Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhamad Syaiful Rifki

Romantika Swasembada Beras Zaman Orde Baru, Mungkinkah Dapat Terjadi Kembali?

Eduaksi | 2021-10-02 09:07:35
Presiden Soeharto bersama Ibu Tien sedang melakukan panen raya. (Foto/Arsip Nasional Republik Indonesia)

Pie le, enak jamanku toh?. Selentingan tersebut sering kita temudi di bagian belakang bak truk, mural di tembok kota, hingga di stiker-stiker yang dijual oleh pedagang. Selentingan tersebut biasanya dilengkapi dengan gambar Pak Harto atau Presiden Soeharto yang tengah tertawa sambil memegangi cerutu favoritnya. Selentingan tersebut juga sering digunakan oleh masyarakat untuk bercanda, terutama bercanda dalam mengkritik kebijakan pemerintah yang seringkali tidak berpihak kepada rakyat, salah satunya impor beras.

Impor beras merupakan hal miris yang terjadi di negara yang katanya agraris. Bahkan, beberapa waktu lalu, masih hangat dalam ingatan kita bahwa pemerintah akan mengimpor beras padahal di dalam negeri akan memasuki masa panen raya. Meskipun hal tersebut tidak jadi terealisasi, setidaknya hal tersebut menjadi sebauh refleksi agar kita berpikir mengapa seringkali kita tidak dapat memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri, padahal luas lahan sawah pada tahun 2019 menurut BPS adalah seluas 7.463.948 hektar. Jumlah tersebut memang mengalami penurunan, tapi jika dimaksimalkan secara efektif maka jumlah tersebut seharusnya dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Sebetulnya, pada tahun 1984, negara kita di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto berhasil memperoleh predikat swasembada beras dengan total produksi mencapai 25,8 ton. Bahkan, kesuksesan tersebut memperoleh penghargaan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Menurut KBBI, swasembada merupakan kemampuan suatu pihak untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Swasembada beras berarti negara Indonesia mampu memenuhi kebutuhan beras masyarakatnya secara mandiri tanpa perlu melakukan impor.

Pada tahun tersebut Indonesia memang meraih predikat swasembada beras, meskipun menurut Suwarno dalam bukunya berjudul “Meningkatkan Produksi Padi Menuju Ketahanan Pangan yang Lestari” dalam Jurnal PANGAN (September 2010: 235), pemerintah orde baru tetap mengimpor beras sebanyak 414.000 ton untuk menjaga kestabilan harga di pasar, hal tersebut tetap patut untuk diapresiasi, mengingat pada tahun tersebut merupakan tahun loncatan pembangunan di Indonesia.

Lalu, faktor apa saya yang menyebabkan pemerintah orde baru dapat meraih predikat swasembada beras.?. Menurut penulis, ada beberapa sebab mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Dampak Revolusi Hijau

Revolusi Hijau merupakan upaya peningkatan produksi pertanian di seluruh dunia dengan menggantikan teknologi pertanian tradisional ke teknologi pertanian modern. Revolusi Hijau ini berfokus pada penemuan varietas bibit unggul biji-bijian seperti gandum, padi, dan jagung. Upaya tersebut turut didorong dengan penggunaan pupuk kimia, agrokimia, pasokan air yang terkontrol (yang umumnya melibatkan irigasi), dan metode penanaman yang lebih baru, yang lebih modern. Revolusi hijau merupakan hasil pemikiran dari seorang tokoh bernama Thomas Robert Maltus. Di Indonesia, revolusi hijau diwujudkan dalam bentuk penggunaan varietas bibit unggul, perbaikan tata cara bertanam, dan penyediaan irigasi. Tiga program tersebut dilaksanakan oleh pemerintah orde baru dalam bentuk REPELITA atau Rencana Pembangunan Lima Tahun.

Bimas atau Bimbingan Massal

Bimas atau bimbingan massal, merupakan cara pemerintah orde baru untuk memberikan penyuluhan kepada para petani. Program ini tidak hanya menyasar petani secara individu, namun juga menyasar petani secara kelompok. Di dalam program bimas ini, petani diajarkan konsep pertanian modern dengan disertai modal dan subsidi untuk melakukan usaha mereka.

