Menjunjung Harkat Dan Martabat Wanita Adalah Bagian Dari Sila Kedua Pancasila
Politik | 2022-05-27 21:41:44Tim Penulis
Dr. Ira Alia Maerani, S.H.,M.H. (Dosen FH Universitas Islam Sultan Agung Semarang)
Ditya Ika Purwitaningsih (Mahasiswa S-1 Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Sultan Agung Semarang)
Sila kedua Pancasila yang berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab” memiliki nilai-nilai yang terkandung didalamnya, yaitu nilai kemanusiaan, nilai keadilan, dan nilai keadaban.
Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama rata di Indonesia. Manusia harus melakukan kewajiban dan mendapatkan hak. Kandungan dari sila kedua Pancasila, memiliki nilai kemanusiaan yakni saling tolong menolong terhadap sesama, mengasihi, mengembangkan sikap toleransi, dan menghargai dengan sesama. Nilai keadilan yang merupakan tombak kekuatan dalam bermasyarakat. Adil dalam membuat peraturan dan menjalankannya, seluruh manusia sama derajatnya baik laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin. Kemudian nilai keadaban adalah memperlakukan manusia sesuai harkat martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Harkat diartikan sebagai kualitas diri dan kemuliaan, sedangkan martabat adalah pangkat atau derajat yang dimiliki manusia.
Harkat dan martabat seorang wanita sangat penting dan utama untuk diperjuangkan. Pada zaman ini, dengan kemajuan digital yang berkembang sangat pesat, memiliki dampak negatif yang cukup banyak pada seorang wanita. Kemajuan teknologi yang disalahgunakan demi kepentingan pribadi dan kepuasan semata. Banyak wanita yang dilecehkan, ditindas, dibuang, dan masih banyak lagi kejadian yang tidak mengenakkan untuk seorang wanita di Indonesia.
Wanita adalah perhiasan dunia, layaknya dihargai dan dihormati. Seharusnya dilindungi bukan dirusak, dijaga bukan ditindas. Islam sangat menjaga dan memuliakan seorang wanita. Kita sebagai wanita harus menjaga kehormatan, melindungi diri, meningkatkan taqwa, supaya apa? Supaya diri kita terjaga dan terhindar dari hal-hal buruk.
Ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kedudukan wanita saat ibadah adalah Surat Ali Imran ayat 195. Ayat ini diturunkan sebab mereka melakukan amal baik, tekun, serta penuh dengan keikhlasan.
Allah Swt berfirman (surat Ali Imran ayat 195) yang berbunyi :
اَوْ اُنْثٰى ۚ بَعْضُكُمْ مِّنْۢ بَعْضٍ ۚ فَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَاُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَاُوْذُوْا فِيْ سَبِيْلِيْ وَقٰتَلُوْا وَقُتِلُوْا لَاُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّاٰتِهِمْ وَلَاُدْخِلَنَّهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۚ ثَوَابًا مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الثَّوَابِ
Artinya:
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik.””
Negara Indonesia menjaga dan mendukung harkat martabat wanita, dengan menciptakan UU Perlindungan Hak Asasi Perempuan yakni, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Undang-undang Politik (UU No. 2 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008). Kemudian Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender (PUG) dan Kerpres No. 181 Tahun 1998 tentang Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan yang diubah dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2005.
Maka dari ini, kita sebagai wanita harus menjunjung tinggi harkat dan martabat. Melakukan segala sesuatu yang bernilai ibadah dan bermanfaat untuk banyak orang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.