Kompetensi Guru dan Tantangannya di Masa Pandemi
Guru Menulis | 2021-10-02 21:17:05Dalam pepatah Jawa, guru diartikan sebagai sosok yang digugu lan ditiru. Digugu berarti ditaati, sedangkan ditiru berarti bisa dijadikan tauladan (Farisy, 2019). Tak heran, sebagai sosok untuk digugu dan ditiru, ada beberapa kompetensi yang seyogianya dimiliki seorang guru. Mengacu pada UU No. 14 tahun 2005 pasal 10, terdapat empat kompetensi bagi guru, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Drs. H. M. Hatta Hs., M. Ap. dalam bukunya yang berjudul Empat Kompetensi Untuk Membangun Profesionalisme Guru menjelaskan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelola, mempersiapkan serta menguasai proses pembelajaran. Kompetensi kepribadian mengacu pada sikap dan perilaku guru yang mampu mencerminkan nilai-nilai moral. Kompetensi sosial berkaitan dengan bagaimana seorang guru mampu membawa dirinya di lingkungan sosial, baik dengan para siswa maupun masyarakat secara umum. Sedangkan kompetensi yang terakhir adalah kompetensi profesional, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan dasar guru dalam bidang studinya.
Dalam sistem pembelajaran konvensional di dalam kelas, keempat kompetensi ini sangat mungkin untuk direalisasikan dan diterapkan seorang guru dalam keseluruhan proses belajar dan mengajar dengan mudah. Namun, seiring dengan terjadinya pandemi COVID-19, sistem pendidikan di seluruh dunia, termasuk Indonesia, dipaksa untuk bertransformasi menjadi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara mendadak. Proses pembelajaran menjadi sepenuhnya bergantung pada teknologi. Interaksi yang tercipta antara guru dan siswa menjadi terbatas, namun bebas pada saat yang bersamaan. Terbatas dalam artian bagaimana guru dan murid tidak bisa lagi melakukan komunikasi dan interaksi secara langsung, tanpa kemungkinan gangguan jaringan. Sedangkan bebas dapat diartikan dengan bagaimana interaksi dan komunikasi yang terjadi menjadi lebih fleksibel dan tidak lagi terbatas pada waktu jam pelajaran saja.
Dengan cepatnya penyebaran pandemi COVID-19, para guru pun diharuskan untuk beradaptasi secepat mungkin dengan keadaan, tanpa memiliki banyak kesempatan untuk bersiap diri dalam menghadapi sistem pembelajaran yang 180 derajat berubah. Disini lah letak kompetensi guru diuji. Para guru dituntut untuk bisa merancang proses pembelajaran siswa yang efektif dengan melibatkan teknologi. Sesuatu hal yang cukup baru bagi mereka yang lebih terbiasa dengan sistem pembelajaran dalam kelas. Bagi para guru muda atau pun para guru yang piawai dalam menggunakan teknologi, beradaptasi dengan perubahan sistem pembelajaran ini mungkin tidak menjadi permasalahan yang besar. Namun, faktanya masih banyak guru senior yang merasa kewalahan dengan penggunaan berbagai teknologi dalam proses pembelajaran jarak jauh. Hal ini tentu akan berimbas pada realisasi kompetensi pedagogik para guru.
Di sisi lain, komunikasi dan interaksi yang terjadi melalui perantara layar monitor membatasi guru dan siswa untuk menciptakan sebuah interaksi yang melibatkan aspek afektif. Sedangkan, aspek afektif dan kognitif saling berkaitan dalam proses pembelajaran, karena proses pembelajaran bukanlah sebatas proses transfer ilmu, namun juga proses membangun jaringan dan hubungan di antara dan di dalam area pengetahuan (Brown & Atkins, 1993; Steiner, 2006 dalam Hascher, 2010). Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para guru untuk memberikan motivasi dan sentuhan sisi afektif kepada para siswa dalam usaha menciptakan atmosfer pembelajaran jarak jauh yang kondusif dan efektif. Kondisi ini berkaitan erat dengan usaha para guru untuk merealisasikan kompetensi pribadi dan sosial mereka.
Jika ditilik dari segi kompetensi profesional, pembelajaran jarak jauh menuntut para guru untuk mampu berinovasi dalam mengembangkan dan menyiapkan materi pelajaran dan kegiatan pembelajaran yang bervariatif dan tidak monoton. Hal ini menjadi sangat penting untuk menghindari timbulnya rasa jenuh, baik pada siswa maupun guru. Sayangnya, dengan keterbatasan waktu yang ada, para guru seringkali harus mampu berdamai dengan kenyataan saat materi yang disampaikan tak bisa dipahami secara maksimal oleh para siswa.
Tantangan-tantangan yang dihadapi oleh para guru dalam proses pembelajaran di masa pandemi ini sejatinya membutuhkan tak hanya kemauan intrinsik dari para guru untuk terus belajar dan berinovasi, namun juga bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat pada umumnya. Pelatihan maupun seminar daring yang diadakan berbagai pihak diharapkan mampu memberikan dukungan yang dibutuhkan para guru dalam menghadapi perubahan sistem pembelajaran yang ada. Pada akhirnya, sebagaimana ada pepatah yang berkata bahwa pelaut tangguh tak lahir dari laut yang tenang, tentu kita berharap bahwa situasi pandemi ini mampu menghasilkan guru-guru dengan karakter yang tangguh, inovatif dan senantiasa memiliki kemauan untuk terus belajar dan berkembang.
Sumber:
Drs. H. M. Hatta Hs., M. (2018). Empat Kompetensi Untuk Membangun Profesionalisme Guru. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.
Farisy, J. A. (2019, November 26). Retrieved from Qureta: https://www.qureta.com/post/menjadi-guru-yang-digugu-lan-ditiru
Hascher, T. (2010). Learning and Emotion: Perspectives for Theory and Research. European Educational Research Journal.
Pemerintah Indonesia. (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Sekretariat Negara.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.