Kehancuran Bumi Akibat Ulah Manusia
Agama | 2022-05-27 19:58:35Aceh Besar - "Sudah saatnya kita kembali kepada Allah SWT. Mari kita tinggalkan segala perbedaan yang memecah belah persatuan umat Islam," demikian dikatakan Tgk Ikram, S.HI.,MA dalam khutbahnya di Masjid Babul Maghfirah Gampong Tanjung Selamat, Jumat, 27/05/2022.
Seruan Tgk Ikram tersebut bukan tanpa alasan. Ia memandang kondisi umat dan situasi bumi saat ini semakin mengalami kehancuran.
"Sekarang banyak terjadi konflik. Penyebabnya adalah karena ada keinginan (nafsu) manusia yang tidak terpenuhi. Bahkan kalau kita bicara soal perang pun, sebabnya adalah karena nafsu," tambahnya.
Lihatlah bagaimana dunia barat menjalani peperangan yang tidak beretika. Bagaimana etika perang dalam Islam?
Rasulullah Saw telah mencontohkan bagaimana etika peperangan di masa beliau masih berjuang.
Pertama; perang berlangsung di suatu tempat yang telah ditentukan. Perang Badar terjadi di daerah Badar, begitu pula perang Uhud terjadi di bukit Uhud.
"Etika peperangan dalam Islam tidak terjadi dalam perkampungan atau pemukiman sebagaimana dipertontonkan oleh barat saat ini membunuh anak-anak, perempuan, dan menghancurkan rumah sakit. Bahkan mereka mengembangkan opini seolah-olah Islam lebih suka peperangan lagi," ungkapnya.
Islam adalah agama yang damai, sejahtera, dan memuliakan.
Rasulullah Saw pernah mengumpulkan seluruh panglima perangnya lalu beliau nasehati agar dalam berperang tidak boleh membunuh perempuan, anak-anak tidak berdosa, dan manula atau mereka yang tidak ikut dalam medan perang.
Bahkan Rasulullah melarang untuk menebang pohon sekalipun jika itu tidak penting.
"Begitulah Islam, sehingga Islam menganjurkan untuk selalu mengucapkan Assalamu'alaikum, yang artinya selamat sejahtera dan damai," Tgk Ikram menambahkan.
Menurut Tgk Ikram kehancuran bumi (dunia) sekarang ini karena ulah manusia yang tidak lagi menjadikan agama sebagai pedoman dalam kehidupan nya. Kehidupan sudah demikian sekuler.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."(QS. Ar-Rum 30: Ayat 41).
Bahkan cuaca panas di Aceh yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir merupakan akibat dari ulah manusia juga. Allah SWT sedang menimpa ujian agar manusia menyadari kesalahannya dan kembali kepada Nya.
"Ta peu udep AC han lupie, bah ta buka bajee tetap su uem that (kita nyalakan AC tidak dingin sekalipun kita buka baju, panas sekali)," ucap Tgk Ikram.
Terkait hal ini ada kisah yang terjadi di Negara Turki pada beberapa dekade lalu. Turki yang berubah menjadi negara sekuler saat itu mengalami kemarau atau kekeringan yang menyebabkan barakah Allah tidak turun.
Di Turki azan pernah hendak dirubah dalam bahasa Turki dan masjid-masjid dijadikan museum.
Akibatnya negara tersebut mengalami krisis pangan karena tidak ada lagi hasil panen dan buah-buahan.
Oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memerintahkan seluruh pemimpin dan rakyat Turki untuk melakukan shalat istisqa (shalat meminta hujan) agar negaranya diturunkan hujan.
Karena negara ini banyak ilmuwan sekuler, maka perintah Erdogan itu banyak yang mempertanyakan dan diragukan. Para ilmuwan memandang tidak turunnya hujan sebagai satu peristiwa alam bukan shalat istisqa solusinya.
Namun apa yang terjadi? Ketika setelah seminggu shalat istisqa dilakukan, hujan pun turun. Akhirnya Turki kembali mendapatkan barakah dari Allah SWT dan tanaman pun tumbuh subur.
Nah! Apa pelajaran yang dapat kita ambil? Bahwa sekarang ini kita perlu lebih mendekatkan diri lagi kepada Allah SWT dan meminta perlindungan kepada Nya atas apa yang kita alami saat ini. Sehingga segala barakah akan Allah turunkan ke bumi. (*)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.