Inmas atau Intensifikasi Massal

Intensifikasi pertanian atau Inmas merupakan program pemerintahan orde baru yang bertujuan untuk memanfaatkan lahan sempit menjadi lahan pertanian. Pengolahan tersebut diiringi dengan pelatihan kepada petani mengenai pengolahan tanah yang baik, pengairan yang teratur, pemilihan bibit unggul, serta pemberan tasan hama dan penyakit. Dari program ini, banyak masyarakat yang sadar untuk memanfaatkan pekarangannya sebagai lahan usaha pertanian.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, mungkinkah swasembada beras dapat terulang lagi di zaman sekarang. Menurut penulis, penyebab mendasar negara kita masih mengimpor beras adalah terdapat perbedaan data antar instansi pemerintah. Misalnya saja pada tahun 2019, terdapat perbedaan data produksi dan konsumsi beras antara BPS dan Kementerian Pertanian. BPS menyebutkan produksi beras nasional mencapai 32,42 juta ton, sedangkan data Kementerian Pertanian menyebutkan produksi beras nasional mencapau 46,5 juta ton. Data lain yang berbeda adalah BPS menyebutkan bahwa konsumsi beras nasional mencapai 29,5 juta ton, sedangkan Kementerian Pertanian menyebutkan bahwa konsumsi beras mencapai 33,89 juta ton. Dari perbedaan kedua data tersebut, terjadi pula perbedaan surplus yang timpang. Surplus menurut BPS adalah sebanyak 2,85 juta ton, sedangkan menurut Kementerian Pertanian adalah 12,61 juta ton.

Mungkinkah swasembada beras zaman orde baru dapat terjadi lagi?. Menurut penulis, ada beberpa usaha yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai kedaulatan swasembada beras, walaupun tidak mencapai secara penuh, setidaknya hal ini dapat mengurangi ketergantungan impor. Beberapa usaha yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

Memperbaiki Permasalahan Carut Marut Data dengan Penerapan Data Tunggal

Penulis sepenuhnya setuju dengan pernyataan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam sebuah kesempatan bahwa permasalahan utama pertanian Indonesia, terutama berkaitan dengan luas lahan pertanian dapat diatasi dengan menggunakan metode KSA atau Kerangka Sampel Area. Metode tersebut dilakukan dengan cara memindai luasan lahan menggunakan satelit dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan (LAPAN) untuk kemudian diolah oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Selanjutnya data tersebut akan dibahas oleh BPS dan Kementerian Pertanian untuk menentukan arah kebijakan yang akan diambil, sehingga kebijakan yang diambil adalah kebijakan by data.

Pengembangan Infrastuktur Pertanian

Untuk meningkatkan produksi beras, tidak hanya dibutuhkan varietas unggul dan pupuk yang mempunyai daya ikat tinggi. Hal tersebut tidak akan berguna tanpa adanya sokongan infrastruktur yang memadai. Infrastruktur pertanian terutama irigasi harus dibangun merata di seluruh Indonesia agar lahan pertanian memiliki sumber pengairan yang jelas dan terjaga, terutama untuk model lahan sawah tadah hujan. Melalui cara tersebut, produksi dapat dilakukan sepanjang tahun dari yang normalnya dua kali minimal dapat meningkat menjadi tiga kali.

Revitalisasi Kegiatan Penyuluhan

Penyuluhan memegang peranan strategis di dalam kesuksesan program pembangunan pertanian. Penyuluhan dapat merekonsiliasi dan mensinergikan inovasi, teknologi, dan kelembagaan. Penyuluhan menjadi salah satu cara efektif untuk menyebarluaskan informasi pertanian kepada masyarakat secara menyeluruh. Eksistensi penyuluh menjadi salah satu pendongkrak produksi di masyarakat. Pendampingan kepada kelompok tani menjadi salah satu upaya untuk memberitahukan kepada petani bagaimana cara bertanam yang baik dan pemasaran yang optimal sehingga diharapkan melalui cara tersebut dapat meningkatkan produksi di masyarakat.

Usaha-usaha tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait untuk saling berkoordinasi dalam menyukseskan swasembada beras, bahkan swasembada pangan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image