20 tahun atau lebih, namun jika Jemaah tersebut mendapatkan porsi pada tahun 2020 dan pemerintah misalkan sudah menetapkan biaya pelunasan penyelenggaran haji 35 juta, maka calon Jemaah haji tersebut tinggal menambah 10 juta, ketika berangkat pada tahun 2040 tentu hal ini akan menambah ketenangan bagi calon Jemaah haji waiting list dari sisi finansial karena ada kepastian, dan cukup adil sebagai kompensasi atas dana yang diputar untuk mensubsidi Jemaah haji pada tahun berjalan. Cara ini bisa berjalan dengan baik, apabila bpkh bisa lebih memaksimalkan kembali nilai manfaat yang didapat dari pengelolaan dana haji yang dihimpun.

Dari sumber artikel yang penulis baca di website bpkh, nilai manfaat pengelolaan dana haji juga dikelola oleh BPKH sebagai Dana Abadi Umat (DAU) yang digunakan untuk pembiayaan kepentingan umat. Strategi BPKH di dalam menjaga perputaran dana berlandaskan pada prinsip syariah, kehati hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel.

Meskipun begitu strategi BPKH ini tetap harus memikirkan rasio jemaah haji tunggu (waiting list), jangan sampai waiting list sudah di ambang batas kewajaran. Karena pada dasarnya calon Jemaah haji menitipkan uang ke pemerintah, bukan sebagai shodaqoh atau wakaf yang digunakan untuk berbagai kepentingan umat. Namun untuk berangkat menunaikan ibadah haji menunaikan kewajiban rukun islam memenuhi panggilan Alloh. Labbaikallahuma Labaika

# BPKHWritingCompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image